Evaluasi Kebijakan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Sosialisasi Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2019, 25 November 2018, di Palembang Sport and Convention Center (PSCC), Palembang

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 25 November 2018
Kategori: Sambutan
Dibaca: 3.037 Kali

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat siang,
Salam sejahtera bagi kita semuanya.

Yang saya hormati para menteri Kabinet Kerja;
Yang saya hormati Pak Gubernur Sumatra Selatan beserta Ibu;
Yang saya hormati para wali kota dan bupati yang hadir di siang hari ini;
Ibu dan Bapak sekalian para kades (kepala desa) yang siang hari ini hadir;
Yang saya hormati seluruh pendamping desa yang hadir;
Yang saya hormati para kader PAUD;
Yang saya hormati para kader posyandu, BPD, BUMDes, serta Ibu dan Bapak sekalian seluruh jajaran aparat Provinsi Sumatra Selatan dan kader-kader inovasi, Tim Pelaksana Inovasi Desa, polindes.

Baiklah Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati,}
Yang pertama yang ingin saya sampaikan memang pembangunan yang selama ini telah kita kerjakan dalam empat tahun ini memang orientasinya kita ubah, kita balik, pembangunan dimulai dari desa. Coba kita lihat, kenapa bisa dikatakan pembangunan dimulai dari desa. Pertama, karena saya orang desa. Yang kedua, coba lihat anggaran yang telah dikucurkan di seluruh tanah air, di seluruh Indonesia, tahun 2015: Rp20,7 triliun, 2016: Rp47 triliun, 2017: Rp60 triliun, 2018: Rp60 triliun, tahun depan Rp73 triliun. Jadi sampai tahun ini sudah Rp187 triliun kita gelontorkan ke desa-desa, sebanyak 74.000 desa yang ada di seluruh tanah air ini, 74.000 kurang lebih.

Apa yang kita inginkan dari pemberian Dana Desa ke desa-desa di seluruh tanah air? Yang pertama, kita ingin dananya harus tepat sasaran, tembakannya harus tepat, jangan sampai meleset. Apa yang kita bangun di desa? Infrastruktur iya, tahun pertama, kedua, ketiga, keempat infrastruktur. Baik berupa jalan, irigasi, jembatan, embung untuk pengairan, saluran irigasi. Tapi mulai ke sana harus mulai kita geser. Mulai dengan pemberdayaan ekonomi, mulai dengan inovasi-inovasi desa.

Sekarang infrastruktur dulu, kita bicara infrastruktur. Selama empat tahun ini telah dibangun jalan desa di seluruh tanah air lewat Dana Desa itu sebanyak 123.000 kilometer jalan desa. Posyandu, ada 11.500 yang telah dibangun dari Dana Desa. PAUD, 18.100 PAUD yang dibangun dari Dana Desa. Pasar desa, pasar kecil-kecil yang ada di desa itu juga penting, ada 6.500 pasar desa yang telah kita bangun. Jembatan, ada 791.000 meter jembatan yang telah dibangun di desa. Enggak apa-apa jembatan kecil-kecil tapi tanpa jembatan itu mobilitas barang, mobilitas orang di desa menjadi tidak cepat. Irigasi, 28.000 unit irigasi yang telah dibangun dari Dana Desa. Embung, 1.900 embung yang telah dibangun dari Dana Desa. BUMDes ada 26.000 BUMDes yang telah dibangun dari Dana Desa.

Artinya apa? Ada perputaran uang yang ada di desa, yang telah masuk desa/daerah ada Rp187 triliun selama empat tahun ini. Apa yang perlu digarisbawahi dari Dana Desa ini? Saya titip, dana itu sudah sampai ke desa, ada Rp700 (juta) mungkin sampai Rp3 miliar per desa, tergantung, memang ada hitung-hitungannya. Ada Rp187 triliun yang telah masuk ke desa. Apa yang perlu saya ingatkan? Satu, baik membuat jalan, membuat jembatan, membuat irigasi, embung, saya titip, mungkin juga PAUD, saya titip agar pembelian materialnya itu dilakukan di desa itu juga. Kalau di desa itu enggak ada, beli di paling jauh itu di kecamatan. Agar apa? Uang itu beredar terus di bawah, di desa, atau maksimal di kecamatan. Mungkin terpaut Rp1.000, enggak apa-apa tetap lebih mahal Rp1.000 enggak apa-apa tapi belinya di desa.

