Hari Kedua Wawancara Capim KPK, Hendardji: Sudah 5,5 Tahun Sipil, Tidak Ada Jalur Komando

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 25 Agustus 2015
Kategori: Berita
Dibaca: 23.050 Kali
Mayjen (Purn) Hendardji Supandji saat menjalani seleksi wawancara Capim KPK, di aula Gedung III Kemensetneg, Jakarta, Selasa (25/8)

Mayjen (Purn) Hendardji Supandji saat menjalani seleksi wawancara Capim KPK, di aula Gedung III Kemensetneg, Jakarta, Selasa (25/8)

Pantia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel KPK) hari Selasa (25/8) ini kembali melanjutkan wawancara terhadap 19 calon yang telah berhasil melewati tahapan seleksi sebeluknya.

Sesuai jadwal pada Selasa (25/8) ini ada 7 (tujuh) calon pimpinan yang akan menjalani seleksi wawancara yang dipimpin oleh Ketua Pansel KPK Destry Damayanti, yaitu Giri Suprapdiono, (Direktur Gratifikasi KPK); Mayjen (Purn) Hendardji Soepandji (mantan Komandan Pusat Polisi Militer); Jimly Asshiddiqie  (Ketua Dewan Penasihat Komnas HAM); Johan Budi Sapto Pribowo (Pelaksana Tugas Pimpinan KPK); Laode Muhamad Syarif (Rektor Universitas Hasanudin Makasar);  Moh. Gudono (Ketua audit UGM); dan Nina Nurlina Pramono (Direktur Eksekutif Pertamina Foundation).

Seleksi wawancara terhadap Mayjen (purn) Hendardji Soepandji, mantan Komandan Pusat Polisi Militer, mendapat perhatian luas dari media massa dan pegiat anti korupsi, dan masyarakat. Hendardji mengaku, ia sudah 5 (lima) kali melaporkan harta kekayaannya kepada KPK, yang dimulai sejak tahun 2005 lalu.

Hendardji yang sudah 5,5 tahun lalu pensiun dari statatusnya sebagai prajurit TNI ini dikejar pendapatnya mengenai penanganan korupsi di tubuh TNI karena TNI tidak tunduk pada peraturan umum, khususnya Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Hendardji mengatakan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 ada Peradilan Militer, sementara Peradilan Tipikor ada di bawah Peradilan Umum. Ia menyebutkan, sesuai UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer bahwa Peradilan Militer juga bisa mengusut kasus suap itu, kecuali apabila kasus itu adalah kasus koneksitas.

“Kalau kasus itu adalah kasus koneksitas maka walaupun militer tetap akan diadili di Peradilan Tipikor,” jelas Hendardji seraya menyebutkan, jika ada perbedaan persepsi terkait hal ini maka jalan keluarnya adalah berkomunikasi dengan Mahkamah Agung (MA) sebagai benteng terakhir penegakan hukum di tanah air.

Jalan Komando

Masih terkait dengan statusnya sebagai mantan prajurit TNI itu, Hendardji dicecar mengenai jalur komando, yang dikhawatirkan akan mengganggu sistem kolektif di kepemimpinan KPK.

Hendardji menjelaskan, ia sudah pensiun 5,5 tahun, dan sejak ia pensiun komunikasi lepas, tidak ada jalur komando lagi. “Status saya adalah sebagai orang sipil sehingga tidak akan ada jalur komando lagi,” tegas Hendardji seraya menyebutkan, selama 5,5 tahun itu ia sudah membiasakan diri di dalam lingkungan sipil.

Karena itu, terkait tugasnya kelak jika terpilih sebagai Capim KPK, Hendardji mengingatkan dirinya komitmen dalam strategi penguatan kelembagaan, bahwa keputusan KPK adalah keputusan kolektif dari 5 (lima) orang pimpinan KPK.

Kelima komisioner KPK itu, kata Hendardji, adalah rekan sekerja kami yang harus ia hormati, duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Dan proses-proses yang ada di KPK, bagaimana prosedurnya akan ia jalankan sepenuhnya, termasuk gelar perkara, setiap perkara harus ada gelar perkara sebelum meningkat dari penyelidikan ke penyidikan, dan dari penyidikan ke penuntutan.

“Tidak akan ada lagi jalur komando dari luar karena KPK adalah independen dalam bidang penegakan hukum,” tegas Hendardji.

Persoalan lain yang ditanyakan kepada Hendardji adalah pernah tidaknya ia menerima gratifikasi, dan masalah mundurnya dia dari Dirut Pusat Pengelolaan Kompleks Senayan pada saat adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai pengalihan aset. (WID/ES)

 

Berita Terbaru