Keikutsertaan Pemerintah Indonesia dalam International Maritime Organization (IMO), Marine Environment Protection Committee (MEPC) – 70th Session, London

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 28 Oktober 2016
Kategori: Opini
Dibaca: 93.434 Kali

imoDyah Kusumastuti, Asisten Deputi Bidang Kelautan dan Perikanan, Kedeputian Bidang Kemaritiman, Sekretariat Kabinet

Rabu, 26 Oktober 2016 merupakan hari ketiga penyelenggaraan salah satu sidang International Maritime Organization (IMO) Tahun 2016, yaitu Marine Environment Protection Committee (MEPC) – 70th Session. Pertemuan tersebut telah dimulai sejak tanggal 24 Oktober 2016 dan akan selesai pada tanggal 28 Oktober 2016 di London, Inggris.

IMO yang merupakan salah satu badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengoordinasikan keselamatan maritim internasional dan pelaksanaannya.

Delegasi Republik Indonesia  dipimpin oleh Dyah Kusumastuti, Asisten Deputi Bidang Kelautan dan Perikanan, Sekretariat Kabinet, dan beranggotakan wakil-wakil dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Kementerian Perhubungan, Indonesian National Shipowners Association (INSA), Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), dan Utusan Menteri Perhubungan untuk IMO.

 

Air pollution and Energy Efficiency Working Group

Berdasarkan beberapa Terms of Reference yang diberikan untuk Working Group Air pollution and Energy Efficiency Working Group pada hari sebelumnya, WG kali ini membahas draft perubahan pedoman pengembangan rencana pengelolaan energi effisien diatas kapal tahun 2012 sesuai resolusi MEPC 213(63)) yang dipimpin oleh Negara Jepang.

Dokumen tersebut bukan merupakan mandatori atau kewajiban yang wajib dimiliki oleh kapal tetapi sebagai pedoman dalam menerapkan dalam rangka pengelolaan energi efisiensi diatas kapal yang berisi antara lain:

  1. Pengenalan, yang merupakan penunjang dalam mempersiapkan rencana pengelolaan energi effisiensi diatas kapal sesuai regulasi 22 Lampiran VI Marpol 73/78.

Pembahasan WG kali ini memiliki kaitannya dengan Rencana pengelolaan untuk dapat meningkatkan energi efisiensi diatas kapal dalam rangka pengawasan dalam memaksimalkan performance kapal, serta menentukan metodelogi yang digunakan dalam mengambil/mengumpulkan data sesuai persyaratan peraturan 22A Marpol 73/78, dan proses dimana data yang dihasilkan untuk dilaporkan kepada pemerintah atau organisasi yang ditunjuk (RO).

  1. Definisi, meliputi pengertian dari Tahun Kalender dan Fuel consumtion data.

Saat ini, Negara-Negara anggota IMO mendukung rencana untuk meningkatkan energi efisiensi diatas kapal. Hal tersebut dibuktikan dengan beberapa perusahaan telah menggunakan sistem pengelolaan perlindungan lingkungan (EMS) sesuai dengan ISO 14001 dan beberapa perusahaan juga telah berhasil mengembangan dan mempertahankan sistem pengelolan perlindungan lingkungan.

 

Harmful Aquatic Organism in ballast Water

Dalam konteks terkait Konvensi BWM, WG telah melakukan diskusi yang menghasilkan keputusan untuk menenentukan langkah – langkah maju yang akan diambil menjadi lebih kompleks. Dalam diskusi tersebut, WG membahas mengenai:

  1. Roadmap BWM

Tidak ada perdebatan terlalu berarti mengenai bagaimana menyusun langkah – langkah ke depan terkait isu ini, dikarenakan hampir setiap konvensi telah melakukan hal serupa. Negara anggota IMO menyarankan agar pengumpulan data informasi menunggu keputusan terhadap pemberlakuan instalasi BWMTS di atas kapal.

  1. Same risk Area

Sebagian besar Negara anggota mendukung mengenai konsep ini dikarenakan konsep tersebut dapat menjawab tantangan regional serta memberikan kemudahan bagi kapal – kapal yang berlayar dalam sebuah regional yang telah memenuhi unsur “Same Risk Area” untuk dibebaskan dari pemasangan alat BWMTS.

Adapun Same Risk area itu sendiri merupakan salah satu cara untuk melakukan metode uji resiko antar dua Negara atau lebih, dimana hal tersebut (SRA Approach) akan lebih menjamin transparansi serta meningkatkan penggunaan ilmu pengetahuan antar kedua belah pihak.