Misalnya membuat jembatan atau membuat jalan misalnya, pasir beli dari desa. Kalau enggak ada, lihat desa tetangga ada ndak. Enggak ada, tetangganya lagi ada ndak. Kalau ndak, baru beli di wilayah kecamatan. Beli batu, beli bata juga sama, beli di desa itu yang memiliki toko yang berjualan batu atau bata. Semen, beli juga di desa. Kalau di desa enggak ada yang jualan semen, beli di kecamatan, di wilayah dalam satu kecamatan.

Untuk apa? Sekali lagi, agar Rp187 triliun ini terus muter di bawah terus. Jangan biarkan uang itu kembali lagi ke Jakarta. Jangan biarkan uang ini kembali ke kota, hati-hati. Karena keinginan kita, semakin banyak perputaran uang yang ada di desa, kesejahteraan masyarakat desa insyaallah akan meningkat dengan pesat. Ini teori ekonomi. Ini teori ekonominya seperti itu.Ada yang menyampaikan ke saya, “Pak harganya di desa mahal Pak, saya harus beli ke kota.” “Mahal berapa sih?” “Terpaut Rp1.000.” “Rp1.000 saja, beli di desa itu.”

Jadi, selain material juga gunakan, misalnya untuk membuat jalan, untuk membuat jembatan, itu kan perlu tenaga kerja, gunakan tenaga kerja yang ada di desa itu, jangan cari kemana-mana. Kalau enggak ada ya cari di wilayah kecamatan, jangan keluar dari itu. Sehingga apa? Uang itu untuk membayar juga orang desa kita, membayar lagi orang desa kita, jadi uangnya muter di situ. Setelah dibayar, tenaga kerja yang bekerja tadi, beli juga ke warung di desa itu sehingga muter terus. Sekali lagi, uang itu harus muter terus di desa-desa.

Nanti akan kelihatan, kalau sudah itu bergerak dalam tiga, empat, lima tahun akan saya survei, penurunan kemiskinan berapa persen. Harusnya drastis, penurunan stunting atau kekerdilan berapa persen, gizi buruk hilang atau tidak hilang nanti akan kelihatan di situ.

Saya titip yang kedua, ini kepada seluruh kader PAUD, kader posyandu betul-betul dilihat betul di desa-desa kita, jangan sampai ada lagi yang namanya gizi buruk, jangan sampai ada lagi yang namanya stunting atau kerdil. Ini menyangkut sumber daya manusia kita ke depan, 20 tahun – 30 tahun kedepan. Kita ini harus bersaing dengan negara-negara lain, berkompetisi dengan negara-negara lain. Kalau tidak disiapkan dari sekarang, sangat berat. Kita harus ngomong apa adanya,sangat berat bersaing dengan negara-negara lain yang selalu terus meng-upgrade/memperbaiki SDM-nya. Kita tidak mau kalah bersaing dengan negara-negara lain. Setuju ndak? Kita harus memenangkan persaingan, memenangkan kompetisi, bersaing dengan negara-negara lain. Ini dunia ini sudah persaingannya sangat ketat sekali. Kembali saya titip, jangan sampai ada yang kena gizi buruk, jangan sampai ada yang kena stunting atau kekerdilan. Kalau ada, segera tangani secara cepat dan khusus diperhatikan betul. Ini penting sekali.

Yang kedua, yang berkaitan dengan Dana Desa lagi. Selain infrastruktur dana-dana itu bisa digunakan untuk membangun misalnya pariwisata di desa, pariwisata di desa. Sekarang banyak orang kota yang  ingin melihat desa lagi seperti apa. Saya berikan contoh program kreatif desa, program pariwisata desa. Ada yang namanya Desa Ponggok. Desa Ponggok ini punya umbul (mata air) kemudian dibangun, dijadikan tempat wisata untuk berenang, untuk menyelam. Hasilnya apa? Satu tahun bisa mendapatkan income Rp14 miliar. Ini menjadi kekuatan desa.

Tolong dilihat di Sumsel ini apa. Misalnya punya mata air yang besar, segera itu dilihat tempat lain yang telah membangun itu. Dikopi enggak apa-apa, daripada sulit-sulit dikopi saja sudah. Biayanya berapa, kopi. Setelah jadi barangnya produknya jadi, lakukan yang namanya marketing/pemasaran lewat online. Di Ponggok seperti itu, antri mau masuk saja. Ada juga desa di Nglanggeran, di Gunungkidul.

