Sambutan Presiden Republik Indonesia pada Peresmian Penutupan Konferensi Internasional Infrastruktur di Jakarta Convention Center, Kota Administrasi Jakarta Pusat, Provinsi DKI Jakarta Kamis, 12 Juni 2025
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat sore,
Salam sejahtera bagi kita sekalian,
Syalom,
Salve,
Om swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.
Yang saya hormati dan saya banggakan Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Saudara Agus Harimurti Yudhoyono sebagai penyelenggara;
Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Saudara Sultan Bachtiar Najamudin, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Saudara Hidayat Nur Wahid yang saya hormati;
Para Menteri Koordinator, para Menteri, Wakil Menteri dan seluruh anggota Kabinet Merah Putih yang hadir;
Hadir Menko Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Prof. Yusril Ihza Mahendra, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Prof. Pratikno, Menko Pemberdayaan Masyarakat Saudara Abdul Muhaimin Iskandar, Ketua Dewan Ekonomi Nasional Jenderal TNI (Purn.) Luhut Binsar Pandjaitan;
Hadir juga di sini para duta besar negara sahabat, hadir 28 duta besar dan perwakilan negara-negara sahabat. I welcome you, distinguished ambassadors, ministers and representatives of friendly countries.
Para Gubernur, Bupati, Wali Kota yang hadir, yang saya minta maaf tidak saya sebut satu per satu. Ini ada berapa ratus ini? Tapi, saya sambut para Gubernur, Bupati, Wali Kota yang berkenan hadir. Terima kasih.
Tentunya sebagai insan yang bertakwa, tidak henti-hentinya kita panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Mahakuasa, Tuhan Mahabesar bagi umat Islam Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang memiliki sekalian alam, hanya kepadaNya lah kita berdoa dan hanya kepadaNya lah kita minta pertolongan. Kita bersyukur atas segala karunia yang diberikan kepada kita atas kondisi bangsa yang damai dan sejuk, atas kesehatan dan nafas yang masih diberikan kepada kita sekalian, sehingga kita dapat hadir berkumpul di tempat ini dalam keadaan tidak kekurangan sesuatu apa pun.
Saudara-saudara sekalian,
Menko Infrastruktur yang saya hormati,
Terima kasih atas undangan ini dan terima kasih atas penyelenggaraan dan pengaturan yang baik dan tertib, juga terima kasih atas sambutan Saudara Menko. Karena memang sudah lengkap, sebetulnya tidak perlu panjang lebar keynote address saya. Sudah lengkap kan yang beliau sampaikan? Tapi saya senang, karena berarti saya tidak salah pilih menko infrastruktur.
Salah satu kunci kepemimpinan yang saya belajar ialah pilihlah tim anda yang terbaik yang bisa kau pilih, itu yang saya belajar. Sama dengan kalau kita mau bikin tim sepak bola, pilih yang terbaik yang ada ya kan. Kalau memang belum berhasil, minimal kita berusaha, kan begitu. Jadi kenapa saya sebut ini? Karena saya terus terang saja memberi pengarahan itu tidak terlalu sering, memberi petunjuk tidak terlalu sering dan tidak terlalu lama. Saya memberi petunjuk kepada Saudara Yudhoyono ini, Saudara AHY, tidak sering dan tidak panjang lebar. Saya sampaikan ini, ini, ini intinya, beliau bisa nangkep. Dan, Saudara-saudara, tadi ini yang beliau sampaikan inilah sebenarnya yang sedang kita kerjakan.
Jadi, Saudara-saudara sekalian, kita akui masih banyak tantangan, masih banyak kesulitan. Kita akui bahwa kita harus mengejar ketertinggalan kita dengan perkembangan yang begitu dahsyat di dunia sekarang ini. Tapi, kita bertekad bahwa kita bisa mengejar ketertinggalan itu karena kehendak kita jelas, kehendak kita kuat, pemahaman kita terhadap keadaan juga jelas. Nah, sekarang tinggal mempersatukan kehendak tersebut, mempersatukan kolaborasi dan bekerja dengan semangat, bekerja dengan optimisme, bekerja dengan kehendak yang kuat.
