Dari G20 hingga KTT Ke-42 ASEAN: Advokasi One Health dalam Ketahanan Kesehatan
Oleh: Ika Narwidya Putri, S.I.A., M.A.,*) dan Anak Agung Adi Widya Kusuma, S.Pd.**)
Urgensi Mengadopsi Pendekatan One Health
World Health Organization (WHO) pada tanggal 5 Mei 2023 secara resmi menyatakan bahwa COVID-19 sudah bukan berstatus public health emergency of international concern (PHEIC) lagi. Namun, hal itu tidak boleh dimaknai bahwa pandemi telah berakhir. COVID-19 masih ada di sekitar kita dan tentu masih memerlukan penanggulangan agar tidak berakibat fatal khususnya bagi kelompok rentan seperti lansia dan anak-anak.
Selain COVID-19, kita masih perlu waspada terhadap risiko munculnya pandemi-pandemi selanjutnya yang mungkin berasal dari, tidak hanya penyakit baru, namun juga penyakit lama yang merebak kembali. Hal ini termasuk juga penyakit yang menular melalui hewan ke manusia, atau yang disebut juga sebagai zoonosis. Apabila kita melihat beberapa tahun ke belakang, beberapa pandemi yang pernah terjadi di dunia merupakan zoonosis, seperti pes, HIV/AIDS, SARS, dan flu babi.
Di Indonesia, WHO mengingatkan, ancaman zoonosis diperkirakan akan terus meningkat. Hal ini dipengaruhi tidak hanya karena letak geografisnya yang strategis dan menjadi jalur lintas pergerakan barang dan manusia, namun juga karena iklim tropis, perdagangan satwa liar, keanekaragaman hayati yang cocok menjadi inang untuk berkembangnya virus serta meningkatnya laju deforestasi. Kondisi tersebut turut berkontribusi pada terjadinya wabah rabies, anthrax, flu burung di Indonesia yang terbukti tidak hanya berdampak pada sisi kesehatan saja, namun juga keamanan, kesejahteraan rakyat, sosial, dan ekonomi.
Guna mencegah terjadinya wabah dan pandemi selanjutnya yang dapat disebabkan dari berbagai sumber, baik antarmanusia, hewan maupun dari lingkungan, diperlukan suatu pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif dari berbagai sektor terkait yang secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada kesehatan manusia. Salah satu pendekatan kolaboratif yang dapat digunakan untuk mengatasi hal tersebut adalah melalui penerapan One Health yang hingga saat ini terus digaungkan mulai dari Presidensi G20 Indonesia hingga Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-42 ASEAN yang dilaksanakan di Labuan Bajo.
One Health dan Manifestasinya di Indonesia
Dalam konteks Indonesia, pendekatan One Health sebenarnya telah diadopsi dalam bentuk regulasi dan beberapa intervensi yang tersebar di beberapa kementerian/lembaga seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Regulasi dimaksud seperti Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2019 tentang Peningkatan Kemampuan dalam Mencegah, Mendeteksi, dan Merespons Wabah Penyakit, Pandemi Global dan Kedaruratan Nuklir, Biologi, dan Kimia; Peraturan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Nomor 7 Tahun 2022 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis dan Penyakit Infeksius Baru; dan Rencana Aksi Nasional Ketahanan Kesehatan 2020 -2024.
One Health yang melekat pada intervensi berbagai kementerian/lembaga salah satunya dapat dilihat dari kegiatan surveilans sektor kesehatan masyarakat, kesehatan hewan, lingkungan dan sektor lainnya yang dilaksanakan secara terkoordinasi dan terintegrasi melalui Sistem Informasi Zoonosis dan Emerging Infectious Diseases (SIZE). Melalui surveilans terpadu, dapat dilakukan penilaian risiko bersama untuk selanjutnya ditetapkan manajemen risiko dan pengambilan upaya pencegahan, deteksi, dan respons yang sesuai.
