Keterangan Pers (Doorstop) Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Wakil Menteri Luar Negeri Setelah Menghadiri Sesi Pleno Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS 2025 di Rio de Janeiro, Brasil Senin, 7 Juli 2025
Menko Perekonomian (Airlangga Hartarto)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera bagi kita semua, teman-teman media cetak, elektronik.
Saya bersama dengan Wamen Luar Negeri, Pak Tata. Jadi kami tadi mendampingi Pak Presiden dalam KTT BRICS di Rio de Janeiro, Brasil. Dan, ini KTT BRICS pertama yang dihadiri oleh Bapak Presiden sejak Indonesia bergabung di dalam BRICS, dengan tema Strengthening Global South Cooperation for More Inclusive and Sustainable Governance. KTT ini dihadiri oleh anggota BRICS awal, yaitu Brasil, Rusia, India, Cina, South Africa, dan yang baru, Egypt, Ethiopia, Indonesia, Iran, UAE, dan masih ada yang mendaftar tapi belum confirm, Saudi.
Nah, bagi Indonesia ini penting karena dari keseluruhan GDP-nya sebesar, sebelum Indonesia masuk Rp28 triliun, itu 34 persen dari global GDP. Dengan masuknya Indonesia dan beberapa negara lain, ini sudah merepresentasi 40 persen GDP dan merepresen dari 56 persen penduduk dunia. Jadi ini ekonominya terus bertambah. Dan kalau kita lihat, berdasarkan purchasing power parity, ini juga BRICS itu sudah lebih tinggi daripada G7. Jadi ini yang mendorong bahwa BRICS ini menjadi bagian daripada global south, dan diharapkan bisa menyuarakan global south di fora internasional.
Tadi, Bapak Presiden menyampaikan komitmen Indonesia untuk mendukung perdamaian dunia melalui multilateralism dan juga menghormati daripada hukum internasional. Bapak Presiden juga menegaskan menolak perang dan juga penggunaan standar ganda. Dan, Bapak Presiden sejalan dengan hampir dari seluruh peserta, mendorong reformasi multirateral dan keterwakilan global south dalam tata kelola global, khususnya dalam institusi seperti PBB, dan didorong agar kepemimpinan BRICS dapat mendorong kepemimpinan multirateral yang lebih adil. Dan juga Bapak Presiden menegaskan dukungan terhadap Palestina, dan secara khusus untuk mengingatkan Bandung Spirit, agar bisa dilanjutkan dalam forum BRICS tersebut.
Kemudian di sesi berikut, terkait dengan multilateral, economic, financial, dan AI, Bapak Presiden mendorong bahwa multirateralisme sekali lagi didorong di dalam situasi global yang multipolar. Ini kemitraan ekonomi negara berkembang menjadi sangat penting dan diharapkan bahwa pemanfaatan dari New Development Bank bisa ditingkatkan.
Kita tahu bahwa dilaporkan tadi dalam New Development Bank itu ada beberapa proyek yang sedang ditangani, antara lain clean energy project, kemudian infrastruktur, kemudian juga beberapa proyek yang terkait dengan sustainability dan green. Saat sekarang ditangani 120 proyek dan nilainya sekitar 39 billion [dollar]. Memang, Indonesia sendiri sudah menyatakan masuk dalam NDB, dan tentu sedang berproses.
Kemudian outcome daripada pertemuan tadi, salah satunya adalah leaders declaration. Dan, dalam leaders declaration itu ada beberapa poin yang terkait dengan penguatan multilateralism dan reform daripada global governance. Yang kedua adalah mempromosikan peace and security, international stability, dan deepeninginternational economic trade and financial cooperation. Nah, poin kedua ini menjadi penting bagi Indonesia di tengah ketidakpastian, kita punya BRICS yang diharapkan bisa juga untuk menyerap pasar dari produk-produk Indonesia.
Kemudian, yang ketiga, tentu terkait dengan climate change dan promoting sustainable yang fair and inclusive development. Yang keempat adalah partnership for promotion human social and cultural development. Nah, Itu outcome dari leaders declaration. Yang lain mungkin Pak Tata, silakan.
