Dikritik Presiden, Sri Mulyani Minta Dirjen Perbendaharaan Sederhanakan Pelaporan SPJ

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 20 September 2016
Kategori: Berita
Dibaca: 79.174 Kali
Menkeu Sri Mulyani Indrawati menyampaikan keterangan pers usai pembukaan Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2016, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (20/9) pagi. (Foto: JAY/Humas)

Menkeu Sri Mulyani Indrawati menyampaikan keterangan pers usai pembukaan Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2016, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (20/9) pagi. (Foto: Humas/Jay)

Merespon kritik yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) banyaknya waktu Aparatur Sipil Negara yang tersita hanya untuk menyusun  Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) keuangan, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati telah meminta Dirjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan untuk melakukan perbaikan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur hal itu.

“Saya sudah minta Dirjen Perbendaharaan untuk memperbaiki PMK yang tujuannya adalah menyederhanakan. Jadi betul-betul menyederhanakan format laporan, bentuk laporan, maupun detil laporannya,” kata Sri Mulyani kepada wartawan usai pembukaan Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2016, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (20/9) pagi.

Menurut Menkeu, pihaknya mendapat feedback juga dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)  mengenai alokasi yang dulu kategori bantuan subsidi kemudian diubah, yang menyebabkan beberapa komplikasi laporan keuangan.

Namun demikian, Menkeu menegaskan, pihaknya harus berkonsultasi dengan BPK agar kemudian penyederhanaan itu tidak menyebabkan mereka menjadi disclaimer. “Jadi, kita menjaga itu,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Menkeu, pihaknya melihat ternyata meskipun sudah ada PMK untuk pertanggungjawaban ini, masing-masing kementerian/lembaga menerbitkan lagi petunjuk teknisnya, yang bahkan kadang-kadang sampai meminta 6-8 kali pelaporan dengan berbagai bentuk.

“Jadi saya minta pada Dirjen Perbendaharaan untuk semua K/L meniadakan petunjuk teknis itu. Kalau bisa di satu PMK, tidak ada lagi juknis masing-masing yang kemudian menimbulkan kegiatan-kegiatan yang menambah aktivitas di meja, terutama untuk guru, kepala sekolah, penyuluh pertanian yang seharusnya melaksanakan fungsi itu,” tutur Sri Mulyani.

Menkeu juga menyoroti belanja bantuan sosial yang menurutnya menjadi salah satu biang keladi dari sisi SPJ yang sangat complicated itu. “Kami akan melihat untuk bantuan-bantuan sosial agar pelaksanaanya bisa disederhanakan tanpa mengurangi akuntabilitas karena bantuan sosial kalau disalahgunakan juga akan melenceng untuk membantu masyarakat miskin,” pungkas Sri Mulyani.

Simpel

Sebelumnya saat membuka Rapat Kerja Nasional Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2016, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (20/9) pagi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Menteri Keuangan (Menkeu) dan Menko bidang Perekonomian untuk membuat sistem pelaporan yang simpel, tidak bertele-tele. Sebab, yang terjadi selama ini, menurut Presiden, mungkin 60-70 persen birokrasi di Indonesia ini setiap hari ngurusnya ngurus SPJ.

“Saya enggak tahu SPJ itu juga apa, saya enggak ngerti. Yang saya tahu, SPJ itu apa Bu? Surat Pertanggungjawaban. Isinya apa? Enggak ngerti saya. Tapi biasanya kalau saya lihat di meja-meja itu ngurusin kuitansi, dan ngurusin gambar-gambar, foto-foto, ‘gitu,” kata Presiden.

Menurut Presiden, harus dipikirkan bagaimana menyiapkan sebuah laporan yang simpel, tetapi orientasinya adalah hasil. Gampang dicek, dikontrol,  diawasi, diperiksa, bukan laporan yang tebel-tebel. “Mohon maaf, energi kita juga jangan habis di SPJ-SPJ,” ujarnya.

Presiden memberikan contoh, sekarang banyak guru dan kepala sekolah yang tidak fokus konsentrasi pada kegiatan belajar mengajar karena mengurus SPJ. Di sekolah-sekolah, di ruangan guru, lanjut Presiden, kuitansi-kuitansi, SPJ itu pasti.

Demikian juga di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), menurut Presiden, itu harusnya konsentrasi 80 persen itu mengontrol  jalan dan irigasi-irigasi yang rusak atau mengecek jalan yang berlubang seperti apa. Tapi sekarang, lanjut Presiden, karena orang takut semua yang namanya SPJ.

“Coba di Pertanian juga, dulu kalau kita lihat setiap pagi, PPL (Pengawas Pertanian Lapangan), tiap pagi lihat berjalan di pematang sawah, bercengkerama dengan petani, memberikan bimbingan ke petani. Sekarang, lihat di Dinas Pertanian, lihat di Kementerian Pertanian, semuanya duduk manis di meja, di ruangan ber-AC, ngurusi SPJ,” papar Presiden. (DND/ES)

 

Berita Terbaru