Untuk mendorong implementasi yang lebih efektif, organisasi quadripartite, yang terdiri atas WHO, Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), World Organisation for Animal Health (WOAH), dan United Nations Environment Programme (UNEP) menyerukan kepada seluruh negara tentang pentingnya mengintegrasikan One Health dalam kebijakan ketahahan kesehatan. Merespons keberagaman pemahaman terkait One Health yang berakibat pada bervariasinya implementasi, quadripartite kemudian menyepakati definisi dari One Health sebagai sebuah pendekatan terpadu dan terintegrasi yang bertujuan untuk mewujudkan keseimbangan dan mengoptimalkan kesehatan manusia, hewan, tumbuhan, dan ekosistem yang berkelanjutan, dengan menempatkan bahwa kesehatan manusia, hewan, tumbuhan, dan lingkungan (termasuk ekosistem) saling terkait dan bergantung satu dengan yang lainnya.
Selain itu, quadripartite juga telah menyusun dokumen One Health Joint Plan of Action (OH-JPA) tahun 2022-2026 dalam rangka memenuhi kebutuhan terhadap upaya pencegahan penyakit, khususnya yang berisiko menjadi pandemi, dan meningkatkan upaya promosi kesehatan yang berkelanjutan melalui pendekatan One Health. Adapun OH-JPA memuat rekomendasi serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk memperkuat kolaborasi, komunikasi, peningkatan kapasitas, dan koordinasi secara setara di semua sektor yang bertanggung jawab dalam menangani masalah kesehatan pada antarmuka manusia, hewan, tumbuhan, dan lingkungan. Dokumen OH-JPA ini diharapkan dapat menjadi panduan dalam menyusun kebijakan di tingkat global, regional, dan negara.
OH-JPA yang telah disusun oleh quadripartite memuat 6 (enam) action tracks yang saling berkaitan dan berkontribusi untuk mewujudkan sistem kesehatan dan keamanan makanan yang berkelanjutan, mengurangi ancaman kesehatan global, dan meningkatkan manajemen ekosistem, yaitu:
- meningkatkan kapasitas One Health untuk meningkatkan sistem kesehatan;
- mengurangi risiko epidemi serta pandemi zoonosis dan penyakit infeksius baru;
- mengendalikan dan mengeliminasi zoonosis endemik, penyakit tropis yang terabaikan, dan penyakit yang disebabkan oleh vektor;
- menguatkan pengkajian, manajemen, dan komunikasi risiko keamanan pangan;
- mengatasi pandemi yang diakibatkan oleh resistensi antimikroba; dan
- mengintegrasikan lingkungan ke dalam One Health.
Tantangan dalam Mewujudkan One Health
Meskipun One Health sebagai sebuah pendekatan dan inisiatif telah disepakati di tingkat global, tidak serta merta menjadi katalisator dalam memanifestasikannya di ranah kebijakan pusat maupun daerah. Setidaknya ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian bagi seluruh aktor pembangunan dalam mengadvokasi One Health di setiap lini kebijakan.
Pertama, adanya ketidakmerataan pengertian dan pemahaman terhadap One Health sebagai sebuah pendekatan yang perlu diintegrasikan dalam perumusan kebijakan atau intervensi yang bersifat multisektor. Kata ‘health’ sendiri mengesankan seolah-olah pendekatan ini hanya perlu diadopsi dan diadvokasi oleh pembuat kebijakan di sektor kesehatan manusia.
Memang terdapat beberapa pembuat kebijakan di sektor yang bersinggungan dengan kesehatan hewan, lingkungan, dan tumbuhan yang memahami urgensi dan mengadvokasi one health, namun sayangnya belum cukup menciptakan dukungan komitmen dan sumber daya pada tingkatan yang diharapkan. Kondisi ini sedikit banyak menghadirkan hambatan dalam mengorkestrasikan One Health sebagai sebuah inisiatif kolaboratif sebagaimana diidentifikasi dalam the G20 One Health Policy Brief.
Kedua, regulasi dan tata kelola yang bersinggungan dengan One Health masih memerlukan perbaikan dan tindak lanjut secara efisien dan efektif. Terdapat beberapa peraturan dan dokumen kebijakan yang sedianya diharapkan mampu memperkuat arsitektur ketahanan kesehatan dalam menghadapi ancaman kedaruratan kesehatan masyarakat seperti pandemi COVID-19, yakni Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2019.
Beberapa aksi prioritas yang diatur dalam regulasi tersebut memang sudah ditindaklanjuti, namun tetap menyisakan banyak tugas yang belum dikerjakan. Akibatnya, ketahanan kesehatan yang sedang dibangun saat ini dikhawatirkan belum sekuat yang diharapkan apabila dihadapkan pada situasi endemi atau pandemi yang lebih membahayakan.