Wakil Menteri Luar Negeri (Arrmanatha Christiawan Nasir)
Terima kasih, Pak Menko.
Hanya sedikit menambahkan bahwa tadi, yang seperti disampaikan oleh Pak Menko, ini pertama kali indonesia hadir sebagai anggota penuh, dan negara-negara menyambut dengan hangat kehadiran Indonesia. Bahkan, sebelum Bapak Presiden bicara mengenai Bandung Spirit, ketua saat ini, Brasil, menyampaikan mengenai Dasasila Bandung. Bahwa itu beliau disampaikan bahwa mengharapkan BRICS itu bisa mengingatkan kembali spirit bandung untuk mendorong kemajuan negara-negara berkembang.
Tadi pagi dan siang, pembahasan umumnya menyampaikan situasi dunia yang saat ini sangat tidak menentu, di mana banyaknya sekali pelanggaran-pelanggaran hukum internasional, di mana sistem multilateral semakin tidak dipatuhi, semakin tidak dianggap. Jadi salah satu isu yang sangat banyak diangkat oleh negara anggota, adalah pentingnya untuk BRICS mengambil kepemimpinan untuk global south, agar bisa mendorong, me-reform sistem multilateral. Dalam hal ini, diharapkan BRICS bisa bersatu, menyatukan negara-negara global south, untuk terus mengingatkan bahwa hukum internasional, sistem multilateral yang kuat itu dibutuhkan oleh negara-negara berkembang untuk bisa menciptakan situasi kondusif untuk pembangunan. Karena selama ini, negara-negara berkembang bisa maju, bisa tumbuh dengan angka yang cukup tinggi, itu karena adanya perdamaian, adanya kepatuhan terhadap hukum internasional, dengan sistem multilateral yang kuat.
Tapi dalam beberapa tahun terakhir ini, kita melihat semakin melemahnya sistem multilateral dan semakin banyak negara-negara yang tidak mematuhi hukum internasional. Oleh karena itu, tadi semangatnya adalah bagaimana BRICS bisa berkontribusi untuk mendorong reformasi, untuk mendorong penguatan dari sistem multilateral itu sendiri.
Tadi disampaikan juga sama Pak Menko, bahwa di dalam sesi kedua, yang terkait dengan multilateralisme, terkait dengan finance, dan AI, Bapak Presiden sempat mengusulkan adalah South–South Economic Compact. Di sini, tujuannya adalah agar negara-negara BRICS menjadi motor untuk memberikan akses yang lebih luas kepada negara-negara global south, untuk perdagangan, untuk juga lebih mengintegrasikan perekonomiannya untuk menjadi bagian dari supply chain. Itu salah satu ide yang disampaikan oleh Bapak Presiden dalam pernyataan beliau. Mungkin itu yang saya bisa tambahkan.
Menko Perekonomian (Airlangga Hartarto)
Baik, ada pertanyaan?
Wartawan
Soal diplomasi multilateralisme Indonesia memandang seberapa signifikan dan apa posisi BRICS dalam melakukan itu? Karena banyak juga analis yang melihat potensi di dalam BRICS ini lebih banyak kepentingan Rusia dan Cina yang disuarakan. Kemudian bagaimana jika dikaitkan juga dengan Spirit Bandung yang disampaikan?
Menko Perekonomian (Airlangga Hartanto)
Jadi, saya jawabnya yang WTO. WTO itu menjadi sangat penting dan sudah disampaikan oleh Direktur Jenderal Ngozi dalam pertemuan di OECD, informal menteri, dan tadi diulangi juga oleh Direktur Jenderal Ngozi. Pada prinsipnya reform dari WTO itu menjadi sangat penting, apalagi dalam beberapa tahun terakhir, WTO itu tidak punya dispute settlement body. Dispute body-nya relatif setiap kali akan dibentuk itu terveto.Maka, ini menjadi kepentingan semua negara untuk memperbaiki mekanisme yang ada. Dan oleh karena itu, sampai menuju ministerial meeting nanti yang ke-14, diharapkan seluruh dubes negara-negara anggota WTO sudah mempunyai proposal. Jadi jangan sampai pada saat nanti itu menjadi pertemuan yang gagal kembali. Karena kalau WTO-nya tidak berhasil, maka kita tidak bisa bicara mengenai multilateralism, karena semua akan berubah menjadi regionalism, atau bilateralism, atau bahkan seperti sekarang, unilateralism. Kalau lembaga yang lain silakan, Pak.
