Ketua Gugus Tugas Covid-19: Penerapan PSBB di Jabodetabek Sudah Mulai Ada Kemajuan
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Doni Monardo, selaku Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menyampaikan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Jabodetabek masih ada yang belum efektif, tetapi sudah mulai ada kemajuan dibandingkan dengan beberapa minggu lalu.
“Artinya halte, kemudian stasiun, dan terminal sudah mengalami banyak penurunan. Persoalannya bukan pada transportasinya tetapi persoalannya ada di hulu yaitu masih banyaknya pekerja yang bekerja di kantor,” ujar Kepala BNPB saat memberikan keterangan pers, Senin (20/4).
Ini, menurut Kepala BNPB, yang memang harus diupayakan, mulai dari tingkat imbauan kemudian akhirnya juga memberikan teguran, memberikan peringatan, sampai akhirnya diharapkan gugus tugas daerah ini bisa lebih tegas lagi untuk memberikan sanksi kepada perkantoran dan juga perusahaan-perusahaan yang masih belum mematuhi protokol kesehatan.
Mengenai PSBB, Ketua Gugus Tugas menyampaikan untuk yang di Surabaya, Gresik, Sidoarjo, hanya sebagian wilayah saja untuk Gresik dan Sidoarjo.
“Saya pikir bisa saja, usulan tentunya dalam bentuk utuh kabupaten/kota, tetapi kalau pemerintah daerah hanya memberlakukan sebagian, ini dikembalikan kepada kebijakan dari gugus tugas daerah. Toh di sana juga ada unsur TNI, ada unsur Polri, ada unsur BIN, ada unsur pusat yang ada di daerah. Saya pikir daerah pasti lebih menguasai, lebih mengetahui apa yang terbaik buat mereka,” imbuh Kepala BNPB.
Parameter keberhasilan untuk penerapan PSBB, Doni sampaikan sejauh ini dengan melihat grafiknya memang masih mengalami peningkatan, tetapi ini jauh lebih kecil dibandingkan sejumlah permodelan yang telah dibuat oleh pakar-pakar di bidang matematika.
Oleh karenanya, Ia menegaskan momentum ini tentu harus memacu untuk bisa meningkatkan disiplin, disiplin pribadi, disiplin kolektif, kesadaran pribadi, kesadaran kolektif bahwa seseorang tidak akan bisa bekerja sendirian tanpa didukung oleh lingkungannya.
“Ini pun harus menjadi salah satu ujung tombak kita sebagaimana tadi telah disampaikan bahwa WHO sendiri telah memberikan apresiasi tentang keterlibatan banyak pihak di Indonesia termasuk para relawan,” imbuh Kepala BNPB.
Menurut Doni, ke depan bagaimana peran dari tokoh-tokoh non-formal ini didorong supaya bisa menyampaikan pesan yang menggunakan bahasa lokal dan bisa diterjemahkan dengan cara yang tepat sehingga masyarakat itu sadar dan paham, bahwa Covid-19 ini adalah virus yang sangat berbahaya bisa menyerang siapa saja dan dapat menimbulkan kematian.
“Dan yang perlu kita catat di sini adalah kelompok muda yang memiliki mobilitas yang sangat tinggi, mereka bisa datang ke satu tempat, kembali ke rumah. Lantas kalau mereka tidak memahami ini, di rumah pun mereka dapat menulari saudara-saudaranya, dapat menulari orang tuanya,” kata Kepala BNPB.
Yang sangat berbahaya, menurut Doni, adalah ketika di rumah tersebut terdapat kelompok rentan yaitu orang lanjut usia, opa, oma, kakek, nenek, ditambah lagi yang punya penyakit kronis.
“Penyakit kronis ini perlu digarisbawahi, yang pertama adalah mereka yang punya penyakit hipertensi dan jantung. Dari data yang kami peroleh dari Kementerian Kesehatan, yang paling banyak menjadi korban itu adalah hipertensi dan jantung. Kemudian yang kedua adalah diabetes, kemudian yang ketiga adalah kanker, kemudian yang keempat asma, bronkitis. Dan yang kelima adalah gabungan dari sejumlah penyakit kronis lainnya,” ujarnya.
Kalau ini dipahami oleh seluruh warga masyarakat, lanjut Doni, tentunya dengan penjelasan-penjelasan yang tepat oleh tokoh-tokoh maka ini akan bisa meningkatkan untuk memutus mata rantai penularan.
Kalau anak muda yang sehat, fisiknya tangguh, sambung Doni, mungkin dengan segala daya upaya akan bisa pulih, tetapi sangat berbahaya adalah kepada kelompok rentan tadi.
Oleh karenanya, Doni sampaikan bahwa orang muda yang memiliki mobilitas tinggi harus menyadari bahwa mereka ini berpotensi menjadi penyebar maut, mereka berpotensi menjadi pembunuh potensial.
“Kalau ungkapan/pernyataan dari banyak tokoh sampai dengan tingkat yang paling rendah, katakanlah, RT/RW bisa mengingatkan, inilah kekuatan kita di sini,” katanya.
Dalam beberapa kali penjelasan, Kepala BNPB mengatakan, upaya menghadapi medis ini hanya 20 persen saja, kalau toh mungkin lebih, itu daerah-daerah yang tentunya merupakan daerah zona merah mungkin persentasenya lebih tinggi, tetapi kekuatan berada pada aspek psikologis, bagaimana masyarakat saling bantu membantu, saling mengingatkan agar tidak terjadi penularan.
“Inilah sekali lagi pentingnya sosialisasi, pentingnya edukasi. Tadi pada saat penjelasan, Bapak Kepala BIN menjelaskan, 63 persen dari keberhasilan ini ditentukan oleh peran dari informasi. Informasi di sini yang paling dominan adalah dari kawan-kawan media, terutama televisi dan radio,” imbuhnya.
