Kereta Cepat Jakarta Bandung, Upaya Meningkatkan Kinerja Transportasi Massal di Indonesia

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 10 September 2022
Kategori: Opini
Dibaca: 24.344 Kali

Oleh: M. Faisal Yusuf*)

Pemerintah saat ini dalam menjalankan tugasnya bagi pembangunan tidak ingin ada proyek yang mangkrak, salah satunya dengan melanjutkan pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung yang merupakan pembangunan  transportasi massal dan berguna untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui berbagai kemudahan seperti; penggunaan teknologi kereta api super canggih berkecepatan tinggi, kenyamanan, dan tak lupa memperhatikan aspek terpenting yaitu keselamatan dan keamanan.

Kereta Cepat Jakarta-Bandung akan menjadi pelengkap ekosistem transportasi kereta api melalui potensi pertumbuhan ekonomi baru di Indonesia khususnya di wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta juga daerah-daerah di sekitarnya dan juga akan berkontribusi terhadap peningkatan pembangunan, pertumbuhan, pengembangan perekonomian wilayah dan kawasan.

Solusi mengatasi kemacetan, mengurangi emisi karbon, dan polusi menjadi hal yang perlu segera dilakukan, salah satu caranya dengan memindahkan penggunaan kendaraan pribadi untuk beralih (shifting) ke transportasi massal menggunakan energi listrik atau energi terbarukan nonfosil. Hal itu penting, mengingat terdapat banyak kerugian sangat besar yang dialami negara akibat kemacetan dan pemborosan penggunaan energi.

Kerugian akibat kemacetan di DKI Jakarta hampir Rp100 triliun per tahun dan akan semakin besar menjadi Rp130 triliun apabila ditambah dengan kemacetan Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Bodetabek) dan Bandung.  Apabila berbagai transportasi telah terintegrasi maka total kerugian dan subsidi akan dapat dikurangi sehingga dana dari pemborosan dan subsidi energi dapat dialihkan kepada pembangunan kesejahteraan, pendidikan, kesehatan dan sebagainya.

Pada beberapa kesempatan Presiden RI Joko Widodo menyampaikan bahwa kemacetan bukan hanya persoalan DKI Jakarta, tetapi juga persoalan seluruh kota-kota di Indonesia termasuk kota-kota kecil seperti di Daerah Istimewa Yogyakarta, Surakarta, dan Surabaya. Apabila Pemerintah tidak berani mengembangkan transportasi massal di daerah, maka kemacetan akan terus terjadi. Oleh karena itu, Presiden mengingatkan jajarannya agar upaya peningkatan infrastruktur transportasi seperti jalan harus dibarengi dengan pengembangan transportasi massal seperti moda raya terpadu (MRT), light rail transit (LRT), dan kereta cepat. Sebanyak apapun penambahan jalan apabila transportasi massal tidak dipersiapkan maka akan tetap berpotensi memicu kemacetan.

Selain itu, Presiden juga mendorong sektor transportasi beralih dari konsumsi energi fosil ke energi listrik atau elektrifikasi, termasuk kendaraan roda dua, roda empat, dan transportasi publik lainnya. Elektrifikasi akan mengurangi polusi udara secara signifikan, menghemat anggaran subsidi negara, serta mengurangi penggunaan bahan bakar fosil seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) dan gas. Pengurangan penggunaaan energi fosil perlu dilakukan karena sumber energi ini akan terus berkurang dan tidak mustahil akan habis dari muka bumi dalam beberapa tahun ke depan. Di sisi lain, suplai energi berbasis fosil juga terdampak oleh perang Rusia-Ukraina yang tidak hanya menghambat pasokan tetapi juga memicu lonjakan harga energi global. Ini juga memicu negara-negara produsen untuk membatasi impor dan mengutamakan pasokan untuk kebutuhan dalam negeri.

