Jadi Andalan Ekonomi, 3 Menteri Akan Bertemu Asosiasi Industri Kertas dan Kelapa Sawit

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 2 Februari 2016
Kategori: Berita
Dibaca: 19.821 Kali
Menperin menjawab pertanyaan wartawan di halaman Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (2/2) siang. (Foto:Humas/Jay)

Menperin menjawab pertanyaan wartawan di halaman Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (2/2) siang. (Foto:Humas/Jay)

Tiga menteri yaitu Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husen Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dan Menteri Perdagangan Thomas Lembong akan bertemu dengan asosiasi industri kertas dan kelapa sawit guna me-review apa-apa saja yang harus dilakukan untuk bagaimana meningkatkan industri kertas dan kelapa sawit.

Pertemuan itu dilakukan menyusul banyaknya masukan yang disampaikan dalam pertemuan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dan Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), serta Asosiasi Pengusaha Hutan Industri (APHI) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang dilakukan di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (2/2) pagi.

“Karena ini merupakan industri yang menjadi andalan kita dan merupakan industri strategis yang seluruhnya kita lokal,” kata Menteri Perindustrian Saleh Husin kepada wartawan.

Menperin menegaskan, industri pulp dan kertas merupakan andalan ekonomi, dimana produknya dari hutan dan produk hasil dari hulu ke hilir ada di Indonesia. “Kalau kita bandingkan misalnya tekstil, tekstil kalau kita kira-kira devisa kan sekitar 13,5 miliar dolar AS tetapi kan bahan baku kita impor kira-kira sekitar 8 miliar dolar AS. Nah ini, kalau misalnya di pulp tidak ada impor. Ini yang disampaikan, dari hulu sampai hilir semuanya lokal,” jelasnya.

Mengenai industri kelapa sawit, Menperin Saleh Husin menyampaikan bahwa industri ini harus terus didorong agar industri sawit, yang menjadi industri strategis kita ini betul-betul bisa berkembang. Untuk itu, menurut Menperin, pemerintah memandang perlu duduk bersama untuk bagaimana meningkatkan produksi terutama pada perkebunan mandiri masyarakat. Ia mengingatkan,  saat ini 43% total area perkebunan adalah masyarakat dan plasma.

“Mengenai sawit, sawit juga sama tadi kan kita tahu bahwa kalau sawit kita kan devisa yang dihasilkan dari industri sawit dan turunannya itu kira-kira tahun 2014 itu sekitar 21,7 miliar dolar AS. Terus di 2015 ini agak turun menjadi  18,6 miliar dolar AS. Dengan tenaga kerja langsung itu kan kira-kira sekitar 6 juta,” jelas Saleh Husin.

Menperin mengatakan, meskipun  perkebunan mandiri hasilnya sangat rendah, kira-kira sekitar 2,5 ton dibandingkan dengan yang plasma, yang binaan dari pada perusahaan itu jauh lebih besar. Dengan kualitas yang tidak sebaik perkebunan plasma, lanjut Menperin, tentu harus kita pertahankan untuk penyerapan biodesel.

Dengan penyerapan yang biodeselnya masih rendah, Menperin mengatakan ini yang terus kita dorong dan sudah menjadi mandatori yang harus dilaksanakan sehingga dengan penyerapan yang tinggi, akan mengangkat harga CPO tersebut.

“Nah ini yang tentu perlu apalagi kan sekarang ini akan ada BLU (Badan Layanan Umum) sawit. Nah tentu ini bisa digunakan untuk replanting dalam rangka untuk peremajaan daripada apa tanaman-tanaman sawit yang memang sudah usia yang harus diganti,” jelas Menperin.

Biodiesel

 Terkait penerapan kebijakan Biodiesel (B) 20, Menperin Saleh Husin menyatakan akan mengoordinasikan dengan pihak terkait, dalam hal ini Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia), agar industri otomotif untuk bisa menyesuaikan kebijakan pemerintah yaitu B20 agar penyerapan biodisel itu bisa berjalan.

“Dengan sendirinya kalau penyerapannya sudah tinggi maka dengan sendirinya harga akan naik. Kalau harga naik tentu akan berdampak kepada masyarakat secara luas yang menguasai lahan sawit, baik yang mandiri maupun plasma sekitar 43%. Itu bisa lebih, penghasilannya lebih baik,” terang Menperin.

Lebih lanjut Menperin menyampaikan untuk terus mendorong agar hilirisasi industri turunannya dijaga, saat ini sudah mulai berkurang ekspor Crude Palm Oil (CPO) karena banyak yang diserap untuk industri turunannya.

“Ini yang terus kita dorong, yaitu bagaimana kita mendorong dengan memberikan rangsangan baik insentif lain apa misalnya fiskal untuk turunan daripada industri-industri CPO,” papar Menperin. (FID/ES)

Berita Terbaru