Wakil Menteri Luar Negeri (Arrmanatha Christiawan Nasir)
Menambahkan ya. Jadi beberapa data, 40 persen total populasi dunia itu adalah anggota BRICS. Kalau tidak salah sepertiga ya, Pak ya ekonomi dunia itu adalah anggota BRICS. Nah, Sekarang, BRICS itu berbicara untuk global south, untuk negara-negara berkembang lainnya. Di sini, dinyatakan oleh banyak negara tadi, seperti saya sampaikan, bahwa reformasi multilateralism, renew multilateralism itu adalah suatu keniscayaan, karena itu sangat dibutuhkan oleh negara-negara berkembang untuk kita tidak saja survive, tapi untuk kita thrive. Nah, itu tadi juga disampaikan oleh Bapak Presiden.
Oleh karena itu, kita harus melakukan reform, tidak saja dalam konteks peace and security, dalam konteks UN, tapi juga dalam konteks tadi juga disampaikan oleh Bapak Menko, dalam konteks trade, perdagangan. Namun, juga yang tidak kalah penting dalam konteks isu-isu keuangan dan finansial di bawah Bretton Woods Institution, dalam hal ini adalah IMF dan World Bank. Nah, karena memang selama ini reform, khususnya dalam konteks Bretton Woods Institution itu sangat lambat, oleh karena itu, BRICS lah yang mengambil inisiatif untuk membentuk, tadi yang sudah disampaikan oleh Pak Menko, NDB ya. Jadi itu adalah salah satu opsi agar negara berkembang sendiri bisa meng-address permasalahan-permasalahan pembangunannya, pembiayaan-pembiayaan pembangunannya sendiri. Jadi, itulah beberapa reform yang dicoba dan didorong oleh BRICS dan negara-negara berkembang.
Wartawan
Pak, kalau misalnya berkaca dari sejarah KAA (Konferensi Asia Afrika) dan juga apa nama lain, nah, itu kan tidak bertahan lama, gitu ya Pak. Semangatnya memang masih relevan sama sekarang, tapi gerakannya tidak pernah nampak. Kalau melihat itu, BRICS, khususnya Indonesia akan mengambil peran seperti apa untuk mengantisipasi pengaruh ini tetap kuat dalam waktu yang panjang?
Wakil Menteri Luar Negeri (Arrmanatha Christiawan Nasir)
Salah satu lock proses reform yang dilaksanakan adalah di UN. Tahun kemarin, Indonesia sangat aktif dalam proses pembahasan reform di UN. Kita menjadi salah satu pemain yang bisa menghasilkan yang namanya Pact of the Future di UN. Nah, sekarang, kita masuk di BRICS. Tadi salah satu usul dari kalau tidak salah itu Afrika Selatan atau Brasil ya, itu mendorong agar negara-negara BRICS di New York, di UN, itu menjadi suatu kelompok force yang untuk bisa mendorong, mempercepat reform process di UN. Dalam hal ini, itu tentunya Indonesia akan bisa bermain yang cukup besar di situ.
Wartawan
Pak, tentang mata uang BRICS bagaimana Pak?
Menko Perekonomian (Airlangga Hartarto)
Jadi, pertama, kita tidak membicarakan mata uang BRICS. Ya, baik.
Wartawan
Kalau bilateral dengan India tadi Pak?
Menko Perekonomian (Airlangga Hartarto)
Bilateral [dengan] India belum dilaksanakan.
Wartawan
Oh, belum dilaksanakan.
Menko Perekonomian (Airlangga Hartarto)
Iya, terima kasih. Selamat malam.
Wakil Menteri Luar Negeri (Arrmanatha Christiawan Nasir)
Terima kasih, terima kasih semua.