Indonesia Harus Keluar dari Ancaman Middle Income Trap
Oleh: Muhammad Faisal Yusuf *)
Pandemi global menyebabkan terjadinya kesenjangan output di Indonesia, sehingga Indonesia perlu mempersiapkan suatu strategi yang dapat menanggulangi krisis perekonomian. Indonesia harus menghindari terjadinya “middle income trap”. Middle income trap merupakan suatu keadaan ketika negara berhasil mencapai tingkat pendapatan menengah tetapi tidak dapat keluar dari tingkatan tersebut untuk menjadi negara maju.
Istilah ini pertama kali populer setelah dipakai dalam sebuah laporan Bank Dunia yang dirilis pada tahun 2007 berjudul An East Asian Renaissance: Ideas for Economic Growth di mana middle income dalam buku ini mengacu pada keadaan ketika sebuah negara berhasil mencapai ke tingkat pendapatan menengah, tetapi tidak dapat keluar dari tingkatan tersebut untuk menjadi negara yang maju. Menurut Linda Glawe dalam literatur berjudul The Middle-Income Trap: Definitions, Theories and Countries Concerned, middle income trap adalah mengacu pada negara-negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi sangat pesat hingga mencapai status negara pendapatan menengah, namun kemudian gagal mengatasi perlambatan ekonomi guna mengejar ekonomi yang setara dengan negara-negara maju. Menurut pendapat Gill dan Kharas (2007), middle income trap merupakan suatu perekonomian yang mengalami penurunan dinamisme ekonomi yang tajam setelah berhasil bertransisi dari status berpenghasilan rendah ke menengah.
Diketahui kondisi ini banyak terjadi pada negara yang tak mampu berpindah dari berpendapatan menengah ke pendapatan tinggi. Hal ini disebabkan karena negara tak mampu bersaing dengan negara berpenghasilan lebih rendah yang bergantung pada sumber daya alam dan murahnya tenaga kerja. Selain itu, juga tidak mampu bersaing dengan negara maju yang mengandalkan kualitas manusia dan teknologi tinggi.
Presiden RI Joko Widodo dalam beberapa kali kesempatan telah menyampaikan ancaman middle income trap yang harus diatasi dengan level of growth ekonomi yang tinggi melalui produktivitas faktor kapital yang tinggi yaitu dengan inovasi dan efesiensi, salah satunya dengan hilirisasi sumber daya alam (SDA) dan transformasi sektor industri di berbagai bidang termasuk sektor pariwisata serta juga menyampaikan diperlukan upaya pengendalian inflasi memggunakan instrumen fiskal dan nonfiskal, penghapusan kemiskinan ekstrem, penurunan prevalensi stunting, dan peningkatan investasi serta upaya meningkatkan akselerasi pembangunan infrastruktur, juga penguatan anggaran prioritas dalam rangka mendukung transformasi ekonomi.
Dalam hal ini, Indonesia perlu menerapkan reformasi struktural yang tepat dengan pemberdayaan sektor manufaktur jangka panjang dan Indonesia harus memiliki pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas 6 persen pada 2040 agar terhindar dari middle income trap tersebut. Reformasi struktural menjadi kunci keberhasilan transformasi ekonomi berkelanjutan. Reformasi struktural merupakan seperangkat tindakan yang mengubah struktur ekonomi. Dengan kata lain, reformasi dilakukan dalam rangka kelembagaan dan regulasi di mana pelaku sosial ekonomi beroperasi. Tindakannya yaitu melalui reformasi, mengubah kerangka kelembagaan, serta kerangka peraturan, di mana berbagai agen sosial ekonomi yang membentuk wilayah (negara, keluarga, dan perusahaan) beroperasi. Melalui reformasi struktural, perubahan yang menjangkau jauh dapat dilakukan. Adapun, tujuan utama dari reformasi struktural adalah untuk memperkuat perekonomian, serta memaksimalkan potensi perekonomian dan keseimbangan pertumbuhan. Indonesia juga harus mengoptimalkan delapan sumber pertumbuhan ekonomi utama dalam jangka menengah panjang;
1) penanaman modal asing (foreign direct investment);
2) transaksi berjalan (current account);
3) keadilan lingkungan;
4) jumlah penduduk;
5) produktivitas;
6) efisiensi ekonomi;
7) ketersediaan infrastruktur; dan
8) tingkat teknologi.
Indonesia juga harus menjaga semua indikator tersebut dan menyesuaikannya pada setiap keadaan yang berubah, termasuk dampak pandemi global. Periode saat ini (selepas pandemi) adalah waktu yang terbaik untuk menerapkan reformasi struktural dan mendefinisikan kembali strategi jangka menengah dan panjang untuk menyambut pemulihan ekonomi yang melampaui batas setelah masalah-masalah inti telah teratasi.
Selain itu, Indonesia harus menjaga semua indikator tersebut dan menyesuaikannya pada setiap keadaan yang berubah, termasuk dampak pandemi global. Indonesia harus menyesuaikan ekonominya dengan penahanan pandemi. Setelah pandemi dapat diatasi, ekonomi akan melampaui batas seperti yang secara alami ditemukan di negara manapun yang baru saja keluar dari krisis.
Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi pada tahun 1998 yang disebut dengan Asian Financial Crisis (AFC), di mana pertumbuhan perekonomian Indonesia turun menjadi minus 13 persen, sementara inflasi melonjak meroket hingga 75 persen. Namun, pasca AFC 1998 dan sebelum pandemi 2007-2019, pertumbuhan ekonomi di Indonesia mampu menurunkan pengangguran terbuka. Hal ini dapat membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia berkualitas. Pertumbuhan ekonomi dikatakan berkualitas dapat juga dilihat dari sepuluh tahun terakhir, di mana Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir pertumbuhan ekonomi sebesar 6 persen, Indonesia sehingga mampu menciptakan lapangan pekerjaan.
Belajar dari krisis ekonomi sebelumnya, perekonomian akan mengalami overshooting. Untuk mendapatkan manfaat optimal dari overshooting, Indonesia perlu mempersiapkan reformasi struktural yang tepat dengan pemberdayaan dan strategi sektor manufaktur jangka panjang dan Indonesia harus memiliki pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas 6 persen pada 2040. Lin (2007) menjelaskan lima strategi sektor manufaktur, catch-up (transfer teknologi dari negara maju ke negara berkembang), leading and cutting edge (peran RND dan inovasi), industri yang kehilangan keunggulan komparatif (berdasarkan analisis keunggulan komparatif), Short-siklus-inovasi (mengejar teknologi negara maju) dan industri strategis (kebanyakan industrilisasi yang dipimpin pemerintah).
Sebelum pandemi global melanda perekonomian Indonesia, rata-rata bisa antara 5 persen hingga 6 persen, tapi sekarang ini bukan lagi pilihan. Indonesia harus meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-ratanya menjadi setidaknya 6 persen sebelum tahun 2040. Indonesia harus mengadopsi, mengadaptasi, dan menerapkan reformasi struktural yang signifikan dan strategi sektor manufaktur yang efektif untuk menjadi salah satu eksportir manufaktur utama dunia. Indonesia harus menyesuaikan ekonominya dengan penahanan pandemi.
Hal penting yang harus dilakukan adalah fokus terhadap perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi, industri, dan struktur institusi dari perekonomian negara yang sedang berkembang, yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional beralih ke sektor industri sebagai mesin utama pertumbuhan ekonominya. Menurut Teori Pembangunan Chenery, sejalan dengan peningkatan pendapatan per kapita, perekonomian suatu negara akan bergeser dari yang semula mengandalkan sektor pertanian menuju ke sektor industri.
Pembahasan mengenai perubahan struktural, terdapat beberapa teori perubahan struktural yang menjelaskan pembahasan mekanisme transformasi ekonomi yang dialami oleh negara sedang berkembang, yang dulunya bersifat subsisten dan menitikberatkan pada sektor pertanian menuju struktur perekonomian yang lebih modern dan sangat didominasi oleh sektor industri dan jasa (Todaro, 1991:68).
Indonesia memiliki potensi bonus demografi hingga tahun 2040, Indonesia harus menghindari terjadinya “middle income trap” melalui reformasi struktural di Indonesia. Reformasi struktural Indonesia dapat menjadi salah satu hal yang dapat diterapkan sebagai strategi dalam menghilangkan ekonomi hitam (black economy), di mana kegiatan ekonomi hitam tersebut dapat menjadi kegiatan ilegal jika dilihat dari barang dan atau jasa apa yang terlibat. Untuk mendapatkan manfaat yang optimal, Indonesia perlu mempersiapkan reformasi struktural yang tepat dengan pemberdayaan sektor manufaktur jangka panjang.
Tak lupa upaya peningkatan produktivitas di sektor pertanian dan perkebunan serta perikanan. Data dan sejarah menunjukkan menunjukkan bahwa di saat ekonomi dunia jatuh ketika krisis ekonomi besar menerjang pada 1998, sektor pertanian merupakan penopang utama pertanian Indonesia bisa bertahan, bahkan tetap tumbuh positif. Saat itu, sektor pertanian masih mampu tumbuh positif sekitar 0,26 persen. Padahal, pertumbuhan ekonomi nasional sedang ambruk hingga mencapai nilai minus 13,10 persen. Begitu pula saat krisis pada 2008, krisis yang menyebabkan kehancuran sistem keuangan dunia dan pada saat pandemi global COVID-19. Data statistik tahun 2020 sektor pertanian tumbuh positif, kuartal I tumbuh 2,2 persen, kuartal II tumbuh 2,16 persen, kuartal III tumbuh 2,59 persen dan kuartal IV tumbuh 2,95 persen.
Selain itu, pemerintah berupaya untuk terlepas dari middle income trap melalui perbaikan regulasi Indonesia seperti diterbitkan Undang-undang Cipta Kerja dan berbagai aturan di bawahnya serta Sistem OSS (One Single Submission) merupakan bentuk reformasi struktural untuk cepat diimplementasikan dengan mengubah atau menyesuaikan kondisi ekonomi di Indonesia saat ini. Reformasi struktural juga bisa dijadikan tujuan untuk menyederhanakan regulasi dan birokrasi. Maka dari itu, pemerintah harus terus melakukan reformasi struktural untuk memperkuat fundamental ekonomi Indonesia dengan menerapkan, meninjau, dan mengevaluasi berbagai kebijakan yang telah ditetapkan.
*Sumber pembahasan dari Jurnal: Kiki Verico, 2021, Global Pandemic 2020 Indonesia Output Gap and Income Trap Scenario, LPEM-FEB UI Working Paper 057
*) Kepala Bidang Perhubungan Darat dan Perkeretaapian, Deputi Bidang Kemaritiman dan Investasi, Sekretariat Kabinet