Keikutsertaan Pemerintah Indonesia dalam International Maritime Organization (IMO), Marine Environment Protection Committee (MEPC) – 70th Session, London

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 1 November 2016
Kategori: Opini
Dibaca: 89.938 Kali

WhatsApp Image 2016-10-26 at 4.04.00 PM (1)

Dyah Kusumastuti, Asisten Deputi Bidang Kelautan dan Perikanan, Kedeputian Bidang Kemaritiman, Sekretariat Kabinet.

Pada hari keempat sidang International Maritime Organization (IMO) Tahun 2016, yaitu Marine Environment Protection Committee (MEPC) – 70th Session, Delegasi Republik Indonesia masih dipimpin oleh Dyah Kusumastuti, Asisten Deputi Bidang Kelautan dan Perikanan, Sekretariat Kabinet, dan beranggotakan wakil-wakil dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Kementerian Perhubungan, Indonesian National Shipowners Association (INSA), Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), Utusan Menteri Perhubungan untuk IMO, dan Atase Perhubungan Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk London, Simson Sinaga.

Pertemuan yang dimulai sejak tanggal 24 Oktober 2016 dan akan selesai pada hari Jumat tanggal 28 Oktober 2016 di London, Inggris tersebut membagi pembahasan menjadi 2 (dua) agenda yakni mengenai identification and protection of special areas and PSSA dan technical cooperation activities for the protection of the marine environment.

Pembahasan terkait Air pollution and Energy Efficiency berlangsung hangat, khususnya pada saat pembahasan dan review mengenai ketersediaan bahan bakar yang memiliki sulfur konten 5%, dimana waktu implementasinya ditargetkan mulai berlaku pada Tahun 2020.

Beberapa Negara mengajukan usulan agar pemberlakuan mengenai hal tersebut ditunda. Beberapa Negara melakukan pendekatan kepada Indonesia sejak pagi hari untuk mendapatkan dukungan atas penundaan pemberlakuan aturan tersebut. Misalnya Negara Brazil, yang merupakan salah satu Negara yang mengklaim sebagai produsen bahan bakar low sulfur terbesar menyatakan bahwa masih diperlukan perpanjangan waktu dalam rangka mempersiapkan infrastruktur sehingga pasokan bahan bakar dapat memenuhi kebutuhan pangsa pasar dan mengusulkan untuk diundur hingga Tahun 2025.

Beberapa NGO dan Negara menyatakan keberatannya untuk melakukan penundaan lebih lanjut. Hal tersebut didasarkan pada akan terjadinya ketidak konsistenan dengan kesepakatan semula. Terlebih lagi,  kesiapan infrastruktur di Negara mereka yang mengajukan penundaan dianggap telah memenuhi persyaratan.

Setelah para Negara dan NGO menyampaikan tanggapannya akan hal tersebut, mayoritas Negara bendera menyatakan keinginannya untuk tetap pada jadwal implementasi semula yaitu pada 2020. Ketua MEPC akhirnya memutuskan bahwa berdasarkan hasil usulan terbanyak, disepakati (secara mayoritas) untuk penerapan pada tahun 2020, namun tetap dengan mempertimbangkan keberatan beberapa Negara/NGO.

Selanjutnya dokumen yang dipersiapkan saat ini, akan dilanjutkan kepada PPR 4 untuk dibahas lebih lanjut dan diharapkan dapat memberikan work output dan melaporkan pada MEPC 71.

 

Identification and Protection of Special Areas and Particularly Sensitive Sea Areas (PSSA)

Dalam pembahasan pada agenda ini, Negara Papua Nugini mengajukan proposal untuk menjadikan salah satu wilayah di negaranya menjadi sebuah PSSA (Particularly Sensitive Sea Area).

Area yang diusulkan tersebut juga termasuk salah satu area pertimbangan UNESCO World Heritage dan merupakan area coral triangle. Indonesia, sebagai Negara tetangga Papua Nugini memberikan Intervensi untuk mendukung proposal tersebut dalam rangka menjadikan Jomard Entrance sebagai bagian dari PSSA.

Melalui submisi yang dilakukan oleh Papua Nugini tersebut, Indonesia berharap akan mendapatkan sebuah referensi mengenai tata cara pembuatan submisi dokumen ke IMO untuk menentukan sebuah daerah menjadi PSSAs (misal: Gili). Salah satu cara yang digunakan melaui penambahan, basis data, termasuk penelitian yang matang, sehingga dapat mendukung data secara saintifik.

 

Technical Cooperation Activities for the Protection of the Marine Environment.

Pada agenda ini dibahas mengenai data terbaru terkait aktivitas IMO Intergrated Technical Cooperation Programme (ITCP) dan proyek besar lainnya yang terhitung sejak 16 Januari 2016 sampai dengan tanggal 22 Juli 2016.

Pada kesempatan kali ini, Indonesia menyampaikan pada plenary mengenai kerjasama yang telah dilakukan selama ini bersama IMO-NORAD. Terlebih lagi, IMO-NORAD telah memberikan asistensi pada Indonesia dalam meratifikasi konvensi AFS dan BWM. Delegasi Republik Indonesia menyampaikan bahwa Indonesia akan menyeleggarakan Final Regional Meeting IMO-NORAD terkait implementasi AFS dan BWM di Bali pada tanggal 9 – 11 November 2016.

Diharapkan, ke depannya, beberapa kerja sama terkait technical cooperation dapat terus berlangsung, mengingat hal tersebut sangat bermanfaat dalam memberikan asistensi kepada Negara mengenai konvensi-konvensi yang penerapannya membutuhkan asistensi lebih lanjut oleh IMO.

Opini Terbaru