Di sini saya lihat banyak sekali desa-desa yang sangat indah, yang perlu disentuh sedikit-sedikit dengan Dana Desa sudah jadi produk yang bisa dipasarkan dengan baik, banyak sekali. Ini yang harus dilihat, unggulan desa itu apa. Kalau di situ bisa mendatangkan orang, menjadi tempat pariwisata artinya apa? Warung-warung akan buka, ada tukang parkir mendapatkan pekerjaan, ada income untuk desa. Kemana-mana, itu akan kemana-mana larinya.

Yang kedua Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati, di Sumsel ini memang ada dua problem besar yang harus diselesaikan bersama-sama, yaitu urusan yang berkaitan dengan karet, harga karet dan harga sawit. Benar? Urusan sawit, urusan CPO ini bukan urusan mudah. Sudah empat tahun ini kita mengurus yang namanya minyak sawit ini, karena kita dicegat di Uni Eropa, di sana alasannya banyak sekali. Tapi sebetulnya ini urusan bisnis, urusan jualan. Mereka juga jualan yang namanya minyak bunga matahari, kita jualan minyak kelapa sawit, sehingga masuk ke sana sekarang mulai dihambat-hambat. Saya sudah kirim tim berapa kali bolak-balik, bolak-balik. Agar apa? Agar sawit kita bisa diterima di sana sebanyak-banyaknya.

Awal tahun yang lalu saya juga ketemu Perdana Menteri dari Tiongkok. Saya minta Tiongkok membeli lebih banyak dari sekarang. Saya minta tambahan. Saya to the point saja ngomong-nya, minta agar produksi di sini bisa diserap sehingga harganya bisa naik. Ada tambahan 500.000 ton. 500.000 ton itu banyak sekali tapi ternyata juga belum mempengaruhi harga pasar secara baik. Kenapa seperti itu? Karena kita ingat, ini perlu saya sampaikan, kebun kelapa sawit di seluruh Indonesia ini sudah berada pada posisi yang sangat besar sekali.

Kita ini sudah nomor satu di dunia. Keluasannya ada 13 juta hektare kelapa sawit, baik yang ada di Sumatra, di Kalimantan, di Papua juga ada, di Jawa juga ada. 13 juta hektare kebun kelapa sawit kita. Produksinya setiap tahun 42 juta ton, bayangkan 42 juta ton. Itu kalau dinaikkan truk berarti kurang lebih sepuluh juta truk mengangkut itu. Ya untuk bayangan betapa gede sekali jumlah ini, gede sekali. Kita sekarang ini bersaing dengan Malaysia, bersaing dengan Thailand, tapi kita tetap yang terbesar. Oleh sebab itu, mengendalikan ini tidak mudah. Ini perdagangan internasional, ini perdagangan global, enggak bisa kita mempengaruhi mereka, enggak bisa, enggak semudah itu.

Oleh sebab itu, di dalam negeri kemarin sudah tiga bulan ini, saya sudah perintahkan untuk dipakai campuran solar, namanya B20. Ini nanti kalau berhasil mungkin akan bisa menaikkan… Kita enggak impor minyak, minyak kelapa sawit bisa dipakai untuk mengganti produksi menjadi B20. Kalau ini berhasil, nah ini akan mulai kelihatan. Tapi ini butuh waktu kurang lebih setahun, dari tiga bulan yang lalu. Masih butuh waktu. Bukan hal yang mudah. Sekali lagi, 42 juta ton itu kalau dinaikkan truk yang kecil itu, truk kecil kan empat ton kan, itu sepuluh juta truk berarti. Gede sekali, produksi kita itu gede sekali. Kita ini masih menunggu keberhasilan B20. Kalau B20 berhasil harganya pasti akan otomatis, karena disedot oleh permintaan dalam negeri.

Yang kedua, yang berkaitan dengan karet. Sama saja, karet itu juga komoditas internasional, komoditas global yang tidak bisa kita pengaruhi dengan cara-cara kebijakan pemerintah yang tidak mudah. Oleh sebab itu, sebulan yang lalu saya perintahkan kepada Pak Menteri PU, Pak Basuki, “Pak Menteri, sekarang pengaspalan jalan harus pakai karet.” Ini sebentar lagi yang di Sumsel ini kita akan beli langsung dari petani, dari koperasi untuk beli getah karetnya. Dibeli langsung oleh Menteri PU, Kementerian PU. Harganya, sekarang harganya berapa sih? Rp6.000? Saya dengar Rp6.000-an ya? Benar ya? Rp6.000. Ini mau dibeli oleh Pak Menteri PU kira-kira Rp7.500 sampai Rp8.000. Sebentar lagi akan dimulai.

