Dorong Ekspor, Pemerintah Sederhanakan Aturan Ekspor Kendaraan CBU

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 13 Februari 2019
Kategori: Berita
Dibaca: 15.750 Kali
Menko Perekonomian Darmin Nasution didampingi sejumlah menteri meluncurkan Simplifikasi Ekspor Kendaraan Bermotor dalam Bentuk Jadi (CBU), di PT. Indonesia Kendaraan Terminal, Jakarta, Rabu (13/2) pagi. (Foto: EKON)

Menko Perekonomian Darmin Nasution didampingi sejumlah menteri meluncurkan Simplifikasi Ekspor Kendaraan Bermotor dalam Bentuk Jadi (CBU), di PT. Indonesia Kendaraan Terminal, Jakarta, Rabu (13/2) pagi. (Foto: EKON)

Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang bertujuan memberikan kemudahan ekspor. Kali ini melalui simplifikasi prosedur ekspor kendaraan bermotor dalam keadaan utuh/Completely Build Up (CBU) dengan menerbitkan Peraturan Dirjen Bea dan Cukai nomor PER-01/BC/2019 tentang Tata Laksana Ekspor Kendaraan Bermotor dalam Bentuk Jadi tertanggal 11 Februari 2019.

Dalam peraturan tersebut, pemerintah mendorong percepatan proses ekspor dengan memberikan kemudahan berupa: (i) pemasukan kendaraan CBU ke Kawasan Pabean tempat pemuatan sebelum pengajuan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), (ii) pemasukan tidak memerlukan Nota Pelayanan Ekspor (NPE), dan pembetulan PEB paling lambat 3 hari sejak tanggal keberangkatan kapal.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penyederhanaan aturan tersebut akan mempermudah proses dengan mengintegrasikan data yang masuk pada in-house system Indonesia Kendaraan Terminal dan sistem DJBC untuk kemudian dilakukan barcode scanning terhadap vehicle identification number (VIN) setiap kendaraan bermotor yang akan diekspor.

“Proses ini diharapkan dapat meningkatkan keuntungan kompetitif,” kata Sri Mulyani dalam acara Launching Simplifikasi Ekspor Kendaraan Bermotor dalam Bentuk Jadi (CBU), di PT. Indonesia Kendaraan Terminal, Jakarta, Rabu (13/2) pagi.

Menurut Menkeu, beberapa keuntungan yang bisa diperoleh dari proses ini adalah pertama, akurasi data lebih terjamin sebab proses bisnis dilakukan secara otomatis melalui integrasi data antara perusahaan, tempat penimbunan sementara (TPS), dan DJBC (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai).

Kedua, efisiensi penumpukan di gudang eksportir sehingga inventory level rendah, sehingga gudang eksportir dapat dimanfaatkan untuk penumpukan kendaraan CBU hasil peningkatan kapasitas produksi.

Ketiga, dapat memaksimalkan jangka waktu penumpukan di Gudang TPS selama tujuh hari karena proses pengelompokan dan final quality control sebelum pengajuan PEB dapat dilakukan di TPS.

Keempat, menurunkan biaya truk karena jumlah truk berkurang dan mitra logistik tidak perlu investasi truk dalam jumlah banyak. Selain itu, pemakaian truk menjadi lebih efisien dan maksimal karena digunakan setiap hari dan merata jumlah ritasenya.

Sebelum aturan baru ini berlaku, setiap kendaraan bermotor yang akan diekspor wajib mengajukan PEB, menyampaikan NPE, dan apabila terdapat kesalahan maka pembetulan jumlah dan jenis barang harus dilakukan paling lambat sebelum masuk Kawasan Pabean sehingga waktu yang diperlukan lebih lama.

Ditambah masih diperlukan proses grouping atau pengelompokan ekspor yang sangat kompleks, seperti berdasarkan waktu keberangkatan kapal, negara tujuan, vehicle identification number (VIN), jenis transmisi, sarana pengangkut, waktu produksi, dan lainnya.

Bahkan, beberapa perusahaan manufaktur yang tidak memiliki yard/lapangan harus menyewa yard/lapangan di tempat lain untuk melakukan kegiatan di atas.

Produsen Kendaraan Terbesar

Menkeu Sri Mulyani Indrawati berharap tambahan keuntungan kompetitif tersebut berdampak positif pada kepercayaan prinsipal agar Indonesia menjadi negara produsen kendaraan terbesar di Asia Tenggara, dan 12 besar dunia yang menjadi basis ekspor kendaraan ke seluruh dunia.

Selain itu, penyederhanaan aturan ini dapat menurunkan tingkat stok rata-rata sebesar 36 persen dari 1.900 unit/bulan menjadi 1.200 unit/bulan, menurunkan kebutuhan truk untuk transportasi sebesar 19 persen per tahun dari 26 unit menjadi 21 unit, serta menurunkan biaya logistik hingga 10 persen yang terdiri atas biaya tenaga kerja, biaya angkut truk serta bahan baku langsung dan tidak langsung.

Mekanisme ekspor baru ini, lanjut Menkeu, juga membuat biaya logistik penyimpanan dan handling akan turun menjadi sebesar Rp600 ribu/unit dan biaya truk menjadi sebesar Rp150 ribu/unit.

Meski demikian Menkeu berharap DJBC akan terus meneliti seluruh aspek untuk mendorong ekspor dan melihat seluruh Undang-Undang dan policy yang ada agar makin efisien dalam melayani pelaku usaha maupun peningkatan daya kompetisi dalam rangka mendorong ekspor lebih tinggi.

“Kita juga akan melakukan policy belanja untuk kementerian lain. Semuanya dalam rangka mendukung strategi Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan untuk membuat perekonomian kita kompetitif dan sehat,” harap Menkeu.

Sebagai informasi, tren ekspor dan impor kendaraan bermotor Indonesia menunjukkan angka yang membaik dalam lima tahun terakhir. Pada 2014, ekspor tercatat sebesar 51,57 persen dan impor sebesar 48,43 persen. Pada 2015, ekspor mencapai 55,40 persen dan impor sebesar 44,60 persen. Selanjutnya, pada 2016 ekspor sebesar 61,40 persen dan impor sebesar 38,60 persen. Pada 2017, ekspor tercatat sebesar 53,16 persen dan impor sebesar 46,84 persen. Pada 2018, ekspor tercatat mencapai 63,56 persen dan impor sebesar 36,44 persen.

Tampak hadir dalam kesempatan Launching Simplifikasi Ekspor Kendaraan Bermotor dalam Bentuk Jadi (CBU) itu Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, dan Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi,. (Ekon/Humas Kemenkeu/ES)

 

Berita Terbaru