Keberadaan PP Mandiri dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
Oleh: Hermawan Susanto *)
Tidak jarang terjadi dalam sebuah diskusi muncul pandangan yang saling berseberangan, di mana hal itu merupakan suatu kelaziman dan justru dapat menumbuhkan dialektika yang lebih menarik. Adanya perbedaan pandangan yang didukung dengan argumentasi berdasar referensi yang kuat, tentunya akan memperkaya para pihak yang terlibat dalam diskusi. Perbedaan pandangan juga terjadi manakala membahas mengenai eksistensi peraturan pemerintah (PP) yang dibentuk tanpa adanya perintah atau delegasi dari undang-undang (UU) maupun PP lainnya. Kondisi PP tersebut biasa disebut sebagai PP mandiri, atau ada juga yang menyebut sebagai PP independen atau PP atribusi.
Tiga Varian Peraturan Pemerintah
Apabila menyimak dengan seksama ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 13 Tahun 2022 (UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan), setidaknya terdapat 3 (tiga) jenis PP, yakni pertama peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) yang merupakan PP yang dikeluarkan oleh presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Kedua, PP mandiri (independen/atribusi), PP yang dibentuk berdasarkan kewenangan pembentuk. Dan yang ketiga adalah PP delegasi, PP yang dibentuk karena adanya perintah dari UU ataupun PP lainnya.
Rujukan konstitusional ketiga jenis PP tersebut adalah Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Dalam Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 diatur bahwa “Presiden menetapkan PP untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya”. Sedangkan Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 mengatur bahwa “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan PP sebagai pengganti UU”, atau yang lazim disebut sebagai Perpu.
Selain UUD 1945, rujukan pembentukan PP juga dapat dilihat dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yakni dalam Pasal 1 angka 5, yang mengatur bahwa “PP adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya”. Selanjutnya dalam Pasal 12 diatur bahwa “Materi muatan PP berisi materi untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya”, yang dalam penjelasan diuraikan lebih lanjut bahwa “menjalankan UU sebagaimana mestinya adalah penetapan PP untuk melaksanakan perintah UU atau untuk menjalankan UU sepanjang diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam UU yang bersangkutan”.
Kembali ke perbincangan awal, yang menjadi menarik adalah apakah dimungkinkan membentuk PP yang tidak didasari oleh adanya perintah atau delegasi dari UU maupun PP lainnya, di mana oleh sementara kalangan sering disebut sebagai PP mandiri. Beberapa ahli hukum tata negara berpandangan bahwa eksistensi PP mandiri sah dan ada dalam sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia. Sebagai salah satu rujukannya adalah pendapat Prof. Jimly Asshiddiqie (Web Seminar: Quo Vadis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 13/PUU-XVI/2018 terhadap Mekanisme Ratifikasi Perjanjian Internasional, 22 Desember 2020), yang menyampaikan bahwa “Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 secara implisit dapat dimaknai bahwa Presiden dapat membuat PP yang berisi materi untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya meskipun tidak diperintahkan secara tegas oleh UU, sehingga tergantung kebutuhan hukum menurut perspektif Presiden”.
Beberapa Sampel PP Mandiri
Untuk mengetahui suatu PP termasuk PP mandiri atau PP delegasi, cara paling mudahnya adalah kita melihat pada konsideran menimbangnya. Dalam PP delegasi dapat dipastikan bahwa konsideran menimbangnya memuat rujukan pasal terkait yang memerintahkan pembentukan PP dimaksud. Sebaliknya dengan PP mandiri, maka dalam konsideran menimbang hampir dipastikan tidak memuat pasal rujukan dari UU atau PP terkait. Dalam konsideran menimbang PP mandiri, idealnya sekurang-kurangnya memuat narasi yang menggambarkan landasan filosofis, landasan yuridis, landasan sosiologis, serta urgensi yang terkait lainnya. Berbeda halnya dengan perpu, hanya dengan melihat judulnya, kita sudah bisa memastikan dan mengetahui dengan simpel bahwa itu merupakan PP yang dibentuk oleh presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
Beberapa contoh PP mandiri dapat dilihat dalam daftar PP yang termuat dalam berbagai jaringan dokumentasi informasi hukum (JDIH) pada kementerian/lembaga. PP mandiri tersebut antara lain PP Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan PP Nomor 56 Tahun 2012 atau PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Selain kedua PP tersebut, kalau kita mau lebih cermat dan mau sedikit meriset, tentunya masih terdapat banyak PP mandiri lainnya yang dapat ditemukan dengan penelusuran pada laman JDIH kementerian/lembaga.
___o0o___
*) Kepala Bidang Politik dan Organisasi Kemasyarakatan, Deputi Polhukam, Sekretariat Kabinet