Dwelling Time Dan Daya Saing Ekonomi
Oleh: Eddy Cahyono Sugiarto, Staf Pada Kantor Kepala Staf Kepresidenan
Pembangunan sistem logistik yang efisien diproyeksikan akan menjadi kata kunci dalam meningkatkan daya saing ekonomi bagi suatu bangsa, utamanya dalam memenangkan persaingan dalam perdagangan global.
Sistem logistik yang efisien memiliki peran strategis dalam mensinkronkan dan menyelaraskan kemajuan antar sektor ekonomi, antar wilayah, yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif, menjaga kedaulatan dan ketahanan ekonomi nasional (national economic authority and security).
Perbaikan manajemen sistem logistik semakin diperlukan dalam era integrasi pasar ASEAN dan perdagangan global, yang menjadikan semakin tingginya mobilitas perdagangan barang melalui ekspor impor.
Demikian pula aktivitas perdagangan di lingkup kawasan ASEAN, berdasarkan prediksi Frost & Sullivan, pertumbuhan ekonomi perdagangan di negara ASEAN diproyeksikan rata-rata sebesar 7,9%, di mana ekspor memainkan peran yang lebih besar, di samping permintaan domestik.
Bagi Indonesia, peningkatan aktivitas ekonomi dan perdagangan tersebut sudah barang tentu perlu diikuti dengan perbaikan sistem logistiknya, mengingat masih tingginya biaya logistik di Indonesia, yang ditengarai menjadi penyebab titik lemah daya saing ekonomi nasional.
Seberapa efesien sistem logistik secara sederhana dapat diukur melalui Logistic Performance Index (LPI), yang mencerminkan tingkat efisiensi logistik di suatu negara, indeks kinerja logistik secara keseluruhan dapat dicermati dari setidaknya 6 (enam) indikator, yaitu: (1) bea cukai, (2) infrastruktur, (3) pengapalan internasional (international shipment), (4) kualitas dan kompetensi logistik, (5) pelacakan dan pencatatan (tracking and tracing), dan (6) ketepatan waktu (dwelling time).
LPI Indonesia masih menunjukkan kondisi yang belum kondusif dalam meningkatkan daya saing ekonomi, merujuk pada Laporan The Logistics Performance Index and Its Indicators oleh Word Bank tahun 2014, memposisikan Indonesia di urutan ke-53 dari 163 negara dan merupakan peringkat ke-5 di antara Negara-negara ASEAN.
Hal tersebut sejatinya menunjukkan masih rendahnya daya saing ekonomi karena biaya logistik di Indonesia masih sangat mahal, bahkan menjadi yang paling mahal di ASEAN. Biaya logistik yang mahal ini jelas tidak efisien dan karena itu menjadikan industri di dalam negeri tidak memiliki daya saing.
Sebuah survei yang dilakukan oleh Bank Dunia mendapati bahwa pembeli dari luar negeri tidak terlalu memperhatikan harga produk dari Indonesia. Sebaliknya, perhatian terbesar mereka adalah ketepatan waktu (pengiriman)/dwelling time dan keterandalan (standar dan pengendalian kualitas).
Perbaikan dwelling time strategi memperbaiki sistem logistik nasional
Perbaikan tata kelola sistem logistik nasional , utamanya dalam hal menurunkan dwelling time, akan menjadi isu strategis yang mengemuka dalam medio akhir-akhir ini. Pemerintahan Presiden Jokowi juga telah menjadikan penurunan dwelling time menjadi prioritas utama, agar berkorelasi dengan penurunan biaya logistik, yang saat ini masih berkisar 24,5 % terhadap PDB, dan diharapkan dapat ditekan menjadi 19% terhadap PDB.
Komitmen dan kerja keras seluruh pemangku kepentingan dibutuhkan dalam menurunkan dwelling time, dengan fokus kepada rangkaian penyederhanaan perizinan yang terkait dengan pelayanan kapal dan pelayanan barang (cargo handling).
Penyederhanaan perizinan pada pre-custom, custom clereance dan post custom perlu diurai satu persatu sehingga dapat dipetakan masalah utama yang menjadi konstribusi terbesar penyebab kelambanan dwelling time. Hal ini sangat diperlukan untuk dicarikan solusinya secara cepat guna menghindari saling menyalahkan antar instansi.
Kita tentunya berharap peningkatan kapabilitas koordinasi antar lembaga dan pemaksaan penerapan Indonesia National Single Window (INSW) perlu terus diupayakan, terutama dalam membangun sistem online yang terintegrasi.
Masing-masing instansi pemerintah diharapkan dapat mendukung secara optimal implementasinya dengan melakukan pembenahan regulasi masing-masing instansi, dengan menghilangkan ego sektoral guna menghilangkan tumpang tindih dan memangkas mata rantai birokrasi di pelabuhan.
Disisi lain, diperlukan adanya standard operation procedure (SOP) termasuk waktu penyelesaian perizinan barang kategori larangan pembatasan (lartas) oleh instansi terkait seperti Kemendag, Badan POM, Kementan maupun Badan Karantina yang terkoneksi dengan portal National Single Window (NSW).
Berbagai prioritas perbaikan tersebut di atas, diikuti dengan masifnya percepatan pembangunan infrastruktur transportasi yang mendukung sistem transportasi terpadu, diharapkan akan dapat memperpendek jarak transportasi peti kemas dari sentra-sentra produksi ke pelabuhan sehingga dapat memperlancar arus barang, menurunkan dwelling time sehingga dapat meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia.
Penurunan dwelling time diharapkan juga dapat menekan besarnya kerugian yang dialami Indonesia tiap tahun, yang mencapai 250 miliar dollar AS atau setara Rp 3.125 triliun.
Dengan penurunan dwelling time daya saing logistik nasional dan daya saing produk/jasa dapat terus ditingkatkan, perbaikan tata kelola sistem logistik nasional melalui penurunan dwelling time, diharapkan dapat mereduksi ekonomi biaya tinggi, menurunkan disparitas harga antara wilayah, pemerataan pembangunan dan secara agregat meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia. Semoga