Era Baru Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Bagian 4): Rencana Pembentukan Perwakilan LKPP di Daerah
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 bertujuan agar pengadaan barang/jasa Pemerintah yang dibiayai dengan Anggaran Pendapatan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBN/APBD) dapat dilaksanakan dengan lebih efektif dan efisien serta lebih mengutamakan penerapan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat, transparan, terbuka dan perlakuan yang adil bagi semua pihak. Dalam upaya mencapai tujuan dimaksud perlu adanya perencanaan, pengembangan dan penyusunan strategi, penentuan kebijakan serta aturan perundangan pengadaan barang/jasa Pemerintah yang sesuai dengan tuntutan dan perkembangan lingkungan internal maupun eksternal secara berkelanjutan, berkala, terpadu, terarah dan terkoordinasi yang dilakukan oleh Pemerintah.
Sebagai satu-satunya lembaga pemerintah yang mempunyai tugas untuk mengembangkan dan merumuskan kebijakan pengadaan barang/jasa Pemerintah, LKPP menjalankan fungsi pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa Pemerintah serta memberikan bimbingan teknis, advokasi, dan bantuan hukum kepada kementerian/lembaga/pemerintah daerah/instansi terkait pelaksanaan pengadaan barang/jasa Pemerintah.
Dalam pelaksanaan tugasnya, LKPP membantu sekitar 687 K/L/D/I di seluruh Indonesia[1] untuk melaksanakan pengadaan barang/jasa Pemerintah yang sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Mengingat banyaknya jumlah K/L/D/I yang harus dilayani oleh LKPP dan beragamnya masalah yang dikonsultasikan, membuat respon atas pertanyaan yang disampaikan K/L/D/I sedikit mengalami keterlambatan. Hal ini berdampak pada tahapan pelaksanaan pengadaan yang sedang dilakukan oleh K/L/D/I, mengingat K/L/D/I membutuhkan segera respon tersebut sebagai dasar hukum dalam melanjutkan atau tidak melanjutkan proses pengadaan yang sedang dilakukan pada saat itu.
Lambatnya respon LKPP tersebut memunculkan wacana untuk membentuk kantor perwakilan LKPP di daerah (tingkat regional) yang melingkupi beberapa wilayah, agar dalam hal pembuatan kebijakan pengadaan barang/jasa Pemerintah disesuaikan dengan keadaan wilayah dimaksud. Pembentukkan kantor daerah ini juga dalam upaya meringankan beban LKPP dalam mengaplikasikan tugas dan dan fungsinya, serta memudahkan dalam mensosialisasikan kebijakan-kebijakan pengadaan barang/jasa Pemerintah. Sebagai preseden, kebijakan yang sama untuk membentuk perwakilan di daerah bagi lembaga pemerintah dilakukan oleh Badan Kepegawaian Negara, Badan Pertanahan Nasional, dan Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan.
Secara formal pembentukan perwakilan lembaga pemerintahan di daerah harus diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur organisasi lembaga pemerintah dimaksud dan sejalan dengan PP Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, serta peraturan perundang-undangan mengenai pembagian tugas pusat dan daerah.
Wacana pembentukan perwakilan LKPP di daerah mengemuka dalam audiensi dengan Pusat Pengelolaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (P3BJ). Organisasi P3BJ sendiri dibentuk berdasarkan Peraturan Walikota Mataram Nomor 24 Tahun 2011 tentang Pembentukan Pusat Pengelolaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kota Mataram, yang ditetapkan tanggal 1 Desember 2011.
P3BJ diketuai oleh Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan, yang terdiri atas Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dan Unit Layanan Pengadaan (ULP), masing-masing dipimpin oleh Kepala Bagian Pengelolaan Data Elektronik dan Informatika dan Kepala Sub Bagian Pembangunan. Pada tahun 2013, P3BJ telah melakukan efisiensi pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemerintahan Kota Mataram yang dilakukan melalui e-procurement sebesar Rp.8.408.326.044,- atau sebesar 11,27% dari total pagu anggaran sebesar Rp74.609.279.298,-.
Banyak asa dibebankan kepada LKPP sebagai satu-satunya lembaga pemerintah yang bertanggung jawab dalam pengelolaan kebijakan dan pelaksanaan pengadan barang/jasa Pemerintah, sehingga sangat wajar besarnya harapan K/L/D/I mengenai kecepatan dan keakuratan pelayanan dari LKPP. Namun alasan ini tidak serta merta dapat digunakan untuk secara serampangan untuk membuat perwakilan LKPP di daerah.
Terhadap wacana pembentukan perwakilan LKPP di daerah, kiranya perlu ada pengkajian dan pertimbangan yang cermat dan seksama dari semua stakeholder terkait mengenai perlu tidaknya pembentukan perwakilan LKPP di daerah. Mengingat pembentukan perwakilan di daerah memerlukan sumber daya manusia dan dana yang cukup besar, hal ini dikhawatirkan dapat mengganggu fokus tugas dan fungsi LKPP sebagaimana dimaksud dalam Perpres Nomor 106 Tahun 2007.
Namun, wacana pembentukan perwakilan LKPP tersebut justru harus dijadikan cermin dan introspeksi bagi LKPP, agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada K/L/D/I, termasuk dalam kecepatan dan keakuratan merespon pertanyaan dan konsultasi dari pihak-pihak yang membutuhkan.