Hadapi Covid-19, Gubernur Bali: Desa Adat Untuk Kendalikan Pergerakan Masyarakat

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 12 Mei 2020
Kategori: Berita
Dibaca: 1.215 Kali

Gubernur Bali saat memberikan keterangan Pers, Selasa (12/5). (Foto: Humas/Agung).

Gubernur Bali, I Wayan Koster, menyampaikan bahwa Desa Adat dijadikan sebagai satu andalan utama untuk mengendalikan pergerakan masyarakat di wilayah masing-masing.

“Dalam kaitan dengan penanganan Covid-19 di Provinsi Bali sejak kasus ini muncul pada tanggal 10 Maret, maka kami langsung membuat suatu pola penanganan dalam bentuk kebijakan, kemudian operasional kebijakan, dan juga operasional di tingkat lapangan ” ujar Gubernur Bali saat memberikan keterangan Pers, Selasa (12/5).

Jadi, menurut Gubernur Bali, ada 3 level pelaksanaan penanganan Covid-19 di Provinsi Bali, yakni:

Satu, di tingkat provinsi adalah menurunkan suatu atau mengeluarkan suatu kebijakan berupa surat edaran, imbauan dan instruksi mendetailkan arahan dari Presiden.

Kedua, di tingkat kabupaten merupakan manajemen untuk mengkoordinasi pelaksanaan penanganan operasional Covid-19 di wilayah kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bali. 

Ketiga, di level ini menerapkan kebijakan di wilayah desa adat dengan membentuk satgas gotong royong yang melibatkan unsur-unsur desa dinas, kelurahan, babinsa, dan bhabinkamtibmas serta berbagai elemen yang ada di masyarakat.

Jadi leading-nya di wilayah desa adat ini adalah desa adat itu sendiri karena desa adat memiliki suatu kearifan lokal dengan hukum adatnya yang bisa mengikat lebih kuat masyarakatnya di wilayah desa adat masing-masing yang ada di Provinsi Bali. Dan di Provinsi Bali itu ada 1.493 desa adat,” kata Gubernur Bali.

Desa Adat inilah, menurut Gubernur Bali, yang diadikan sebagai satu andalan utama untuk mengendalikan pergerakan masyarakat di wilayah masing-masing agar tidak keluar atau tidak kedatangan orang luar masuk ke wilayahnya dengan melakukan pengontrolan secara ketat.

“Kecuali memang ada kepentingan-kepentingan yang sifatnya mendesak. Sehingga dengan demikian pergerakan warga di desa adat itu betul-betul dapat dikontrol,” kata Gubernur Bali.

Lebih lanjut, Gubernur Bali sampaikan karena desa adat memiliki hukum adat, maka pengendaliannya ini warganya itu menjadi sangat tertib dan disiplin dan sejauh ini berjalan dengan sangat baik.

Di samping itu juga, Gubernur Bali sampaikam kelebihannya desa adat adalah selain upaya-upaya biasa yang sifatnya terlihat, di desa ini juga ada satu keyakinan dengan ritual agama yang diselenggarakan yang dinamakan dengan kegiatan dalam bentuk Niskala, suatu ritual adat keagamaan yang menjadi keyakinan masyarakat di Bali.

“Ketika ada wabah seperti ini, itu memang ada warisan dari para leluhur yang bisa dijadikan suatu pedoman untuk melaksanakan itu secara ritual. Ini menjadi satu warisan yang sangat penting karena para leluhur kami mengajarkan dari dulu bahwa kalau ada wabah itu ada cara sendiri untuk menanganinya secara ritual,” tandas Wayan Koster.

Pada kesempatan itu, Gubernur Bali juga sampaikan sudah mulai menyiapkan fasilitas kesehatan yang baik dengan jumlah dan kualitas yang memadai.

“Pertama adalah rumah sakit rujukannya itu ada 13 dengan 392 tempat tidur, lengkap dengan ruang isolasi, kemudian tenaga medis yang kompeten, peralatan penanganan Covid-19 dalam bentuk APD, rapid test, ventilator, masker dan lain-lain yang sangat memadai dan banyak dibantu oleh Ketua Gugus Tugas,” katanya.

Ia juga sampaikan terus meningkatkan kualitas layanan dengan menyiapkan laboratorium uji swab berbasis PCR, yaitu di Rumah Sakit Umum Sanglah, Rumah Sakit PTN Udayana, dan Fakultas Kedokteran Universitas Warmadewa.

Dulu di awal-awal kami sulit melakukan uji swab karena harus ke Jakarta atau ke Surabaya, waktunya lama. Maka dengan adanya 3 laboratorium ini sekarang uji swab bisa dilaksanakan dengan cepat dalam jumlah yang banyak. Dan paling lama 24 jam hasilnya sudah keluar dengan kapasitas uji 490 spesimen sampel,” imbuhnya.

Gubernur Bali juga sampaikan telah memberikan pelayanan yang baik kepada petugas medis dengan menyediakan hotel dan sarana transportasi, sehingga para tenaga medis ini betul-betul bisa bekerja dengan optimal dengan kondisi yang prima, tidak bolak-balik jauh dari kediamannya menuju tempat bertugasnya.

“Kami memetakan bahwa pasien positif Covid-19 di Provinsi Bali sebagian besar adalah karena adanya PMI (pekerja migran Indonesia) atau anak buah kapal (ABK) dari orang Bali yang bekerja di luar negeri,” tandas Wayan Koster.

Itu, menurut Gubernur Bali, sekitar 154.000 warga Bali yang ada di luar negeri, bekerja sebagai (kru) kapal pesiar, sebagian beberapa di antaranya pekerja lain, yang pulang setelah cek di lapangan inilah yang banyak positif menularkan kepada warganya dan juga kepada lingkungan-lingkungan yang lebih luas, apalagi keluarga dalam satu rumah tangga, langsung kena.

Oleh karena itu kami melakukan upaya pengendalian, PMI dan ABK ini yaitu semuanya kami karantina dengan melakukan rapid test. Dulu rapid test, sekarang sudah di swab. Jadi semua PMI dan ABK kami karantina,” sambungnya.

Yang negatif, menurut Gubernur Bali, dikarantina oleh kabupaten/kota di hotel atau difasilitas yang dimiliki oleh pemerintah daerah, sedangkan PMI dan ABK yang positif, kalau positifnya orangnya sehat itu kami karantina di fasilitas yang baik ditanggung penuh oleh pemerintah provinsi.

“Kemudian kalau positifnya dengan gejala langsung dibawa ke rumah sakit mendapat penanganan yang intensif. Sehingga dengan demikian pembagian tugasnya jelas,” jelasnya.

Untuk yang positif itu, menurut Gubernur Bali, dikarantina oleh provinsi, yang negatif itu dikarantina oleh kabupaten/kota selama 2 minggu.

“Dan saat ini kami perketat lagi, baru bisa dipulangkan ke rumahnya kalau sudah mengalami uji swab dua kali hasil negatif,” pungkas Gubernur Bali. (FID/EN)

Berita Terbaru