Tidak mudah Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara sekalian menyelesaikan hal-hal seperti ini karena menyangkut produksi yang sangat besar. Tapi kita sudah berusaha amat sangat menyelesaikan hal ini. Kita kirim tim ke Uni Eropa, kirim tim ke Tiongkok, berapa kali itu, tim ke India. Pembeli besar kita itu Uni Eropa, yang kedua India, yang gede-gede, yang ketiga China/Tiongkok, pembeli terbesar kita. Yang lainnya belinya juga kecil-kecil saja. Inilah problem yang ingin saya sampaikan apa adanya. Tapi pemerintah, tadi saya sampaikan karet dipakai campuran aspal, sawit dipakai untuk campuran nanti B20. Ini B20 sudah berjalan tapi belum maksimal. Saya kira maksimal setahun nanti baru kelihatan nanti hasilnya.

Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati,
Saya ingin bertanya apakah dalam pelaksanaan pertanggungjawaban atau laporan Dana Desa ini masih dianggap sulit?

Silakan Pak Kades dikenalkan. Nama, dari…

(Dialog Presiden Republik Indonesia dengan Perwakilan Kepala Desa dan Pendamping Desa)

Herian (Kepala Desa Serijabo, Kecamatan Sungai Pinang, Kabupaten Ogan Ilir)
Nama saya Herian dari Kabupaten Ogan Ilir.

(Herian menceritakan pada tahun 2017 laporan penggunaan Dana Desa itu terdiri dari dua tahap, kemudian di tahun 2018 menjadi tiga tahap sehingga para kepala desa beserta timnya harus membuat laporan tiga kali. Laporan yang dibuat ada dua jenis, yaitu satu manual dan kedua melalui Sistem Siskeudes. Herian menginginkan agar laporan tersebut disederhanakan)

Presiden Republik Indonesia
Ya, oke. Ini urusannya, karena memang urusannya bukan hanya di Kementerian Keuangan, bukan hanya di BPK tapi juga ini urusan aturan undang-undang yang harus diikuti. Memang undang-undang kita ruwet, bertele-tele. Padahal undang-undang ini yang membuat kita sendiri, kita buat-buat sendiri, kita pusing-pusing sendiri. Saya sudah minta kemarin kepada menteri-menteri sudahlah jangan banyak membuat undang-undang, enggak nambahi cepat, enggak nambahi kita gesit, enggak nambahi kita lincah, enggak nambahi kita fleksibel, paling nambahi kita pusing semuanya.

Sama saya kira di kabupaten, di kota, di provinsi saya juga titip enggak usah buat perda banyak-banyak. Buat saja satu – dua cukup tapi yang kualitasnya baik. Karena membuat perda ini ya orientasinya saya tahu. Tahu kan? Membuat perda itu orientasinya kemana tahu kan? Supaya banyak kunker. Benar? Ada uang. Ini Pak Ketua DPRD ada ndak? Enggak ada? Saya mau tanya, sekarang produksi perda berapa per tahun. Kebanyakan, undang-undang juga kebanyakan. Setelah jadi, antara undang-undang dengan undang-undang yang lain tumpang tindih, tidak sinkron. Banyak sekali saya lihat seperti itu.

Saya nanti 2019 saya akan luangkan waktu enam bulan untuk menyelesaikan hal-hal yang seperti ini. Karena sekarang ini dalam kompetisi dunia, bukan negara yang kuat mengalahkan negara yang lemah, bukan negara besar mengalahkan yang kecil tapi negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lambat, negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lamban. Kalau kita mau memutuskan sesuatu, “Pak hati-hati, Pak, itu trabas undang-undang Pak, itu hati-hati,” ya kapan saya mau putuskan. Itulah kesulitan kita.

Kalau Pak Kades mau tahu, Menteri Keuangan sudah saya perintahkan, ada 43 laporan, tidak hanya urusan Dana Desa, semuanya 43 laporan yang harus diberikan dari daerah ke pusat. Itu enggak tahu berapa tumpuk 43 laporan itu. Itu baru regulasinya, belum anaknya. Itu ada anak cucu regulasi. Ada 122 itu anak cucunya. Coba bayangkan, berhari-hari kita hanya mengurusi SPJ, dari pagi sampai malam mengurus SPJ saja. Enggak kerja, hanya urusan SPJ, espeja-espeje saja urusannya.

