Jamin Hati-Hati Kelola Utang, Sri Mulyani: Pemerintah Ambil Kebijakan Ekspansif Untuk Dorong Ekonomi

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 7 Juli 2017
Kategori: Berita
Dibaca: 16.693 Kali
Menteri Keuangan Sri Mulyani (Sumber: kemenkeu.go.id)

Menteri Keuangan Sri Mulyani (Sumber: akun instagram smindrawati)

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan, saat ini rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih berada di bawah 30 persen dan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada kisaran 2,5 persen. Angka ini menurutnya jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan negara G20 lainnya.

“Dengan defisit di kisaran 2,5 persen Indonesia mampu tumbuh ekonominya di atas 5 persen, artinya stimulus fiskal mampu meningkatkan perekonomian sehingga utang tersebut menghasilkan kegiatan produktif. Dengan kata lain, Indonesia tetap mengelola utang secara prudent (hati-hati),” tegas Sri Mulyani melalui akun instagramnya smindrawati, yang dipostingnya beberapa saat lalu.

Dijelaskan Sri Mulyani, sebelumnya, pembangunan ini tertunda dan tidak maksimal karena dalam kurun waktu 20 tahun belakangan, Pemerintah Indonesia fokus menangani krisis ekonomi 1998 dan 2008.

Selain itu, lanjut Menkeu, dengan tekanan pelemahan global tahun 2014, pemerintah mengambil kebijakan fiskal ekspansif sebagai stimulus untuk mendorong ekonomi serta melindungi masyarakat Indonesia.

Ia menegaskan, peran pemerintah sangat penting dalam menyelesaikan permasalahan ekonomi dalam negeri. “Ketimpangan antara si miskin dan si kaya membutuhkan peran pemerintah untuk meningkatkan belanja sosial, yang tujuannya untuk melindungi kelompok termiskin agar tidak makin tertinggal,” tegas Sri Mulyani.

Menurut Menkeu Sri Mulyani Indrawati yang kini tengah berada di Hamburg, Jerman, untuk mendampingi Presiden Jokowi menghadiri KTT G20 itu, penduduk Indonesia dengan demografi muda memerlukan investasi pendidikan dan kesehatan yang besar.

Untuk itu, lanjut Menkeu, APBN akan terus ditujukan untuk dapat mencukupi belanja pendidikan dan kesehatan yang cukup besar ini, agar SDM Indonesia tidak tertinggal dari bangsa lain.

“Oleh karena itu, penerimaan perpajakan terus digenjot dengan reformasi pajak agar belanja dan biaya pembangunan dapat dibiayai oleh pajak, bukan utang,” ujar Sri Mulyani.

Menkeu menegaskan, pemerintah akan terus menjaga kebijakan fiskal dan defisit anggaran sesuai aturan perundangan dan dilakukan secara hati-hati dan profesional, sehingga Indonesia dapat terus maju dan sejahtera, namun tetap terjaga risiko keuangan dan utangnya.

“Dengan demikian, bangsa ini akan sejajar dengan negara maju di dunia dan mempunyai martabat yang tinggi dengan tercapainya keadilan dan kemakmuran,” pungkas Sri Mulyani.

Defisit 2,92 Persen
Sebelumnya Menko Perekonomian Darmin Nasution yang mewakili Menkeu Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja membahas RAPBNP 2017 bersama Badan Anggaran DPR RI di Jakarta, Kamis (6/7) mengemukakan, pemerintah menyiapkan postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2017, yang diantaranya berisi proyeksi pencapaian defisit anggaran sebesar 2,92 persen terhadap PDB atau sekitar Rp397,2 triliun.

Defisit anggaran tersebut lebih tinggi dari proyeksi yang tercantum dalam APBN 2017 sebesar 2,41 persen terhadap PDB, atau hampir mendekati batas yang diperkenankan dalam UU yaitu tiga persen terhadap PDB.

Menurut Menko Perekonomian, meningkatkan angka defisit itu terkait dengan penurunan target pendapatan negara dalam RAPBN 2017 sebesar Rp1.714,1 triliun atau lebih rendah dari target APBN sebesar Rp1.750,5 triliun.

Pendapatan tersebut terdiri atas target penerimaan perpajakan sebesar Rp1.450,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar Rp260,1 triliun.

“Target penerimaan pajak nonmigas disesuaikan turun Rp50 triliun agar lebih realistis, sejalan dengan pencapaian pada 2016 serta upaya ekstra pada 2017,” kata Darmin.

Sedangkan, pagu belanja negara dalam RAPBNP 2017 diproyeksikan mencapai Rp2.111,4 triliun atau mengalami kenaikan dari pagu APBN sebesar Rp2.080,5 triliun.

“Belanja non Kementerian Lembaga naik Rp26,5 triliun dari APBN, karena ada kenaikan subsidi Rp22,1 triliun, kenaikan hibah Rp3,3 triliun dan kenaikan belanja lain-lain Rp5,7 triliun,” jelas Darmin.

Untuk menutup defisit anggaran tersebut, menurut Menko Perekonomian, pemerintah menargetkan pembiayaan utang sebesar Rp461,3 triliun atau meningkat dari target pembiayaan dalam APBN sebesar Rp384,7 triliun.

Meski target defisit anggaran ditetapkan sebesar 2,92 persen terhadap PDB, Menko Perekonomian meyakini terdapat penghematan alamiah dari postur RAPBNP 2017 yang bisa menekan target defisit anggaran tersebut.

Penghematan alamiah itu, lanjut Darmin, berasal dari belanja Kementerian Lembaga, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Desa, sehingga proyeksi pada akhir 2017 defisit anggaran berada pada kisaran 2,67 persen terhadap PDB. (ES)

Berita Terbaru