Inilah PP 13/2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas
Dengan pertimbangan dalam rangka untuk melaksanakan ketentuan Pasal 42 ayat (8) dan Pasal 43 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas.
Atas pertimbangan tersebut pada 20 Februari 2020, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas. Tautan: https://jdih.setkab.go.id/PUUdoc/176054/PP_Nomor_13_Tahun_2020.pdf
Menurut PP ini, Penyediaan Akomodasi yang Layak di bidang pendidikan bertujuan untuk menjamin terselenggaranya dan/atau terfasilitasinya pendidikan untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang dilakukan di semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan baik secara inklusif rnaupun khusus.
“Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi Lembaga Penyelenggara Pendidikan dalam menyediakan Akomodasi yang Layak,” bunyi Pasal 3 PP ini.
Fasilitasi penyediaan Akomodast yang Layak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dilakukan paling sedikit melalui: a. penyediaan dukungan anggaran dan/atau bantuan pendanaan; b. penyediaan sarana dan prasarana; c. penyiapan dan penyediaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan; dan d. penyediaan kurikulum.
Penyediaan Akomodasi yang Layak, menurut PP ini, meliputi: a. penyedia Akomodasi yang Layak; b. penerima manfaat Akomodasi yang Layak; c. bentuk Akomodasi yang Layak; dan d. mekanisme fasilitasi penyediaan Akomodasi yang Layak.
Pemenuhan Akomodasi yang Layak bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas, menurut pasal 20 ayat (1) dilakukan oleh Lembaga Penyelenggara Pendidikan dengan dukungan Unit Layanan Disabilitas. Pemerintah Daerah (pemda), menurut PP ini, wajib memfasilitasi pembentukan Unit Layanan Disabilitas pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Sedangkan, Menteri memfasilitasi pembentukan Unit Layanan Disabilitas pada pendidikan tinggi yang menjadi kewenangannya. Lebih lanjut, Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama memfasilitasi pembentukan Unit Layanan Disabilitas pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi yang menjadi kewenangannya.
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Perpres Pasal 24, Pasal 30, dan Pasal 34, Unit Layanan Disabilitas dapat melibatkan: a. dokter; b. dokter spesialis; c. psikolog klinis; d. tenaga keterapian fisik, meliputi: 1. fisioterapis; 2. okupasi terapis; dan/atau 3. terapis wicara, e. tenaga ahli, meliputi: 1. ahli pendidikan luar biasa; 2. ahli pendidikan inklusif; dan/atau 3. tenaga ahli lainnya, f. terapis kognitif; g. terapis perilaku; h. praktisi yang memiliki kemampuan dalam bidang: 1. bahasa isyarat; 2. simbol braille; 3. isyarat raba; dan/atau 4. teknologi adaptif, i. pekeda sosial yang menangani kondisi psikososial; dan j. konselor.
“Menteri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agarna, dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap: a. Lembaga Penyelenggara Pendidikan dalam menyediakan Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas; dan b. Unit Layanan Disabilitas,” bunyi Pasal 37 PP seraya juga tercantum bahwa pemantauan dan evaluasi dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Lembaga Penyelenggara Pendidikan yang telah mendapatkan fasilitasi penyediaan Akomodasi yang Layak yang tidak melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (2) dikenai sanksi administratif. Sebagai informasi, Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa: a. teguran tertulis; b. penghentian kegiatan pendidikan; c. pembekuan izin Penyelenggaraan Pendidikan; dan d. pencabutan izin Penyelenggaraan Pendidikan.
Menteri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama, gubernur, atau bupati/walikota dalam memberikan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) berdasarkan tindak lanjut atas: a. hasil pemantauan dan evaluasi oleh kementerian sesuai dengan kewenangannya; b. hasil pemantauan dan evaluasi oleh Komisi Nasional Disabilitas; c. hasil pemantauan dan evaluasi oleh Pemerintah Daerah provinsi; d. hasil pemantauan dan evaluasi oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota; dan e. pengaduan oleh masyarakat.
“Pengaduan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e disampaikan secara tertulis kepada Menteri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya dengan melampirkan: a. identitas pihak pelapor; b. identitas pihak terlapor; dan c. keterangan yang memuat fakta, petunjuk terjadinya pelanggaran.,” bunyi Pasal 39 ayat (2) PP ini.
Pendanaan untuk Penyediaan Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas, menurut PP ini, bersumber dari: a. anggaran pendapatan dan belanja negara; b. anggaran pendapatan dan belanja daerah; c. masyarakat; dan/atau d. sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 44 PP 13 Tahun 2020, yang diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 24 Februari 2020 (EN)