Saya itu kalau melihat malam, di Dinas PU saya lihat, di sekolah saya lihat, kadis dikbud kita lihat, ini kok sampai malam-malam saja. Aduh saya senang ini kok rajin-rajin ini, sampai malam-malam. Saya tengok, “ini pada ngerjain apa sih  Pak-Bu?” “Pak, merampungkan SPJ.” Harusnya yang namanya guru, kepala sekolah itu konsentrasinya kepada kegiatan belajar mengajar, bukan mengurusi SPJ malahan sampai tengah malam.

Ayo Pak, dikenalkan.

(Dialog Presiden Republik Indonesia dengan Perwakilan Kepala Desa dan Pendamping Desa)

Roli Lahardi (Pendamping Dana Desa di Kecamatan Muara Padang, Kabupatan Banyuasin)
Nama saya Roli Lahardi, dari Desa Tirta Mulya, Kecamatan Muara Sugihan, Kabupaten Banyuasin.

(Roli Lahardi menceritakan kesulitan menjadi pendamping Dana Desa di Kecamatan Muara Padang adalah karena medan desa dampingan yang sulit, harus melalui jalan yang becek. Kerja sama dengan kepala desa setempat berjalan dengan baik dan tidak terdapat kendala. )

Presiden Republik Indonesia
Oke. Begini, ini kan Dana Desa ini setiap tahun kita tambah, kita tambah, kita tambah terus. Kalau memang penggunaannya fokus dan tepat sasaran kita akan tambah terus yang namanya Dana Desa ini, terus. Ya, yang dilanjutkan Dana Desa-nya itu. Itu lanjutkan, benar. Jadi begini, saya kemarin sudah perintahkan ke Pak Menteri Desa, tahun depan kita akan mulai kirim, mulai kirim yang berkaitan dengan Dana Desa ini. Baik nanti pendamping, baik itu kepala desa akan kita kirim melihat manajemen negara lain itu seperti apa. Enggak tahu, bisa tiga bulan, bisa enam bulan. Orang kita ini pintar-pintar kalau fotokopi. Datang ke sebuah negara, lho kok negara ini maju sekali kenapa, kita lihat kesana enam bulan. Lihat, di sana dapat, kita ikut pelatihan, dilihat, nanti pulang saya pastikan lebih baik dari yang dilihat di sana.

Sama seperti Jepang, Korea Selatan, itu juga sama, ada kereta api baru di Jerman, dilihat-lihat, lihat-lihat, pulang, membuat kereta api. Dulu-dulunya seperti itu. Kita juga sama, kita ingin jangan kita itu hanya melihat di sini saja sehingga inovasi kita tidak bisa melompat lebih tinggi. Biar tahu bahwa teknologi, inovasi itu sudah berkembang sangat jauh sekali di negara-negara lain, baik yang berkaitan dengan artificial intelligence, yang berkaitan dengan internet of things, yang berkaitan dengan virtual reality, yang berkaitan dengan 3D printing, kita harus lihat. Coba, buat rumah sekarang ini, bukan belum ya, buat rumah hanya dalam waktu 24 jam, coba. Saya juga kaget tapi ya memang sudah ada. Enggak pakai berbulan-bulan, apa lagi tahun, 24 jam selesai dengan proses 3D printing. Ini kita harus mengerti, kita harus lihat sehingga  jangan sampai ketinggalan gara-gara kita enggak mengerti, enggak lihat mengenai ini.

Oke. Terima kasih Pak Kades. Terima kasih.

Ini kan nanti yang untuk kota, untuk kota mulai tahun depan juga ada Dana Kelurahan. Itu tolong juga penggunaannya sama. Di kota banyak yang lebih tidak baik daripada di desa, banyak kampung-kampungnya. Ya gunakan untuk drainase, gunakan untuk jalan yang ada di kampung-kampung, yang ada di kota. Dana Kelurahan kita arahkan ke sana. Karena kemiskinan di kota dan di desa itu ada semuanya, gizi buruk tidak hanya di desa tapi di kota juga ada sehingga kenapa muncul yang namanya Dana Kelurahan.

Saya rasa itu Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati, yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Sekali lagi, marilah kita gunakan Dana Desa ini untuk memajukan daerah kita, memperbaiki hal-hal yang kurang yang ada di desa kita sehingga negara ini akan menuju ke sebuah negara yang maju, bisa berkompetisi dengan negara lain, bisa bersaing dengan negara-negara lain.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan.

Terima kasih.
Saya tutup.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru