Jubir Covid-19: Prioritas Awal ‘Rapid Test’ Kontak Dekat dan Petugas Kesehatan
Juru Bicara (Jubir) Penanganan Wabah Virus Korona (Covid-19), Achmad Yurianto, menyampaikan bahwa pelaksanaan rapid test atau tes cepat yang dilaksanakan sekarang diprioritaskan bagi kontak dekat seperti keluarga korban dan petugas kesehatan.
“Beberapa hari yang lalu sudah kita laksanakan, sekarang dan berikutnya masih kita laksanakan, menggunakan metode pemeriksaan antibodi. Jadi bukan melakukan pemeriksaan langsung terhadap virusnya,” kata Yuri, Selasa (24/3) di Grha BNPB, Provinsi DKI Jakarta.
Menurut Yuri, kalau memeriksa langsung terhadap virusnya maka digunakan pemeriksaan yang disebut berbasis pada antigen.
Ia menambahkan saat ini yang digunakan adalah melakukan pemeriksaan dengan swab, dengan apusan, usapan yang dilaksanakan di dinding belakang rongga hidung atau di dinding belakang rongga mulut.
“Nah kalau ini maka kita akan melakukan pemeriksaan terhadap virusnya, antigennya. Artinya kalau ditemukan positif maka diyakini di penderita tersebut ada virusnya,” jelas Yuri.
Untuk metode rapid test, lanjut Yuri, yang digunakan adalah sebenarnya screening, penapisan secara pendahuluan terhadap adanya kasus positif di masyarakat.
“Oleh karena itu, yang kita periksa untuk cara cepat ini adalah melakukan pemeriksaan antibodinya yang ada di dalam darah sehingga spesimen yang diambil adalah darah, bukan apusan tenggorokan. Diharapkan dengan adanya pemeriksaan ini maka kita bisa menjaring dengan kasar tentunya secara cepat tentang keberadaan kasus positif,” urai Yuri.
Pemeriksaan rapid test dengan menggunakan basis pemeriksaan antibodi, menurut Yuri, tentunya kalau hasilnya negatif belum bisa memberikan jaminan bahwa yang bersangkutan tidak terinfeksi.
“Bisa saja terinfeksi tetapi pada tahap-tahap awal karena antibodinya belum terbentuk, dibutuhkan waktu antara 6-7 hari untuk terbentuknya antibodi yang kemudian bisa kita identifikasi sebagai positif di dalam pemeriksaan rapid ini,” katanya.
Yang kemudian harus dilakukan manakala pemeriksaan pertama negatif, tambah Yuri, adalah mengulang kembali dan sudah disepakati bahwa akan mengulang kembali setelah 10 hari, harapannya antibodi itu sudah terbentuk dan bisa diidentifikasi.
“Kalau hasilnya positif maka kita yakini sedang terinfeksi oleh virus, tetapi kalau hasilnya negatif 2 kali maka kita bisa meyakini bahwa tidak terinfeksi oleh virus. Tetapi juga dimaknai tidak adanya antibodi di dalam tubuhnya, artinya sangat mungkin bisa terinfeksi apabila kemudian mengabaikan upaya-upaya untuk melakukan pencegahan terhadap penularan,” ujarnya.
Jika hasilnya positif, Yuri menyarankan tentunya akan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan antigennya melalui pemeriksaan swab dan kemudian akan mencoba mulai menggunakan PCR untuk melihat ini.
“Oleh karena itu, ini harus penting untuk kita interpretasikan bersama. Sehingga sekalipun pada pemeriksaan pertama negatif maka kita akan tetap meminta melaksanakan pengaturan jarak, menjaga jarak fisik dalam berkomunikasi sosial supaya tidak ada proses penularan,” sambungnya.
Lebih lanjut, Yuri menyampaikan dalam konteks pemeriksaan rapid test ini, sudah ditentukan kebijakan. Ia menyampaikan bahwa yang pertama, rapid test akan dilaksanakan kepada kontak dekat kasus positif yang sudah terkonfirmasi dan dirawat di rumah sakit, atau kasus konfirmasi positif yang harus dilaksanakan isolasi rumah.
“Maka bagian dari penelusuran terhadap kontak keluarga yang tinggal serumah dengan pasien itu harus kita periksa semuanya. Kalau kemudian di dalam perjalanan kontaknya selama sebelum sakit ternyata juga ada riwayat dia sempat bekerja di tempat pekerjaannya dan ada lingkungan kerja yang juga memiliki kemungkinan kontak dekat, maka kita juga akan melaksanakan pemeriksaan di tempat dia bekerja. Ini prioritas yang pertama,” imbuhnya.
Prioritas yang kedua, menurut Yuri, adalah melakukan pemeriksaan kepada semua tenaga kesehatan yang kemudian terkait dengan layanan terhadap pasien Covid-19.
“Ini harus kita periksa. Termasuk front office rumah sakit juga kita lakukan pemeriksaan, karena kita tahu bahwa mereka adalah kelompok yang sensitif untuk rentan terinfeksi Covid-19. Ini prioritas yang kita laksanakan untuk pemeriksaan rapid pada tahapan pertama,” jelas Yuri.
Sudah barang tentu kalau nanti cartridge kit yang didatangkan semakin banyak, tambah Yuri, nanti pemeriksaan akan berbasis pada wilayah.
“Sementara ini kita masih tracing pada kelompok yang memiliki kerentanan tinggi, yaitu kontak dekat dan petugas kesehatan. Ini yang menjadi prioritas pertama,” sambungnya.
Kemudian setelah kemudian kit–kit didatangkan kembali sudah cukup banyak, Yuri mengatakan akan melakukan pemeriksaan berbasis pada kewilayahan.
Sebagai contoh, lanjut Yuri, di Jakarta ini adalah wilayah Jakarta Selatan, yang sudah diidentifikasi dan dipetakan, maka ini akan menjadi prioritas.
Pelaksanaan tes, tambah Yuri, tentunya nanti akan didesentralisasikan di semua fasilitas kesehatan yang ada di wilayah itu, misalnya puskesmas, kemudian laboratorium kesehatan daerah, rumah sakit yang ada di wilayah tersebut, baik rumah sakit pemerintah maupun rumah sakit swasta.
“Ini yang harus kita lakukan di tahapan berikutnya. Oleh karena itu, inilah yang menjadi urut-urutan tahapannya kita di dalam kaitan dengan layanan kesehatan,” jelasnya.
Saat ini, Yuri mengatakan bahwa Pemerintah sudah mendistribusikan 125 ribu kit untuk pemeriksaan cepat yang didistribusikan di 34 provinsi dan nantinya provinsilah yang akan bisa menentukan, pertama untuk contact tracing, kedua adalah untuk petugas kesehatan yang dilibatkan dalam layanan langsung terkait dengan Covid-19 ini.
“Dan pada pengiriman berikutnya dengan jumlah yang lebih besar nanti akan berbasis pada daerah di mana kasus ini ditemukan dan kemudian kita anggap sebagai daerah yang berpotensi untuk munculnya penularan,” tutup Yuri akhiri penjelasan. (UN/EN)