Saudara-saudara sekalian,
Masalah yang kita hadapi dalam pembangunan suatu bangsa, masalahnya adalah masalah yang sudah dialami oleh berapa puluh bahkan ratusan negara-negara lain. Sejarah peradaban manusia mengajarkan kita bahwa keberhasilan suatu bangsa itu ada unsur-unsurnya, ada elemen-elemennya, tentunya harus ada sistem politik, sistem kenegaraan yang berfungsi. Sistem kenegaraan itu menyangkut sistem hukum yang berkeadilan, yang berfungsi. Kemudian dengan sistem tersebut, terpilihlah unsur-unsur pimpinan-pimpinan di bidang eksekutif, di bidang yudikatif, dan di bidang legislatif. Kita sekarang sedang berbicara masalah tugas kita sebagai eksekutif, baru saja tadi pagi saya berurusan dengan yudikatif, dan legislatif terus-menerus mengawasi kita dan menopang kebutuhan-kebutuhan anggaran kita.
Urusan pembangunan suatu negara adalah urusan penggunaan dan pengelolaan sumber daya dan kekayaan suatu bangsa. Tugas kita bersama, para eksekutif, adalah bagaimana kita menjaga dan mengelola sumber daya dan kekayaan tersebut. Kemudian, setelah kita menghadapi dan mengalami dan setelah kita mengidentifikasi masalah-masalah pokok bangsa, kita datang dengan solusi-solusi. Kita tidak takut dengan hambatan, kita tidak takut dengan kesulitan, tidak takut dengan ancaman, kita akan hadapi kesulitan tersebut. Kita akan hadapi dengan cepat dan kita akan cari solusi dengan cepat dan kita akan kerjakan, Saudara-saudara sekalian.
Swasembada pangan, swasembada energi, swasembada air, ini krisis yang sudah diramalkan oleh PBB, krisis dunia. Dunia sedang menghadapi krisis pangan. Ratusan juta rakyat bumi sedang mengalami kelaparan sekarang, banyak negara yang susah menghasilkan pangan. Kita bersyukur diberi segala nikmat oleh Yang Mahakuasa, lahan yang luas, yang subur, air yang cukup, sumber daya di atas dan di dalam bumi, di laut dan di bawah laut, segala kekayaan kita sesuatu yang patut kita bersyukur.
Saya sejak saya ambil alih pemerintahan, saya belajar, saya lihat angka-angka, saya takjub dengan kekayaan kita, kekayaan kita luar biasa. Tapi, saya juga sadar bahwa kita perlu lebih berani, lebih pandai mengelola kekayaan-kekayaan tersebut. Saya tidak malu-malu. Walaupun di hadapan sahabat-sahabat di luar negeri, saya juga tidak malu-malu, kita harus berani mengatakan apa adanya. Kekurangan Indonesia adalah kita kurang, kurang tegas, kurang berani, kurang disiplin, kurang keras menjaga kekayaan kita. Terlalu banyak kekayaan Indonesia yang tidak sampai ke rakyat Indonesia.
Saudara-saudara,
Dengan demikian saya harus memimpin suatu pemerintah yang berani untuk menegakkan efisiensi penghematan. Dengan efisiensi penghematan, kita bisa investasi di hal-hal yang sangat penting. Saya terima kasih, Menko Infrastruktur dan menteri-menteri bisa memahami ini bahwa sekarang ini yang saya ingin amankan adalah sumber pangan Indonesia dan sumber energi. Dan, Alhamdulillah tanda-tanda sudah jelas di hadapan mata dengan kebijakan-kebijakan kita dalam beberapa bulan ini.
Sekali lagi saya tekankan, peranan dari pemerintah sebelum pemerintah yang saya pimpin, harus saya tegaskan di sini bahwa transisi dari pemerintah Pak Jokowi kepada saya adalah yang ikut menentukan bahwa kita sekarang bisa bekerja dengan cepat, Saudara-saudara sekalian. Kita harus berani mengakui kebaikan dan keberhasilan pemerintah-pemerintah sebelum kita. Saya tidak akan pernah malu-malu bahwa apa yang kita kerjakan sekarang tidak kecil peranan pemerintah-pemerintah sebelum ini. Semua pemerintahan sebelum ini sangat berjasa. Kalau kita bicara infrastruktur, kita bisa lihat dengan mata kita apa yang dibangun oleh Bung Karno oleh pemerintah pertama kita, dilanjutkan oleh Presiden Soeharto, dilanjutkan oleh presiden-presiden selanjutnya. Tidak ada suatu pembangunan bangsa yang datang demikian seolah-olah jatuh dari langit, tidak. Pembangunan suatu bangsa dibangun dengan keteguhan, dengan kesabaran, batu demi batu, langkah demi langkah dengan keringat, dengan darah, dengan air mata. Semua infrastruktur yang kita nikmati dibangun oleh pendahulu -pendahulu kita.
Dengan demikian, yang sekarang kita lakukan adalah prioritas. Dalam tahun-tahun pertama, saya kira dalam 2-3 tahun ini, saya kira prioritas kita masih untuk menjamin pangan kita. Dan, alhamdulillah produksi pangan, prestasi pangan kita adalah terbesar sepanjang sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mau diakui, mau tidak diakui, cadangan beras kita sekarang di gudang-gudang pemerintah adalah terbesar sepanjang sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia di bidang produksi beras dan di bidang produksi jagung. Dan, prestasi kita di bidang teknologi hektare demi hektare sudah cukup seimbang dengan prestasi negara-negara lain.
Produksi beras kita yang saya lihat terakhir di Sumatra Selatan, di Sumatra Selatan saja peningkatan produksi beras diperkirakan tahun ini 48 persen peningkatannya di kuartal I ini udah 48 persen, diperkirakan ini akan terus. Produksi per hektare pun sangat-sangat menggembirakan, yang biasanya 3, 4 ton gabah per hektare, sekarang sudah 6, 7, 8 ton. Sangat luar biasa! Di beberapa tempat bukan saja tiga kali panen, ada beberapa tempat di Indonesia sudah empat kali panen satu tahun, Saudara-saudara sekalian. Saya kira ini prestasi dunia yang perlu kita banggakan dan kita akan terus. Bagaimana kita bisa mencapai prestasi ini dalam waktu dekat? Karena kita melakukan efisiensi, kita melakukan deregulasi peraturan-peraturan yang kita bikin sendiri, yang menghambat diri kita sendiri. Birokrasi yang bertele-tele.
Saudara-saudara,
Pupuk dari pabrik milik pemerintah Indonesia. Pupuk yang disubsidi oleh APBN keluar dari pabrik menuju petani tadinya 145 peraturan, 145 regulasi: harus tanda tangan menteri, untuk tanda tangan menteri harus paraf dirjen, dari situ persetujuan gubernur, persetujuan bupati, persetujuan camat baru ke petani. Saya coret itu semua. Dari pabrik langsung ke gapoktan, enggak ada ini ini ini tidak ada. Produksi naik, Saudara. Pupuk yang langka ternyata bisa tidak langka, pupuk bisa terjangkau oleh petani.
Saudara-saudara,
Ini mempertebal keyakinan saya bahwa pemerintah modern harus efisien, harus kerja cepat, harus fleksibel kenyal, dan tidak boleh bertele-tele dengan peraturan, peraturan, peraturan. Peraturan penting untuk mengawasi, mengendalikan dan mengamankan. Tapi, peraturan yang dibuat hanya untuk mempertahankan kekuasaan sektoral dan hal-hal yang terlibat dengan vested interest, dengan kepentingan-kepentingan tertentu yang tidak semata-mata untuk kepentingan rakyat harus kita tinggalkan dan saya bertekad untuk saya bekerja keras untuk mengurangi regulasi-regulasi yang tidak masuk akal.
Saudara-saudara sekalian,
Dengan prioritas demikian, baru kita wujudkan yang akan kita wujudkan. Karena itu, saya hargai Menko Infrastruktur, Saudara menangkap masalah yang kita hadapi, Saudara menangkap strategi saya. Prioritas untuk itu, instruktur sekarang saya mengundang sektor swasta dari dalam negeri dan luar negeri untuk ikut terlibat dalam pembangunan infrastruktur kita sebesar-besarnya, sebesar-besarnya.
Saya akan mengakui, Saudara-saudara. Saya percaya dengan peranan negara yang kuat untuk intervensi mengatasi kemiskinan, mengatasi kelaparan, memperbaiki pendidikan, saya percaya dengan intervensi negara yang kuat. Tapi, saya juga tahu bahwa di bidang-bidang tertentu, terutama di bidang konstruksi pembangunan fisik, sektor swasta dan juga sektor swasta internasional sering lebih modern, lebih efisien dan dapat mencapai prestasi tepat waktu dengan menghemat anggaran yang besar, harus kita akui.
Sering kali, BUMN-BUMN ini merasa kalau dia kerjanya lambat tidak apa-apa. Kalau nanti dia boros, tidak apa-apa karena ada Menteri Keuangan yang akan apa istilahnya PMN. PMN, PMN, apa ini PMN ini? Kalau kita tanya perusahaan-perusahaan besar internasional, dia ada enggak PMN? Jadi, justru karena kita butuh sekarang mitra-mitra yang efisien, mitra-mitra yang modern teknologinya, saya arahkan bahwa infrastruktur sekarang peran swasta harus lebih besar, Saudara-saudara. Tapi untuk swasta dari dalam dan luar negeri tertarik, pemerintah harus mempermudah pekerjaan mereka. Jadi, saya menyambut baik tadi pusat-pusat atau kantor-kantor memfasilitasi semua proyek dibantu, diamankan, dijaga supaya tidak terganggu rencana besar pembangunan tersebut. Itu strategi kita, kita mengundang.
Saudara-saudara, pemerintah Indonesia juga sekarang merasa kita lebih kuat dengan efisiensi yang kita lakukan di awal administrasi saya, di awal pemerintahan saya. Dengan efisiensi yang kita lakukan ternyata kita bisa menghemat banyak uang cash dan uang itulah sekarang kita pakai sebagai dana investasi kita, sehingga kita sekarang berani. Kalau kita undang kerja sama dengan swasta atau dengan asing kita berani, pemerintah akan ikut berapa persen dan bukan minta saham kosong tapi kita ikut serta dengan uang yang nyata, uang yang riil. Saya kira itu akan memberi comfort kepada semua mitra-mitra dari luar negeri.
Saudara-saudara sekalian,
Strategi besar kita demikian, tadi sudah digarisbawahi beberapa elemen. Saya ingin emphasize, saya ingin garis bawahi. Salah satu proyek infrastruktur yang sangat strategis, sangat vital bagi kita merupakan suatu mega project tapi harus kita laksanakan adalah Giant Sea Wall, tanggul laut Pantai Utara Jawa. Proyek ini sangat vital, proyek ini berada dalam perencanaan Bappenas sejak tahun ‘95. Bayangkan, sejak tahun ‘95. Thirty years ago, kalau tidak salah ya 30 tahun lalu. Tapi, kita tidak berkecil hati. Sekarang tidak ada lagi penundaan, sudah enggak perlu lagi banyak bicara, kita akan kerjakan itu segera, Saudara-saudara sekalian. Proyek ini menyangkut jarak yang tidak pendek, kalau tidak salah sekitar 500 km dari Banten sampai ke Jawa Timur, ke Gresik, 500 km dan perkiraan biaya yang dibutuhkan 80 miliar Dolar. Waktu perkiraan untuk di Teluk Jakarta saja kemungkinan delapan sampai 10 tahun. Kalau sampai ke Jawa Timur mungkin membutuhkan waktu 20 tahun, 15 sampai 20 tahun. Tidak ada masalah. Ada pepatah kuno, perjalanan 1.000 km dimulai oleh satu langkah. Kita akan segera mulai itu.
Saya sudah perintahkan suatu tim untuk roadshow keliling, dan dalam waktu dekat saya akan bentuk Badan Otorita Tanggul Laut Pantai Utara Jawa. Orang Indonesia senang dengan singkatan-singkatan, jadi kita lagi cari singkatan yang enak itu. Badan Otorita BO, Tanggul Laut Pantura Jawa TLPJ, jadi BOTLPJ, kalau disingkat gimana tuh? Ya, dicari lah ya, sangat penting. Tapi, ini vital dan ini sesuatu mega project, saya akan mulai. Saya tidak tahu presiden mana yang akan menyelesaikan, tapi kita harus mulai dan kita akan mulai. [Sebesar] 80 miliar Dolar, khusus Teluk Jakarta kemungkinan 8 sampai 10 miliar Dolar. Kalau 8 sampai 10 miliar Dolar, saya kira kita sendiri mampu.
Di sini ada hadir Gubernur DKI, hadir tidak? Tidak hadir. Waduh, ini coba diselidiki kenapa tidak hadir? Pakai kacamata biar saya lihat. Tapi, saya sudah ketemu. Saya sudah ketemu beberapa hari yang lalu dan saya sudah kirim utusan tanya Gubernur DKI dukung proyek ini atau tidak? Saya dapat jawaban, dukung. Alhamdulillah. Karena APBD-nya DKI sangat besar. Jadi, saya bilang DKI harus urunan, pemerintah pusat urunan. Jadi, kalau 8 miliar Dolar katakanlah delapan tahun, berarti 1 miliar Dolar satu tahun. Menteri Keuangan sudah kelihatan tegang melihat. Tenang, Bu, DKI nyumbang. Jadi DKI setengah, pemerintah pusat setengah karena ini untuk DKI sebenarnya. Jadi tanggul utara DKI, kemudian nanti selanjutnya di depan Semarang. Prioritas kita adalah DKI-Semarang. Semarang, Pekalongan, Brebes itu air sudah mengancam kehidupan rakyat kita, harus segera. Ini sesuatu yang harus kita laksanakan dan kita terbuka perusahaan-perusahaan dari Tiongkok, dari Jepang, dari Korea, dari Eropa, dari Timur Tengah yang mau ikut, silakan. Tapi, kita tidak tunggu, kita akan gunakan kekuatan kita sendiri.
Saudara-saudara sekalian,
Demikian yang ingin saya sampaikan. Saya minta maaf kalau keynote saya tidak panjang, saya kira Saudara-saudara juga tidak mau kalau saya terlalu panjang bicara, betul ya? Terserah, saya datang sesuai permintaan audiens. Mau singkat atau panjang? Ah, bohong. Kalau politisi takut sama Presiden. Panjang, Pak, panjang. Yang di belakang sudah resah. Coba pakai kacamata saya mau lihat ini, mana senyumnya yang politisi atau senyumnya yang … Kalau orang-orang eksekutif ya, orang pengusaha itu maunya singkat. Sudahlah, Pak, jangan macam-macam. Kasih tahu kita mana, apa bagaimana, berapa, kan begitu kan? Kan begitu. Who, what, why, where, how, how much and how much for me? Right? No need to talk too much, talk too long.
Saudara-saudara,
Karena ini sudah dibuat oleh staf saya, kasihan kalau saya tidak pakai. Kita akan terapkan disiplin fiskal, kan saya dilihatin oleh Menteri Keuangan. Kita akan sederhanakan perizinan dan proses pengadaan lahan, sudah saya singgung. Kita akan perkuat kerja sama pemerintah dan badan usaha swasta. Kita akan perkuat kerja sama pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Saudara-saudara sekalian,
Kita sekarang memiliki Danantara, sovereign wealth fund, di mana Danantara siap ikut infrastruktur, ikut investasi pada proyek infrastruktur.
Demikian, Saudara-saudara, yang ingin saya sampaikan. Kita berada di ambang transformasi besar, kita optimis. Saya sudah melihat angka-angka itu kekayaan kita luar biasa. Saya percaya dalam dua tahun, mungkin mulai tahun depan dan selanjutnya kita bisa tertibkan kekayaan-kekayaan itu. Saya ketemu dengan ahli-ahli dari universitas terbaik di dunia, mereka menyampaikan kekayaan kita di laut kita masih sangat kecil belum tersentuh yang sebenar-benarnya. Kita akan swasembada pangan, itu sudah sangat jelas. Kita akan swasembada air dan kita juga akan swasembada energi dalam waktu dekat. Dan, kita akan tertibkan, kita akan tegakkan hukum. Hanya dengan kepastian hukum, hukum yang benar, iklim usaha akan berkembang dengan baik.
Demikian pengarahan saya. Terima kasih, Menko Infrastruktur dan semua peserta. Terima kasih. Teruskan dan laksanakan apa yang sudah Saudara rencanakan.
Wassalamualaikum warahmatullahi.
Ini yang ditunggu-tunggu, kapan wassalamualaikum?
Salam sejahtera bagi kita sekalian,
Syalom,
Salve,
Om santi santi santi om,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan,
Rahayu rahayu.
Terima kasih.
Selesai.