Exit Strategi Membalik Perlambatan Ekonomi

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 27 Juni 2015
Kategori: Opini
Dibaca: 24.464 Kali

Edi COleh: Eddy Cahyono Sugiarto*)

Kondisi perekonomian global yang masih belum menentu  tampaknya akan menjadi  isu strategis yang perlu diantisipasi, dengan melakukan langkah terobosan guna membalik pelambatan pertumbuhan ekonomi, utamanya dengan mengelola resiko ketidakpastian.

Ketidakpastian rencana kenaikan suku bunga bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), yang kemungkinan pada September 2015, serta perekonomian Yunani yang terus mengalami tekanan,  akibat belum adanya  titik temu  utang Yunani dengan Uni Eropa, berpotensi memunculkan ancaman gejolak perekonomian global.

Perkembangan perekonomian global tersebut  dampaknya telah mempengaruhi proyeksi pertumbuhan ekonomi. Tiongkok  sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonominya. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap Indonesia sebagai mitra dagang utama Tiongkok.

Indikatornya dapat dicermati dari merosotnya nilai ekspor Indonesia sepanjang Sepanjang lima bulan terakhir, yang turun sebesar 12 persen menjadi 64,83 miliar dollar AS. Bahkan sepanjang Mei saja, nilai ekspor Indonesia turun 4 persen menjadi 12,56 miliar dollar AS.

Meskipun terdapat surplus neraca perdagangan secara akumulatif Januari-Mei 2015 sebesar 3,75 miliar dollar AS, namun surplus ini lebih disebabkan penurunan yang lebih tajam dari impor dibandingkan penurunan ekspor. Impor bahan baku dan barang modal Januari-Mei 2015 turun sebesar 18,91% dan 14,62% dibandingkan dengan tahun lalu.

Gejala pelambatan pertumbuhan ekonomi juga telah mendorong Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global, menjadi 2,8%.  Indonesia juga telah merevisi angka asumsi pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN 2016, dari sebelumnya pada kisaran 5,8 – 6,2 persen menjadi 5,5-6,0 persen.

Berbagai  dinamika ekonomi global yang memiliki interdependensi diyakini akan sangat mewarnai pilihan exit strategi kebijakan guna memastikan bergeraknya mesin pertumbuhan ekonomi, demikian pula dengan Indonesia, perlu memastikan pilihan exit strategi yang ditempuh agar dapat menjamin tetap bergeraknya mesin pertumbuhan ekonomi  ditengah pelambatan global.

 Exit strategi : Memacu pembangun infrastruktur

Dalam kondisi ekonomi global yang masih belum menentu diperlukan langkah mitigasi sebagai exit strategi agar dapat menopang pertumbuhan ekonomi, percepatan pembangunan infrastruktur salah satu solusinya,  karena memiliki efek turunan dalam menggerakkan berkembangnya investasi dan penciptaan lapangan kerja.

Komitmen pemerintah dalam memacu berbagai pembangunan infrastruktur pada berbagai wilayah diharapkan dapat menjadi pengungkit bergeraknya sektor-sektor ekonomi produktif, menurunkan disparitas harga, memeratakan pembangunan dan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi.

Berbagai percepatan pembangunan proyek infrastruktur, seperti proyek listrik 35.000 MW PLTA Jatigede (2 x 55 MW), PLTU Pangkalan Susu unit III dan IV Sumut (2 x 220 MW), PLTU Takalar, Sulawesi Selatan (2 x 100 MW) serta percepatan pembangunan jalan tol trans Sumatera dan trans Jawa diyakini dapat menjamin tumbuhnya pusat pertumbuhan ekonomi baru.

Pusat pertumbuhan ekonomi baru diharapkan akan bermunculan dengan dibangunnya Jalan Tol Trans Sumatera sepanjang 2.818 kilometer yang dimulai dari pelabuhan Bakauheni (Kabupaten Lampung Selatan), serta percepatan pembangunan 9 ruas prioritas jalan Tol Trans Jawa, yang menghubungkan Jakarta hingga Surabaya sepanjang 615 km, yang ditargetkan akan selesai di 2018.