Merangkai Solusi
Komitmen dan inisiatif pemerintah Indonesia untuk mengajak seluruh negara bekerjasama dalam memperkuat ketahanan kesehatan baik di ajang G20 maupun KTT ke-42 ASEAN perlu ditindaklanjuti dengan upaya nyata dan berkelanjutan. Setidaknya terdapat beberapa hal yang dapat dipertimbangkan untuk dilakukan. Pertama, selaras dengan the Lombok G20 One Health Policy Brief dan ASEAN Leaders’s Declaration on One Health Initiative, perlu dilakukan pemetaan kesenjangan antara target dengan situasi terkini dan menghubungkannya dengan area mana saja yang memerlukan perbaikan.
Kegiatan pemetaan dapat mempertimbangkan untuk memanfaatkan One Health Joint Plan of Action 2022-2026 yang dikembangkan oleh quadripartite (the Food and Agricultural Organization, the United Nations Environment Programme, the World Organization for Animal Health, dan the World Health Organization) sebagai acuan dalam melakukan analisis lebih lanjut. Hasil pemetaan diharapkan dapat menjadi dasar bagi pemerintah dalam mengintegrasikan program yang bersinggungan dengan One Health dalam siklus perencanaan pembangunan baik yang berupa Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Dengan demikian, akan lebih mudah dan semakin efektif bagi pemerintah untuk memanajemen kebijakan yang mengadopsi inisiatif One Health secara spesifik, terukur, dapat tercapai, dan relevan dengan kondisi terkini.
Kedua, memobilisasi dukungan dan sumber daya dari berbagai negara melalui forum global seperti World Health Assembly ke-76 dan pertemuan G20 di India pada tahun 2023. Hal ini penting untuk dilakukan secara berkesinambungan dan membuka pintu kolaborasi seluas-luasnya mengingat, menurut perhitungan World Bank pada tahun 2021, investasi tahunan yang diperlukan untuk membangun dan mengoperasikan sistem ketahanan kesehatan yang dapat mencegah dan mengendalikan penyakit di negara berpenghasilan menengah dan rendah mencapai kira-kira sebesar 1,9 s.d. 3,4 milliar Dolar AS. Angka tersebut hanya perhitungan kasar, namun dapat dijadikan acuan. Indonesia perlu menghitung sendiri berapa besar anggaran yang diperlukan dan mengidentifikasi sumber pembiayaaan baik yang bersumber dari dalam negeri maupun potensinya untuk mendapatkan bantuan dari luar negeri.
Dengan ancaman kesehatan yang semakin meningkat, berinvestasi pada penguatan ketahanan kesehatan tidak mungkin lagi ditunda-tunda. Pandemi COVID-19 telah menunjukkan bahwa penyakit yang awalnya berasal dari hewan kemudian menular kepada manusia dan menyebar ke seluruh dunia, berhasil mendisrupsi seluruh aspek kehidupan. Mewujudkan inisiatif One Health berarti mewujudkan dunia yang aman dan sehat untuk generasi mendatang.
Referensi:
FAO, UNEP, WHO, and WOAH. 2022. One Health Joint Plan of Action (2022–2026). Working together for the health of humans, animals, plants and the environment. Rome. https://doi.org/10.4060/cc2289en
The World Bank. 2021. Safeguarding Animal, Human, and Ecosystem Health: One Health at the World Bank. Available at:https://www.worldbank.org/en/topic/agriculture/brief/safeguarding-animal-human-and-ecosystem-health-one-health-at-the-world-bank
G20 Indonesia. 2022. The Lombok G20 One Health Policy Brief. Available at:https://g7g20-documents.org/fileadmin/G7G20_documents/2022/G20/Indonesia/Sherpa-Track/Health%20Ministers/2%20Ministers%27%20Annex/The%20Lombok%20G20%20One%20Health%20Policy%20Brief_28102022.pdf
Kementerian Kesehatan. 2023. Indonesia Dorong Penguatan Arsitektur Kesehatan Kawasan Melalui One Health Initiative. Available at: https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20230512/5042970/indonesia-dorong-penguatan-arsitektur-kesehatan-kawasan-melalui-one-health-initiative/
*) Analis Kesejahteraan Rakyat pada Subbidang Kesehatan
**) Analis Kesejahteraan Rakyat pada Subbidang Kependudukan dan Keluarga Berencana