Hindari Multitafsir, Presiden Jokowi: RUU Pemilu Harus Jamin Proses Demokrasi Yang Jujur dan Adil

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 13 September 2016
Kategori: Berita
Dibaca: 29.057 Kali
Presiden Jokowi memimpin rapat terbatas mengenai RUU Penyelenggaraan Pemilu, di kantor presiden, Jakarta, Selasa (13/9) sore. (Foto: Deny S./Humas)

Presiden Jokowi memimpin Rapat Terbatas mengenai RUU Penyelenggaraan Pemilu, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (13/9) sore. (Foto: Humas/Deni)

Seusai memimpin Rapat Terbatas mengenai industri kelautan dan perikanan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) langsung memimpin Rapat Terbatas yang membahas tentang Rancangan Undang-undang Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (13/9) sore. RUU Penyelenggaraan Pemilu ini selanjutnya akan diusulkan Pemerintah kepada DPR RI.

Dalam pengantarnya Presiden mengemukakan, sejak masa reformasi, Undang-Undang tentang Pemilu baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden (pilpres) sudah dirombak beberapa kali. Bahkan setiap menjelang pemilu pasti ada perubahan Undang-Undang Pemilu. Namun diakui Presiden, jika perubahan Undang-Undang Pemilu adalah sebuah keniscayaan sejalan dengan adanya dinamika perubahan sistem ketatanegaraan dan upaya bersama untuk meningkatkan kualitas demokrasi.

Ke depan, kata Presiden, pemerintah juga harus menyiapkan kerangka regulasi baru tentang pemilu untuk menyesuaikan dengan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2013 yang memutuskan pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD serta pemilihan presiden- wakil presiden tahun 2019, akan dilaksanakan secara bersamaan.

Presiden meminta agar Rancangan Undang-Undang Pemilu yang diusulkan pemerintah, substansinya harus betul-betul menyederhanakan, menyelaraskan. “Menyederhanakan dan menyelaraskan tiga undang-undang yang sebelumnya terpisah, yaitu Undang-Undang Pemilu Legislatif, Undang-Undang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu,” tegasnya.

Presiden Jokowi juga menekankan agar semangat dari pembentukan Undang-Undang Pemilu yang baru ini, bukan hanya semata-mata menindaklanjuti putusan MK, melainkan juga melakukan menyempurnakan yang sifatnya substansial berdasarkan pengalaman praktik pemilu-pemilu sebelumnya, baik dari sisi teknis penyelenggaraan, tahapan pemilu, tata kelola penyelenggaraan pemilu, sampai dengan pencegahan praktik politik uang.

“Sehingga dengan langkah-langkah penyempurnaan ini, praktik demokrasi pada pemilu yang akan datang akan semakin berkualitas dan semakin baik,” tutur Presiden Jokowi seraya  mengingatkan bahwa pemilu juga bisa menjadi instrumen menyederhanakan sistem kepartaian, mewujudkan lembaga perwakilan yang lebih akuntabel, serta memperkuat sistem presidensialisme.

Terkait pilihan mengenai sistem pemilu, ambang batas parlemen, sistem pencalonan presiden dan wakil presiden, penataan daerah pemilihan, metode konversi suara ke kursi, Presiden mengingatkan harus betul-betul dikalkulasi secara matang sehingga bisa menghasilkan pemerintahan yang efektif dan akuntabel.

“Saya  juga minta diperhatikan agar dalam pembentukan Undang-Undang Pemilu yang baru ini tidak terperangkap pada kepentingan politik jangka pendek, harus dipastikan bahwa Undang-Undang Pemilu bisa menjamin proses demokrasi berjalan dengan demokratis, jujur dan adil,” tegas Presiden.

Presiden meminta agar rumusan dalam pasal-pasal RUU Penyelenggaraan Pemilu jauh lebih jelas dan tidak multitafsir, sehingga menyulitkan penyelenggara pemilu dalam menjalankannya.

Nampak hadir dalam Rapat Terbatas itu antara lain: Menko Polhukam Wiranto, Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menko PMK Puan Maharani, Menko Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan, Mendagri Tjahjo Kumolo, Mensesneg Pratikno, Seskab Pramono Anung, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Menkumham Yasonna Laoly, Ketua KPU Juri Ardiantoro, dan Ketua Bawaslu Muhammad. (FID/DID/ES)

 

 

 

Berita Terbaru