Kasus Drg. Romi: Kepala Staf Kepresidenan Janji Carikan Solusi

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 1 Agustus 2019
Kategori: Berita
Dibaca: 636 Kali
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menerima Drg. Romi Syofpa Ismail yang datang bersama Pengurus Pusat PDGI, di Gedung Bina Graha, Jakarta, Kamis (1/8) siang. (Foto: Humas KSP)

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menerima Drg. Romi Syofpa Ismail yang datang bersama Pengurus Pusat PDGI, di Gedung Bina Graha, Jakarta, Kamis (1/8) siang. (Foto: Humas KSP)

Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko berjanji akan mencarikan solusi bagi Drg. Romi Syofpa Ismail, yang kelulusannya sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Kabupaten Solok Selatan, Sumatra Barat (Sumbar) dibatalkan karena dirinya menjadi penyandang disabilitas.

“Kita mencoba mencari alternatif solusi, nggak ada yang nggak bisa diselesaikan. Pasti ada solusi. Yang pertama dari sisi regulasi dan yang kedua dari sisi kepatutan,” kata Moeldoko ketika menerima drg. Romi, di Bina Graha, Jakarta, Kamis (1/8) siang.

Ia menegaskan, kasus yang menimpa Drg. Romi di Solok Selatan ini bukanlah pandangan pemerintah secara luas. Ini adalah kasus yang lebih personal. Pandangan pemerintah, soal kaum difabel juga jelas dan tidak membeda-bedakan.

“Kita di KSP sangat aktif memperjuangkan hak-hak kaum difabel. Ini bukan retorika, tetapi betul-betul kita perjuangkan. Hampir setiap kegiatan difabel kami datang, presiden juga datang,” ungkap Moeldoko.

Secara pribadi, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, Romi patut bersyukur karena ada banyak empati dan rasa peduli yang ditujukan kepadanya dalam menghadapi permasalahan ini.

“Secara pribadi enggak bisa menerima, tetapi secara sosial mendapatkan tempat. Semuanya simpati dan empati, ini adalah anugerah. Itu perlu disyukuri,” ucap Moeldoko.

Seperti diketahui kasus yang menimpa Drg. Romi bermula dari pembatalan kelulusan sebagai CPNS di Kabupaten Solok Selatan, Sumbar. Padahal sejak tahun 2015 yang bersangkutan sudah berkerja sebagai dokter PTT Kemenkes di tempat ini.

Pada Juli 2016 Juli, usai melahirkan anak ke-2, ia mengalami kelemahan pada saraf kaki yang mengharuskannya menggunakan kursi roda. Tapi ia sanggup menuntaskan kontrak PTT-nya pada 2017. Dengan menggunakan korsi roda, tak menghalangi pengabdiannya di Puskesmas Talunan.

“Bahkan, setelah selesai PTT, saya diusulkan Dinkes untuk tetap bekerja menggunakan kursi roda dengan status, tenaga harian lepas atau kontrak daerah, sampai sekarang,” terang Romi.

Ketika ada pembukaan CPNS pada Oktober 2018, Romi, mengikuti seleksi dengan jalur umum. Semua seleksi sudah ia jalani. Mulai dari seleksi administrasi, kompetensi dasar dan bidang. Ia dinyatakan lulus dengan nilai tertinggi. Ia juga lulus tes kesehatan jasmani, rohani, dan narkoba di RSUD Muara Labuh.

Mata, jantung, paru, dan gigi, normal. Sementara ditemukan kelemahan pada tungkai kaki. “Saya dinyatakan sehat dengan catatan kelemahan pada kaki. Dari dokter okupasi dan rehabilitasi medik, saya layak bertugas sebagai seorang dokter gigi,” jelas Romi.

Namun, setelah berkas lengkap, justru kelulusanya pembatalan sebagai CPNS dibatalkan oleh panitia seleksi Kabupaten Solok Selatan.

Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) yang mendampingi kasus ini sejak awal melihat ada tindak ketidakadilan. “Kami ingin, agar haknya kembali pulih dan bisa bekerja kembali sebagai PNS di Kabupaten Solok Selatan,” ucap Drg. Ahmad Syaukani dari PDGI pusat. (Humas KSP/ES)

Berita Terbaru