  1. Bwt Boat / reception facilities

Konsep BWTBoat adalah sebuah konsep dimana pada suatu pelabuhan dipergunakan sebuah kapal/tongkang untuk memberikan dukungan air balas yang sudah lulus uji dari sebuah kapal. Sehingga, diharapkan, air yang berada di atas kapal tersebut tidak perlu melalui proses uji ulang.

Negara Iran menyampaikan pendapat bahwa konsep BWT boat dapat menimbulkan permasalahan baru dan belum pernah dilakukan pembahasan secara matang di IMO. Namun, secara prinsip, Iran mendukung untuk dilakukan sebuah uji coba regional dan diterapkan hanya untuk short international shipping terlebih dahulu.

Dalam kesempatan kali ini, Indonesia menyampaikan intervensinya terkait hal tersebut dan mendukung usulan India. Indonesia berharap untuk dapat memberikan efek ekonomi yang jauh lebih murah, secara  prinsip, idenya dapat diterapkan dengan mudah, seperti halnya dengan menggunakan reception facilities, hanya saja ia merupakan penyalur bukan penerima.

  1. Amandemen B-3 (Time Schedule for BWMTS Installation)

Pada diskusi mengenai pembahasan kali ini, terjadi perdebatan yang cukup panjang khususnya oleh beberapa Negara anggota yang memiliki komoditas manufaktur. Negara Uni Eropa menginginkan tidak ada perubahan terhadap jadwal, sehingga kapal–kapal tetap harus melakukan pemasangan alat sesuai jadwal, dikarenakan hal tersebut telah disepakati pada MEPC 69, dan Res. A 1088 (28) telah dibentuk.

Namun demikian, terdapat beberapa Negara yang tidak menginkan perubahan. Negara-Negara tersebut menyatakan bahwa hal tersebut dapat melanggar prosedur apabila dilakukan perubahan kesepakatan sesaat menjelang akan diberlakukannya sebuah Konvensi.

Tidak demikian halnya dengan beberapa Negara yang menginginkan penundaan terhadap jadwal tersebut. Mereka menginginkan adanya penundaan, dengan pertimbangan sebagai berikut :

  1. Masih dibahasnya revisi G8 untuk guidelines for approval of BWMS.
  2. Ketersediaan alat (BWMTS) yang akan sesuai dengan revisi tersebut masih belum ada, dikarenakan persyaratannya sendiri masih diperdebatkan.
  3. Beberapa Negara menyebutkan IMO harus mempertahankan martabatnya, dikarenakan adanya perubahan pada G8. Hal tersebut dianggap tidak memenuhi keinginan para Negara anggota.
  4. Beberapa Negara Anggota menegaskan bahwa tujuan Konvensi ini untuk memberikan proteksi maksimum terhadap lingkungan marina dari ancaman AIS melalui sebuah alat yang dianggap EFEKTIF bagi setiap Negara.
  5. Pertimbangan akan padatnya galangan kapal yang melakukan instalasi pada saat yang bersamaan juga perlu mendapatkan perhatian khusus.

 

Pada kesempatan yang sama, Indonesia menyampaikan dukungannya untuk melakukan penundaan pemasangan alat, hingga alat tersebut dinyatakan telah memenuhi standar baru G8 Approval BWMS, dan tersedia di lapangan. Hal tersebut disampaikan oleh Indonesia, dengan dasar bahwa tujuan utama dari konvensi BWM ini adalah untuk memberikan proteksi maksimal terhadap lingkungan Marina.

Mayoritas Negara anggota menginginkan adanya perubahan terhadap waktu pelaksanaan instalasi.

Berdasarkan hasil masukan dari beberapa Negara Anggota dan NGO tersebut, akhirnya, Ketua Sidang menyampaikan sebagai berikut :

  1. Hal – hal yang telah disepakati pada MEPC 69 tetap harus berjalan tanpa adanya perubahan.
  2. Bagi Negara – Negara yang keberatan, agar memberikan draft teks tandingan untuk dilaporkan pada komite.
  3. Laporan tersebut, akan direfleksikan pada Laporan Final MEPC dan menjadi annex pada draft yang telah disiapkan pada MEPC 69.
  4. Pada saat pembahasan final report maka dapat dilakukan intervensi kembali.
Opini Terbaru