Perlu diketahui bahwa pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN). Total investasi KCJB adalah sebesar 6,07 miliar Dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp85,41 triliun. KCJB memiliki panjang trase 142,3 kilometer dengan tipe struktur elevated sepanjang 82,7 kilometer dan sisanya berupa 13 tunnel dan subgrade. Kereta Cepat Jakarta-Bandung ini memiliki empat stasiun perhentian di sepanjang lintasan, yaitu Stasiun Halim (Jakarta), Stasiun Karawang, Stasiun Padalarang, dan Stasiun Tegalluar (Bandung).

Kehadiran Cepat Jakarta-Bandung akan membawa banyak manfaat bagi masyarakat dan Pemerintah, antara lain:
1) Tersedianya alternatif moda transportasi massal yang lebih efisien dan modern;
2) Perbaikan kinerja sistem jaringan transportasi;
3) Berkurangnya kemacetan, emisi, penggunaan BBM dan penghematan waktu perjalanan;
4) Tersedianya lapangan pekerjaan baik pada saat pembangunan proyek maupun saat pengoperasian;
5) Potensi pengembangan kawasan baru/pertumbuhan ekonomi di sekitar stasiun;
6) Menumbuhkan peluang usaha khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang dapat menimbulkan multiplier effect;
7) Pemerataan pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitar DKI Jakarta dan Jawa Barat; dan
8) Potensi penerimaan negara baik langsung maupun tidak langsung.

Kereta Cepat Jakarta Badung dibangun oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). PT KCIC yang didirikan pada Oktober 2015 merupakan perusahaan patungan antara konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia melalui PT Pilar Sinergi BUMN (PSBI) dan konsorsium perusahaan kereta api Cina melalui Beijing Yawan HSR Co. Ltd, dengan skema Indonesia business to business (B2B) di sektor transportasi umum.

Dasar Hukum
Dalam rangka meningkatkan pelayanan transportasi nasional dan mendukung pembangunan di wilayah Jakarta Bandung, sebagaimana telah ditetapkannya Proyek pembangunan KCJB sebagai salah satu PSN maka untuk penyelesaian prasarana dan pengadaan sarana Kereta Cepat Jakarta dan Bandung ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung.

Rencana skema operasi
1. disediakan 11 rangkaian kereta (trainset) Electric Multiple Unit (EMU), 1 trainset terdiri dari 8 kereta dapat menampung 601 penumpang dengan pembagian 18 VIP, 28 first class, dan 555 second class;
2. KCJB direncanakan beroperasi pada pukul 05.30-22.00;
3. kecepatan KCJB 250-350 kilometer per jam dengan waktu tempuh sekitar 36-45 menit dengan 2 kali pemberhentian di Stasiun Karawang dan Stasiun Padalarang; dan pada awal pengoperasian akan dilakukan 30 perjalanan/hari.

Konektivitas dan Aksesibilitas
Konektivitas dan aksesibilitas pada proyek KCJB dan pengembangan Transit Oriented Development (TOD) di kawasan stasiun harus dilakukan secara berkolaborasi bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan BUMN/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sehingga mempermudah masyarakat menuju stasiun KCJB karena pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung adalah milik bersama dan bukan semata proyek pemerintah pusat.

Untuk mendukung pengoperasian Kereta Cepat Jakarta-Bandung diperlukan dukungan dari pemerintah pusat/pemerintah daerah terkait/BUMN untuk pengembangan konektivitas dan aksesibilitas stasiun KCJB.

Menuju Transportasi massal yang unggul dan terintegrasi
Kereta Cepat Jakarta Bandung akan memiliki akses konektivitas langsung antarmoda untuk memudahkan masyarakat pengguna memanfaatkan fasilitas transportasi massal ini, Stasiun KCJB di Stasiun Halim akan terhubung dengan Bandara Udara Halim Perdanakusuma, Stasiun LRT Jabodebek, Bus Rapid Transit (BRT) serta moda lainnya, Selain itu, direncanakan juga ke depan akan terhubung dengan LRT Jakarta dan MRT jalur Fatwawati Cawang-Halim.

—-

*) Kepala Bidang Perhubungan Darat dan Perkeretaapian, Asisten Deputi Bidang Perhubungan dan Pekerjaan Umum, Deputi Bidang Kemaritiman dan Investasi, Setkab

Opini Terbaru