Gugat Embargo AS, SBY Dukung Industri Kelapa Sawit
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), di Hotel Park Hyat, pada Rabu (24/9) pukul 20.00 waktu setempat mengakhiri rangkaian kunjungan luar negeri terakhirnya di New York, Amerika Serikat (AS), dengan menghadiri acara Sustainable Indonesia yang diprakarsai Kamar Dagang dan Industri (KADIN) dan perusahaan-perusahaan Indonesia yang bergerak di bidang-bidang terkait hutan dan lahan.
Dalam acara yang diikuti oleh wakil masyarakat sipil, pelaku bisnis dan pejabat pemerintah dari Indonesia dan AS itu, Presiden SBY berbicara cukup panjang mengenai industri kelapa sawit Indonesia yang sempat diembargo oleh sejumlah negara, termasuk AS, dengan alasan industri ini merusak lingkungan.
Presiden SBY mengajak semua pihak untuk berani menjelaskan kepada dunia bahwa Industri minyak kelapa sawit Indonesia tidak berdampak pada perusakan lingkungan. Ia mengajak LSM pemantau lingkungan Greenpeace untuk bekerja sama dengan industri minyak kelapa sawit membuktikan kotribusi perusakan lingkungan oleh industri ini.
“Jika ada sesuatu yang cacat, berikan kritik. Namun, setelah hal-hal yang diselesaikan, dan itu jelas bahwa kelapa sawit tidak merusak lingkungan, Anda harus memiliki keberanian untuk mengatakan kepada dunia bahwa minyak sawit Indonesia tidak merusak lingkungan,” tegas SBY.
Menurut Presiden SBY, industri minyak kelapa sawit memiliki peran yang krusial bagi ekonomi nasional, penciptaan lapangan pekerjaan, program pemberantasan kemiskinan, dan pembangunan pedesaan.
Ia menyebutkan, ada 26 juta ton minyak sawit yang dihasilkan dari 9 juta hektar perkebunan sawit di Indonesia, dimana hampir separuhnya (45%) dimiliki produsen skala kecil. Selain itu, ada 4 juta orang yang bekerja di industri minyak sawit yang secara tidak langsung mendukung 12 juta orang dan keluarga mereka, dengan pendapatan sekitar 16-23 dollar AS per hari atau dua kali lipat dari rata-rata pendapatan di sektor pertanian.
Sementara dengan proporsi 96 perkebunan kelapa sawit dan pabrik minyak sawit ada di daerah pedesaan, lanjut SBY, industri ini telah merangsang pertumbuhan ekonomi lokal, dan menjadi penopang pembangunan di pulau-pulau terluar di Indonesia.
Saya senang bahwa ada masa depan yang cerah bagi industri kelapa sawit. Namun demikian, itu bukan tanpa tantangan, kata Presiden SBY seraya menyebut lima tantangan yang dihadapi Indonesia sebagai produsen sawit terbesar di dunia.
Kelima tantangan itu, sebut SBY, yaitu mulai dari stabilitas harga, batasan dan hambatan perdagangan, isu lingkungan hidup, isu lokal, dan tantangan dari pemerintahan.
Mengingat kompleks masalah yang dihadapi itu, menurut Presiden SBY, pemerintah perlu kemitraan dengan sektor swasta, masyarakat setempat, kelompok masyarakat sipil, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya dalam pengelolaan sumber daya hutan Untuk maju, kita harus berhenti untuk menempatkan jari pada satu sama lain, ujarnya.
Presiden meyakini, selain mencari keuntungan, industri sawit juga memiliki tanggung jawab untuk kemajuan lingkungan, baik ekonomi, sosial, atau lingkungan hidup.
Terakhir, Presiden mengharapkan suksesnya implementasi Deklarasi New York di bidang Kehutanan dan Palm Oil Pledge dan mengharapkan pertambahan jumlah partisipan yang ikut menyatakan komitmennya.
Tampak hadir dalam acara tersebut antara lain Menko Perekonomian Chairul Tanjung, Menko Polhukam Djoko Suyanto,, Menlu Marty Natalegawa, Mensesneg Sudi Silalahi, Sekretaris Kabinet Dipo Alam, dan para pejabat lainnya.
(GMD/ES)