Percepatan berbagai pembangunan infrastruktur tersebut secara ekonomi akan mempengaruhi marginal productivity of private capital, sedangkan dalam konteks ekonomi mikro, ketersediaan jasa pelayanan infrastruktur berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi.

Percepatan investasi infrastruktur seyogyanya mendapatkan fokus perhatian prioritas dari para pelaksana K/L, pemda serta masyarakat dalam mendukung percepatan pembebasan lahan yang dibutuhkan, hal ini penting mengingat signifikannya  tingkat pengembalian investasi infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi (60 persen).

Studi dari World Bank (1994) menunjukkan elastisitas produk domestik bruto (PDB) terhadap infrastruktur di suatu negara adalah antara 0,07 sampai dengan 0,44. Hal ini berarti dengan kenaikan 1 (satu) persen saja ketersediaan infrastruktur akan menyebabkan pertumbuhan PDB sebesar 7 persen sampai 44 persen.

Peran vital infrastruktur dalam mendorong pertumbuhan ekonomi telah dibuktikan oleh kesuksesan berbagai program ekonomi yang bertumpu pada infrastruktur, diantaranya program New Deal oleh Presiden Roosevelt, pada saat resesi di Amerika Serikat tahun 1933, yang dengan meningkatkan pembangunan infrastruktur secara signifikan,  telah memberikan dampak positif meningkatkan ekonomi dan lebih 6 juta penduduk dapat bekerja kembali.

Pembangunan infrastruktur  yang masif memiliki daya yang kuat untuk menggerakkan ekonomi. Melalui proyek-proyek infrastruktur terjadi perputaran uang, penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar, serta penggarapan yang melibatkan banyak perusahaan. Hasilnya adalah modernisasi, kesetaraan pembangunan, dan stabilitas.

Pembangunan infrastruktur menjanjikan pertumbuhan ekonomi sekaligus daya saing yang positif. Pembenahan infrastruktur di saat kondisi ekonomi global yang kurang menguntungkan harus mendapat sambutan positif. Dampak dari pembenahan infrastruktur juga bisa dirasakan langsung oleh masyarakat sehingga dapat kembali menggairahkan perekonomian.

Memacu pembangunan infrastruktur merupakan pilihan tepat ditengah rendahnya  daya saing global infrastruktur Indonesia, pada posisi ke 61 atau salah satu yang terburuk di lingkup ASEAN. Percepatan pembangunan infrastruktur diharapkan dapat meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat global.

Oleh karena itu momentum bergeraknya pembangunan infrastruktur  di Indonesia perlu terus dikendalikan dan dikawal implementasinya,  dengan fokus mengurai hambatan utama seperti kelancaran perizinan di tingkat pemda  hingga pembebasan lahan.

Penegakan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan lahan bagi pembangunan untuk kepentingan umum dipastikan harus dapat berjalan di lapangan, sehingga perlu didorong optimalisasi pengendalian  guna mengurai sumbatan serta mendorong sinergitas K/L dalam menangani permasalahan yang tidak dapat diselesaikan oleh kementerian teknis.

Dengan meningkat tajamnya anggaran pembangunan infrastruktur pada tahun 2015 diharapkan K/L pusat dan daerah dapat lebih memacu langkah-langkah persiapan yang matang mulai feasibility-study, mekanisme lelang, land-clearing, serta aspek-aspek teknis lainnya.

Kita tentunya berharap dengan meningkat tajamnya anggaran pembangunan infrastruktur serta momentum masifnya pembangunan berbagai infrastruktur,  dapat terus diikuti dengan sinkronisasi kebijakan dari level paling atas hingga ke bawah, sehingga mempercepat penyelesaian berbagai pembangunan infrastuktur guna berkonstribusi dalam tetap menjamin pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Semoga

*) Tenaga Profesional pada Kantor Staf Presiden RI

Opini Terbaru