Empat Arahan Presiden Jokowi pada Rakornas Penanggulangan Bencana Tahun 2021

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 3 Maret 2021
Kategori: Berita
Dibaca: 1.409 Kali

Presiden Jokowi saat memberi arahan pada Rakornas Penanggulangan Bencana Tahun 2021, Rabu (03/03/2021), di Istana Negara, Jakarta. (Foto: OJI/Humas)

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan, Indonesia adalah negara yang rawan terhadap bencana dan termasuk ke dalam 35 negara paling rawan risiko bencana di dunia. Hal tersebut disampaikannya saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Penanggulangan Bencana Tahun 2021, Rabu (03/03/2021) siang, di Istana Negara, Jakarta.

Presiden menegaskan, kunci utama dalam mengurangi risiko tersebut adalah pencegahan dan mitigasi bencana. Namun, hal tersebut bukan berarti bahwa aspek lain dalam manajemen kebencanaan menjadi tidak diperhatikan.

“Kita harus mempersiapkan diri dengan antisipasi yang betul-betul terencana dengan baik, detail. Jangan sampai kita hanya bersifat reaktif saat bencana terjadi,” tegasnya.

Lebih lanjut, pada Rakornas yang antara lain dihadiri seluruh jajaran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Gubernur, Bupati/Wali Kota, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) baik secara virtual maupun tatap muka tersebut, Kepala Negara menyampaikan sejumlah arahan terkait kebencanaan di Indonesia.

Pertama, Presiden meminta jajarannya untuk tidak hanya sibuk membuat aturan, tetapi juga memperhatikan pelaksanaan di lapangan terutama aspek pengendaliannya dan penegakan standar-standar.

“Misalnya, ini urusan yang berkaitan dengan gempa; standar bangunan tahan gempa, fasilitas umum dan fasilitas sosial. Hal seperti ini harus dikawal dalam pelaksanaannya, harus diikuti dengan audit ketahanan bangunan agar betul-betul sesuai dengan standar. Sehingga kalau terjadi lagi bencana di lokasi itu, di daerah itu, di provinsi itu, korban yang ada bisa diminimalisir,” terangnya.

Kepala Negara juga meminta agar segera dilakukan koreksi dan penguatan apabila ditemukan ketidaksesuaian di lapangan dengan standar-standar yang ada.

Kedua, Presiden menegaskan bahwa kebijakan untuk mengurangi risiko bencana harus terintegrasi dari hulu hingga ke hilir dan tidak boleh ada ego sektoral ataupun ego daerah.

“Semuanya saling mengisi, semuanya saling menutup. Tidak boleh ada yang merasa kalau ini bukan tugasnya, bukan tugas saya, bukan urusan saya. Hati-hati, ini bencana. Berbeda dengan hal-hal yang normal,” jelasnya.

Ketiga, Kepala Negara mengingatkan pentingnya manajemen tanggap darurat serta kemampuan melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi dengan cepat. Jajaran terkait diminta terus memperbaiki hal tersebut.

“Kecepatan itu yang dilihat oleh masyarakat mengenai rehabilitasi dan rekonstruksi. Jangan sudah ditunggu lebih dari satu tahun belum nongol apa yang sudah kita sampaikan, apa yang sudah kita janjikan,” ujarnya.

Kepala Negara juga mengingatkan bahwa sistem peringatan dini harus berfungsi dengan baik dan selalu dicek, sehingga dapat bekerja dengan cepat dan akurat. Respons terhadap peringatan dini tersebut juga harus cepat.

“Semua rencana kontingensi dan rencana operasi saat tanggap darurat harus dapat diimplementasikan dengan cepat. Dan sekali lagi, kecepatan adalah kunci menyelamatkan dan mengurangi jatuhnya korban,” tegasnya,

Terakhir, Presiden menginstruksikan jajarannya agar terus meningkatkan upaya edukasi dan literasi kepada masyarakat terkait dengan kebencanaan, dimulai dari lingkup terkecil yaitu keluarga.

“Lakukan simulasi bencana secara rutin di daerah-daerah yang rawan bencana, sehingga warga semakin siap menghadapi bencana yang ada,” tutup Presiden.

Mendampingi Presiden pada kegiatan tersebut antara lain Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, serta Kepala BNPB Doni Monardo. (FID/AIT/UN)

Berita Terbaru