Kebijakan Fiskal Tahun 2021: Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 14 Agustus 2020
Kategori: Berita
Dibaca: 4.443 Kali

Presiden sebelum menyampaikan Keterangan Pemerintah Atas RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2021 Beserta Nota Keuangannya di Depan Rapat Paripurna DPR RI, Jumat (14/8), di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Provinsi DKI Jakarta. (Foto: DPR RI)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan bahwa Pemerintah mengusung tema kebijakan fiskal tahun 2021, yaitu “Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi”.

”Pandemi Covid-19 telah menjadi bencana kesehatan dan kemanusiaan di abad ini yang berimbas pada semua lini kehidupan manusia. Berawal dari masalah kesehatan, dampak pandemi Covid-19 telah meluas ke masalah sosial, masalah ekonomi, bahkan ke sektor keuangan,” tutur Presiden saat menyampaikan Keterangan Pemerintah Atas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2021 Beserta Nota Keuangannya di Depan Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Jumat (14/8), di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Provinsi DKI Jakarta.

Menurut Presiden, penanganan yang luar biasa telah dilakukan oleh banyak negara, terutama melalui stimulus fiskal. Ia mencontohkan bahwa Jerman mengalokasikan stimulus fiskal sebesar 24,8 persen dari PDB- nya, namun pertumbuhannya terkontraksi minus 11,7 persen di kuartal kedua 2020.

”Amerika Serikat mengalokasikan 13,6 persen dari PDB, namun pertumbuhan ekonominya juga minus 9,5 persen. China mengalokasikan stimulus 6,2 persen dari PDB-nya, dan telah kembali tumbuh positif 3,2 persen di kuartal kedua, namun tumbuh minus 6,8 persen di kuartal sebelumnya. Kita pun melakukan langkah yang luar biasa,” ungkap Presiden.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020, menurut Presiden, antara lain memberi relaksasi defisit APBN dapat diperlebar di atas 3 persen selama 3 tahun. Tahun 2020, Presiden sampaikan APBN telah diubah dengan defisit sebesar 5,07 persen dari PDB dan kemudian meningkat lagi menjadi 6,34 persen dari PDB. ”Pelebaran defisit dilakukan mengingat kebutuhan belanja negara untuk penanganan kesehatan dan perekonomian meningkat pada saat pendapatan negara mengalami penurunan,” tuturnya.

Saat ini, menurut Presiden, bangsa Indonesia juga harus fokus mempersiapkan diri menghadapi tahun 2021 karena ketidakpastian global maupun domestik masih akan terjadi. Disampaikan Presiden, program pemulihan ekonomi akan terus dilanjutkan bersamaan dengan reformasi di berbagai bidang. ”Kebijakan relaksasi defisit melebihi 3 persen dari PDB masih diperlukan, dengan tetap menjaga kehati-hatian, kredibilitas, dan kesinambungan fiskal,” ujarnya.

Untuk itu, Presiden sampaikan rancangan kebijakan APBN 2021 diarahkan untuk:

Pertama, mempercepat pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19;

Kedua, mendorong reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas, inovasi, dan daya saing ekonomi;

Ketiga, mempercepat transformasi ekonomi menuju era digital; dan

Keempat, pemanfaatan dan antisipasi perubahan demografi.

Karena akan banyak ketidakpastian, Presiden sampaikan RAPBN harus mengantisipasi ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia, volatilitas harga komoditas, serta perkembangan tatanan sosial ekonomi dan geopolitik, dan efektivitas pemulihan ekonomi nasional, serta kondisi dan stabilitas sektor keuangan.

”Pelaksanaan reformasi fundamental juga harus dilakukan: reformasi pendidikan, reformasi kesehatan, reformasi perlindungan sosial, dan reformasi sistem penganggaran dan perpajakan,” jelas Presiden. (TGH/MAY/EN)

Berita Terbaru