Jaksa Agung: Hanya Presiden Yang Bisa Ubah Putusan Eksekusi Hukuman Mati Terpidana Narkoba
Jaksa Agung Prasetyo mengakui sejumlah terpidana mati narkotika dan obat-obatan (narkoba) telah mengajukan complaint ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) terhadap rencana eksekusi mati oleh pemerintah. Namun ia mengingatkan, hanya Presiden yang bisa memberikan grasi kepada para terpidana narkoba itu, tidak ada yang lain.
Yang pasti, saya katakan sekali lagi bahwa grasi adalah hak prerogratif seorang Presiden, hanya kepala negara yang punya hak itu. Itu tidak bisa diganggu gugat, kata Jaksa Agung kepada wartawan seusai mengikuti rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (10/2).
Soal apakah pengajuan complaint ke PTUN sebagaimana dilakukan dua terpidana mati narkoba asal Australia, Andrew Chan dan Sukumaran, bisa menunda pelaksanaan eksekusi atau tidak, Jaksa Agung Prasetyo menyerahkannya kembali kepada Presiden Jokowi.
Seperti yang saya katakan tadi, hak prerogratif. PTUN pun tidak bisa menunda putusan itu, tegas Prasetyo.
Presiden Jokowi sendiri sudah berulang kali menyampaikan, tidak akan memberikan grasi kepada terpidana mati narkoba yang sudah memperoleh keputusan tetap dari pengadilan, karena besarnya korban yang diakibatkan perilaku mereka.
Jaksa Agung HM. Prasetyo mengingatkan kembali, bahwa yang memiliki hak prerogratif hanya Presiden. Di Republik ini yang punya hak prerogratif hanya Presiden, grasi, amnesti, abolisi, rehabilitasi, itu diatur UUD, hanya Presiden yang punya kewenangan itu, tegasnya.
Namun demikian, Jaksa Agung tidak bisa memastikan kapan pelaksanaan eksekusi mati terpidana narkoba akan kembali dilakukan. Saya akan katakan waktu yang tepat, nanti akan dikasih tahu, ujarnya.
Saat ditanya apakah sudah ada keputusan soal grasi terpidana mati narkoba Silvester yang ditangkap kembali karena mengendalikan peredaran narkotika dari balik penjara, Jaksa Agung HM. Prasetyo hanya berujar pendek, Dalam perjalanan mungkin. (Humas Setkab/ES)