Hanya 42 Persen Produk Penuhi SNI, Presiden Jokowi: Ini Ada Yang Keliru, Yang Harus Diperbaiki

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 21 Maret 2017
Kategori: Berita
Dibaca: 17.634 Kali
Presiden Jokowi memimpin rapat terbatas tentang perlindungan konsumen, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (21/3) siang. (Foto: JAY/Humas)

Presiden Jokowi memimpin rapat terbatas tentang perlindungan konsumen, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (21/3) siang. (Foto: JAY/Humas)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengemukakan, berdasarkan laporan yang diterimanya Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) Indonesia tahun 2016 masih rendah, yaitu 30,86 persen, atau baru sampai pada level paham, dibandingkan dengan IKK Eropa yang sudah mencapai 51,31 persen.

Sementara terkait perilaku pengaduan konsumen, Presiden juga menilai masih rendah. “Secara rata-rata hanya 4, 1 pengaduan konsumen yang diterima dari 1 juta penduduk Indonesia. Sementara Korea 64 pengaduan konsumen terjadi di setiap 1 juta penduduk,” kata Presiden Jokowi dalam pengantarnya pada rapat terbatas tentang Perlindungan Konsumen, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (21/3) siang.

Karena itu, Presiden menilai, edukasi konsumen diperlukan karena dibandingkan dengan negara-negara lain, konsumen Indonesia baru pada tahap “paham” haknya, tapi belum mampu memperjuangkan haknya sebagai konsumen.

Presiden menambahkan, edukasi konsumen juga diperlukan untuk membuat perilaku konsumen menjadi konsumen yang cerdas, konsumen yang bijaksana, dan perilaku konsumsinya diarahkan untuk tidak terjebak pada penyakit konsumerisme, serta mampu untuk melakukan konsumsi yang bersifat jangka panjang, mulai gemar menabung atau diinvestasikan kepada sektor-sektor produktif.

“Konsumen juga diajarkan mencintai produk-produk dalam negeri, sehingga industri nasional bisa berkembang dan lapangan bekerja bisa terbuka lebih banyak,” sambung Presiden.

Presiden juga menekankan, perlunya diperhatikan masalah perlindungan konsumen, karena hal ini sangat terkait dengan kehadiran negara untuk melindungi konsumen secara efektif. Ia menegaskan, efektifitas kehadiran negara dilihat dari sejauh mana norma dan standar bisa dipenuhi, serta dipatuhi oleh para produsen. Dan sejauh mana pengawasan dan penegakan hukum juga berjalan secara efektif.

Namun berdasarkan data yang dimilikinya, menurut Presiden, tingkat kepatuhan produsen terhadap kesesuaian standar produk dengan SNI (Standarisasi Nasional Indonesia) ternyata masih rendah. Hanya 42 persen barang yang beredar di pasaran sekarang ini sesuai dengan SNI.

“Ini artinya ada yang keliru, ada yang harus diperbaiki,” tegas Presiden Jokowi.

Karena itu, Presiden meminta, lembaga-lembaga perlindungan konsumen agar lebih bekerja keras, sehingga betul-betul bisa dirasakan kehadirannya di tengah-tengah masyarakat. Terlebih, lanjut Presiden, berdasarkan data yang diterimanya hanya 22,2 persen yang mengenal dan mengetahui fungsi lembaga perlindungan konsumen.

Penggerak Ekonomi

Sebelumnya pada awal pengantarnya, Presiden Jokowi mengemukakan, selama lima tahun terakhir konsumsi masyarakat berkontribusi rata-rata 55,94 persen terhadap Product Domestic Bruto (PDB). Ini artinya, perekonomian nasional masih digerakkan oleh konsumsi.

Untuk itu, Presiden menekankan, bahwa edukasi dan perlindungan terhadap konsumen harus menjadi perhatian kita bersama. “Hal ini penting untuk dilakukan, karena selama ini sudah banyak kasus-kasus yang merugikan konsumen, bahkan sampai membahayakan konsumen,” tutur Presiden.

Tampak hadir dalam rapat terbatas itu antara lain Menko Polhukam Wiranto, Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menko PMK Puan Maharani, Mensesneg Pratikno, Seskab Pramono Anung, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Mendagri Tjahjo Kumolo, Menteri Kesehatan Nila F. Moloek, Ketua OJK Muliaman M. Hadad, Menristek Dikti M. Nasir, Menkominfo Rudiantara, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. (DNA/SM/FID/JAY/ES)

 

Berita Terbaru