Dalam Konferensi Kepemimpinan, Presiden Jokowi: Jika Mau Berjalan Bersama, Kita Akan Menjadi Kuat

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 17 Mei 2016
Kategori: Berita
Dibaca: 18.598 Kali
Presiden Jokowi hadiri The 7th Asian Leadership Conference yang dilaksanakan di The Shilla Hotel, Seoul, Korea Selatan (17/05). (Foto: Humas/Anggun)

Presiden Jokowi hadiri The 7th Asian Leadership Conference yang dilaksanakan di The Shilla Hotel, Seoul, Korea Selatan (17/05). (Foto: Humas/Anggun)

Mengawali hari ketiga kunjungan kenegaraan ke Korea Selatan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri The 7th Asian Leadership Conference yang dilaksanakan di The Shilla Hotel, Seoul, Korea Selatan (17/05). Dalam acara tersebut Presiden Jokowi kembali mengutarakan bahwa dirinya merupakan fans dari negara ginseng, Korea Selatan.

“Saya suka makanannya, gadget-nya, dan musiknya. Putri saya menyukai Korea dan artisnya. Saya menemaninya menonton konser musik Korea”, kata Jokowi.

Presiden Jokowi kemudian menceritakan pengalamannya menjadi kepala daerah.

“Sebelas tahun lalu saya memulai karir berpolitik dengan menjadi wali kota sebuah kota di Jawa Tengah bernama Solo. Saya suka berjalan-jalan, berbincang bersama warga dan banyak hal yang saya amati. Salah satu masalah di Solo adalah banyak pedagang kaki lima ilegal di taman publik, menutupi jalan dan membuat macet. Sampah dibuang sembarang sehingga kawasan menjadi kotor,” kata Presiden Jokowi saat memberikan pidato kunci pada pembukaan The 7th Asian Leadership Conference.

Wali kota-wali kota sebelumnya, ungkap Jokowi, sudah berusaha membongkar dan selalu menimbulkan kericuhan. Selanjutnya, Presiden Jokowi melakukan pendekatan kepada pedagang kaki lima dan tujuh bulan setelahnya mereka setuju direlokasi dan sekarang taman di Solo nyaman untuk rekreasi bagi warga.

“Empat tahun tahun kemudian saya menjadi Gubernur Jakarta dan menghadapi permasalahan yang jauh lebih besar namun solusi permasalahannya mirip,” ujar Jokowi. Ia mencontohkan masalah jalan tol Jakarta ORR yang sudah dikerjakan selama 14 tahun namun belum bisa rampung karena masih ada warga yang menolak lahannya dijadikan jalan tol. “Saya ketemu dengan warga, saya ajak ngobrol, makan, dan lima bulan kemudian mereka mau direlokasi,” kata Jokowi.

Lebih lanjut, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa saat ini adalah masa inovasi robotic, artificial, intelijen, genetik, printing. Dalam masa tersebut, lanjut Presiden, juga ada ketidakstabilan dan ada kesenjangan pendapatan. “Inovasi menciptakan pemenang dan yang kalah. Ketika inovasi semakin besar, semakin banyak yang menang. Tetapi jika kita tidak berhati-hati, semakin banyak yang kalah,” tambah Presiden.

Kesenjangan antara pemenang dan yang kalah, menurut Presiden, menciptakan ketidaksetaraan dan hal ini dapat menimbulkan rasa malu, marah yang bisa berujung pada tindakan ekstrem.

“Saat ini sudah banyak inovasi di bidang teknologi dan bisnis, tapi kita butuh inovasi dalam kehidupan sosial kita. Kita butuh inovasi dalam pola pikir pemerintahan, kita butuh inovasi agar si pemenang bisa peduli pada yang kalah,” ujar Presiden.

Indonesia, sambung Presiden, terkenal akan Bhinneka Tunggal Ika, punya banyak budaya dan bahasa. “Namun keberagaman bukan hanya sekadarĀ  budaya dan agama, tapi tentang personality. Kita harus merangkul mereka yang berbeda, mereka yang berbeda pemikiran dengan kita,” papar Presiden Jokowi.

Dengan perbedaan itulah, Presiden Jokowi sampaikan bangsa Indonesia harus mentoleransi perbedaan yang dimiliki, perbedaan kelas sosial, perbedaan kepercayaan.

“Jika kita mau berjalan dengan mereka, mereka akan berjalan dengan kita. Dengan bersama-sama kita akan menjadi kuat,” pungkas Presiden di akhir pidatonya.

Turut mendampingi Presiden Jokowi dalam acara tersebut, Menlu Retno Marsudi, Menko Perekonomian Darmin Nasution, Mendag Thomas Lembong, Kepala Bekraf Triawan Munaf, dan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki. (GUN/EN)

Berita Terbaru