Pemerintah, lanjut Doni, mengharapkan, mengajak semua komponen terutama media untuk bisa sesering mungkin menyampaikan pesan-pesan agar terhindar dari COVID-19 ini.
“Kemudian menyangkut masalah rumah sakit rujukan, SK Menteri Kesehatan itu ada 132 rumah sakit, TNI dan Polri juga masuk di situ, termasuk juga BUMN. Kemudian yang berdasarkan SK dari gubernur, bupati, dan wali kota berjumlah 532. Total semuanya ada 668 (664, red),” katanya.
Soal kekurangan APD, Doni berharap sangat kepada seluruh komponen gugus tugas di daerah, setiap ada pengiriman APD ke daerah, tolong betul-betul bisa dirancang yang baik, kemudian direncanakan yang baik kira-kira rumah sakit mana yang perlu mendapat prioritas.
“Kemudian juga pengiriman APD ini hampir sebagian besar itu menggunakan fasilitas TNI terutama di luar Jakarta menggunakan pesawat TNI AU. Kita harus menyampaikan terima kasih kepada Panglima TNI, kepada TNI AU yang telah memberikan dukungan sehingga transportasi udara TNI bisa dimanfaatkan untuk pengiriman APD ke seluruh provinsi Indonesia, termasuk di Papua bahkan sampai ke Merauke,” tambahnya.
Setelah barang-barang ini diterima, Ketua Gugus Tugas juga minta untuk dikawal oleh media, benar enggak barang-barang ini tersalurkan sampai rumah sakit yang dituju dan Gugus Tugas tetap bertanggung jawab apabila ada asosiasi dari dokter spesialis yang masih membutuhkan APD, dengan senang hati kami akan memberikan bantuan, termasuk juga perkumpulan dokter umum.
“Apabila bantuan-bantuan yang tersalurkan ternyata masih kurang, bisa berhubungan langsung kepada gugus tugas. Intinya adalah bagaimana kita semua harus ikut melindungin para dokter agar terhindar dari musibah, karena mereka harus mendapatkan APD yang premium,” tandas Doni.
Untuk APD yang bukan berstandar WHO, Ketua Gugus Tugas, tentunya tidak bisa melarang karena ada masyarakat yang sekarang dengan semangat melakukan upaya produksi rumah tangga untuk pembuatan APD kita berikan apresiasi.
“Tetapi, sekali lagi, khusus untuk dokter dan perawat kami tetap harus memberikan yang terbaik yaitu APD yang berstandar WHO. Di luar yang WHO mungkin bisa diberikan kepada selain dokter dan selain perawat yang berada di garis terdepan,” jelas Doni.
Terkait, protokol Covid-19 bagi yang dimakamkan, Doni sampaikan bahwa selama belum ada kepastian dari hasil tes yang diambil oleh dinas kesehatan yang di daerah, maka pasien itu harus tetap diberikan status sebagai pasien Covid-19.
Setelah nanti ada kepastian bahwa bukan atau negatif, lanjut Doni, nanti pencatatannya akan diatur lebih lanjut oleh dinas kesehatan dan dilaporkan ke Pusdatin Kementerian Kesehatan yang nanti akan disampaikan oleh juru bicara pemerintah.
Menyangkut masalah bantuan sosial dari pemerintah pusat agar tidak tumpang tindih, Doni sampaikan bahwa alam beberapa kesempatan Presiden meminta agar masyarakat yang menerima bantuan itu by name by address.
“Jadi dibutuhkan kerja keras dari para pejabat di daerah, termasuk kepala desa bahkan sampai tingkat RT/RW untuk bisa mendata dengan cara yang tepat,” ungkap Doni.
Mengenai Permenhub tentang masih bisanya angkutan massal beroperasi, Doni menekankan bahwa sekali lagi apabila perkantoran sudah disiplin untuk tidak lagi memperkerjakan karyawannya atau tetap bekerja sesuai protokol kesehatan hanya 50 persen, maka otomatis moda transporasi akan dikurangi.
“Tetapi apabila masih terjadi penumpukan di terminal, di stasiun, di halte bus, maka kewajiban kitalah untuk mengangkut, untuk mengantar masyarakat untuk menuju ke tujuannya,” jelasnya.
Kalau mereka tidak dilayani, dibiarkan saja, Kepala BNPB sampaikan akan terjadi penumpukan kembali di stasiun kereta api, di dalam kereta api, di dalam bus, dan juga moda transportasi lainnya yang justru ini akan membahayakan warga.
“Kalau sudah ada 1-2 orang yang positif terpapar tanpa gejala dan sudah pasti sangat mungkin akan menulari orang-orang disekitarnya. Dan kalau di antara yang bergerumbul itu, yang berkelompok itu punya penyakit penyerta, konsekuensinya akan sangat tinggi. Ini yang harus kita hindari,” tandasnya.
Jadi, Doni mengajak mari dicoba lihat ke depan, wartawan juga mungkin setelah ini bisa mengajak mana kantor-kantor yang masih belum taat, termasuk para karyawannya, bisa memberikan informasi kepada gugus tugas daerah kemudian mana kantor masih belum melakukan physical distancing, belum menaati PSBB.
“Kemudian gelar data tentang sebaran ini sebenarnya sudah bisa kita lihat. Nanti dibuka di covid19.go.id itu akan keliatan sebaran di Jakarta kemudian di Jawa Barat dan juga di berbagai daerah lainnya. Dan kita bisa tahu juga melalui platform inaRISK, jadi mudah-mudahan ini bisa membantu semuanya,” pungkas Doni. (TGH/MAY/EN)