Inilah PP 26 Tahun 2020 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan
Dengan pertimbangan bahwa untuk memperoleh manfaat yang optimal dari hutan dan lahan bagi kesejahteraan masyarakat perlu pengelolaan hutan dan lahan sebaik-baiknya dengan tetap memperhatikan sifat, karakteristik, dan keutamaannya, serta selaras dengan fungsi konservasi, lindung, dan produksi.
Selain itu, dalam upaya memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan guna meningkatkan daya dukung, produktivitas, dan peranannya sebagai penyangga kehidupan perlu diselenggarakan rehabilitasi dan reklamasi hutan. Karena itulah, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan belum dapat menampung perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti;
Atas dasar pertimbangan itu, pada 20 Mei 2020, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2020 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. (Tautan:https://jdih.setkab.go.id/PUUdoc/176120/PP_Nomor_26_Tahun_2020.pdf)
“Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan merupakan bagian dari pengelolaan Hutan. Untuk menyelenggarakan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan ditetapkan pola umum, kriteria dan standar rehabilitasi dan Reklamasi Hutan,’’ bunyi Pasal 2 dan 3 PP tersebut.
Pola umum rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, memuat: a. prinsip penyelenggaraan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan; dan b. pendekatan penyelenggaraan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan.
Prinsip penyelenggaraan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (1) huruf a, meliputi: a. transparansi dan akuntabilitas; b. kejelasan kewenangan; c. sistem penganggaran yang berkesinambungan (multiyear); d. partisipatif; e. pemberdayaan masyarakat dan kapasitas kelembagaan; f. pemahaman sistem tenurial; g. andil biaya (cost sharing); dan h. penerapan sistem insentif.
Pendekatan penyelenggaraan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (1) huruf b meliputi aspek: a. politik; b. sosial; c. ekonomi; dan d. ekosistem.
Kriteria dan standar rehabilitasi dan Reklamasi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, meliputi aspek: a. kawasan; b. kelembagaan; dan c. teknologi.
‘’Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) diprioritaskan pada Lahan Kritis melalui kegiatan: a. rehabilitasi Hutan; dan b. rehabilitasi lahan. Rehabilitasi Hutan dilakukan pada Kawasan Hutan kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional,’’ bunyi Pasal 9 Ayat (1) dan (2).
Rehabilitasi Hutan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, dilaksanakan oleh: a. Menteri untuk Kawasan Hutan yang meliputi Hutan konservasi, Hutan lindung dan Hutan produksi yang tidak dibebani hak pengelolaan atau izin pernanfaatan; b. gubernur atau bupati/wali kota untuk taman Hutan raya sesuai dengan kewenangannya; c. pemegang hak pengelolaan atau pemegang izin pemanfaatan untuk rehabilitasi pada Kawasan Hutan yang dibebani hak pengelolaan atau izin pernanfaatan; dan d. pemegang izin pinjam pakai Kawasan Hutan atau pemegang Keputusan Menteri tentang Pelepasan Kawasan Hutan akibat tukar menukar Kawasan Hutan yang dibebani kewajiban untuk melakukan rehabilitasi.
Rehabilitasi lahan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b, dilaksanakan oleh: a. Pemerintah Daerah Provinsi pada lahan yang tidak dibebani hak; dan b. pemegang hak pada lahan yang dibebani hak.
‘’RHL diselenggarakan melalui tahapan: a. perencanaan; dan b. pelaksanaan,’’ bunyi Pasal 14 PP tersebut.
Menurut PP tersebut, Kegiatan pendukung RHL meliputi: a. prakondisi; b. pengembangan perbenihan; c. pengembangan teknologi; d. pencegahan dan penanggulangan kebakaran; e. pengamanan dan perlindungan tanaman; danf atau f. pengembangan kelembagaan.
Sesuai PP tersebut, Pemanfaatan hasil rehabilitasi Hutan yang dibiayai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan hasil rehabilitasi lahan yang dibiayai oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah Provinsi dan hasil RHL yang dilaksanakan oleh pemegang hak atau izin, sesuai PP tersebut, diatur dengan Peraturan Menteri.
Reklamasi Hutan akibat penggunaan Kawasan Hutan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf a, dilaksanakan melalui kegiatan: a. inventarisasi lokasi; b. penetapan lokasi; c. perencanaan; dan d. pelaksanaan reklamasi.
‘’Reklamasi Hutan pada areal sebagai diselenggarakan melalui kegiatan: a. penetapan lokasi; b. perencanaan; dan c. pelaksanaan reklamasi,’’ bunyi Pasal 43 PP tersebut.
Peran Serta Masyarakat
Masyarakat dapat berperan serta dalam kegiatan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, sesuai PP tersebut, yang bertujuan untuk: a. mewujudkan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan yang transparan, efektif, akuntabel, dan berkualitas; dan b. meningkatkan kualitas pengambilan kebijakan dalam penyelenggaraan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan.
Peran serta masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, sesuai PP tersebut, dapat dilakukan melalui: a. konsultasi publik dalam penyusunan peraturan dan kebijakan terkait rehabilitasi dan Reklamasi Hutan; b. penyampaian aspirasi; c. sosialisasi; dan/atau d. seminar, lokakarya, dan/atau diskusi.
Berdasarkan PP tersebut, Peran serta masyarakat dapat dilakukan dalam: a. penyusunan perencanaan; b. pelaksanaan; c. pengawasan; dan/atau d. pendanaan.
Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya, menurut PP tersebut, melakukan pembinaan dan pengendalian terhadap penyelenggaraan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan.
Untuk menjamin tertibnya penyelenggaraan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, sesuai PP tersebut, pembagian kerjanya adalah: a. Menteri melakukan pembinaan dan pengendalian terhadap kebijakan gubernur; dan b. gubernur melakukan pembinaan dan pengendalian terhadap kebijakan bupati/wali kota.
Sumber dana untuk penyelenggaraan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, menurut PP tersebut, berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, dan/atau sumber dana lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
‘’Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,’’ bunyi Pasal 65 pada PP yang diundangkan Menkumham Yasonna Laoly pada 20 Mei 2020.(EN)