Jangan Sendiri-Sendiri, Presiden Jokowi Tantang Petani Berkelompok Dalam Korporasi

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 28 Juni 2018
Kategori: Berita
Dibaca: 7.112 Kali
Presiden Jokowi berdialog dengan perwakilan petani pada pembukaan Asian Agriculture & Food Forum (ASAFF), di Istana Negara, Jakarta, Kamis (28/6) sore. (Foto: OJI/Humas)

Presiden Jokowi berdialog dengan perwakilan petani pada pembukaan Asian Agriculture & Food Forum (ASAFF), di Istana Negara, Jakarta, Kamis (28/6) sore. (Foto: Humas/Oji)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta para petani agar tidak berjalan sendiri-sendiri, tetapi membuat kelompok. Ia menilai kelompok tani (Poktan) atau gabungan kelompok tani (Gapoktan) belum cukup. Untuk menjadi kekuatan besar, tambah Presiden, perlu dibuat kelompok yang lebih besar lagi.

“Kelompok besar petani, kelompok besar Poktan, kelompok besar Gapoktan. Yang sering saya sampaikan yang namanya mengkorporasikan petani. Harus ada korporasi Gapoktan, harus ada korporasi Poktan, harus ada korporasi petani dalam jumlah yang besar,” kata Presiden Jokowi dalam sambutannya saat membuka Asian Agriculture & Food Forum (ASAFF), di Istana Negara, Jakarta, Kamis (28/6) sore.

Dengan membentuk kelompok korporasi, menurut Presiden, ada skala ekonomisnya. Kalau swasta besar bisa, Kepala Negara meyakini petani-petani  juga bisa. Kalau perusahaan-perusahaan besar bisa, petani-petani kita juga bisa.  “Keyakinan itu yang selalu saya sampaikan di mana-mana,” ujarnya.

Menurut Kepala Negara, petani tidak boleh lagi rutinitas urusan pupuk atau benih, karena itu sudah berpuluh-puluh tahun dilakukan. Ia menekankan perlu ada lompatan kenaikan kesejahteraan.

Untuk itu, Presiden Jokowi menawarkan untuk membentuk korporasi petani, membuat korporasi Gapoktan maupun Poktan, sehingga petani terorganisir betul dalam jumlah yang besar di setiap daerah, entah itu dalam wilayah kecamatan atau dalam wilayah kabupaten.

“Tapi pengelolaannya harus profesional, orang mengerti urusan produksi tapi orang itu harus mengerti urusan pemasaran. Karena keuntungan terbesar itu bukan pada saat kita menanam atau pada saat kita panen, tetapi keuntungan terbesar itu pasca panennya,” tutur Presiden Jokowi.

Jangan sampai, lanjut Presiden, petani diarahkan terus untuk menjual yang namanya gabah. “Setop itu, petani harus bisa menjual beras. Tetapi berasnya harus sudah dalam bentuk kemasan. Itu yang selalu saya sampaikan terus menerus. Karena keuntungannya ada di situ,” terang Presiden.

Kepala Negara juga menekankan, petani sendiri harus bisa menjual sampai ke konsumen. Caranya bisa dititipkan ke online store atau dipasarkan sendiri secara online. Namun Kepala Negara mengingatkan, pemasaran sebuah produk itu memang harus dikerjakan oleh petani sendiri karena keuntungannya ada di situ, di perdagangan dan pemasaran.

Contoh Indramayu

Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi menyampaikan salah satu contoh di Indramayu, di mana petani dan BUMN membuat PT (Perseroan Terbatas), di situ ada pengeringnya, RMU yang besar dan modern serta packaging-nya juga ada.

“Saya tanya oke ini sisi produksinya sudah bagus, pengeringannya tidak digelar di halaman rumah tapi dimasukkan ke unit pengering betul, sehingga kualitas berasnya juga meningkat dari medium masuk ke premium karena yang pecah juga sangat sedikit, keuntungan ada di situ,” ujar Kepala Negara.

Yang kedua, lanjut Kepala Negara, langsung di-packaging, dikemas, diberi brand produk, nama produknya jelas, dan digambar yang baik sehingga konsumen yang melihat juga ingin membeli.

Presiden Jokowi menuturkan, perusahaan-perusahaan besar melakukan itu, petani juga harus melakukan itu.

“Tanpa kita masuk ke urusan bisnisnya, urusan pemasarannya, urusan pasca panennya, lupakan yang namanya loncatan kenaikan kesejahteraan petani akan ada,” tukas Presiden Jokowi.

Tampak hadir dalam kesempatan itu antara lain Kepala Staf Kepresidenan selaku Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Moeldoko, dan Menteri Pertanian Amran Sulaiman. (MAY/ES)

Berita Terbaru