Krisdaren, Krisis Energi dan/atau Darurat Energi
Krisdaren adalah singkatan dari Krisis Energi dan/atau Darurat Energi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), krisis berarti keadaan yang berbahaya, parah sekali atau keadaan genting. Sedangkan darurat berarti keadaan sukar (sulit) yang tidak tersangka-sangka yang memerlukan penanggulangan segera.
Di bidang energi, biasanya krisis energi didefinisikan sebagai kondisi kekurangan energi. Sedangkan darurat energi didefinisikan sebagai kondisi terganggunya pasokan energi akibat terputusnya sarana dan prasarana energi.
Apakah Indonesia pada saat ini sudah mengalami krisis energi dan darurat energi ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dilihat berapa produksi energi dan berapa konsumsi nasional energi di Indonesia.
Pertama, produksi dan konsumsi minyak. Pada periode tahun 1975-1995 produksi minyak Indonesia di atas 1 juta barel perhari, bahkan pada 1980-an dan 1991-an produksi minyak Indonesia hampir mendekati 2 juta barel perhari. Sementara konsumsi BBM dalam negeri pada 1975-1985 di bawah 500.000 barel perhari. Namun seiring pertumbuhan ekonomi Indonesia, konsumsi BBM dalam negeri terus meningkat, sehingga pada 2004 produksi minyak tidak lagi mencukupi untuk menutupi konsumsi dalam negeri yang jumlahnya berada di level 1 juta barel per hari, sementara produksinya terus turun. Pada tahun 2015, konsumsi BBM dalam negeri sudah di atas 1,5 juta barel per hari, sementara produksinya di bawah 800.000 barel per hari. Sehingga kita harus mengimpor sebesar 700.000 barel perhari. Dengan demikian, PT Pertamina menghabiskan sekitar US$ 150 juta atau Rp 1,95 triliun per hari untuk impor BBM (detikFinance, 18/6/2015).
Kedua, produksi dan konsumsi gas. Indonesia merupakan produsen gas terbesar ke 10 di dunia dengan rata-rata produksi sebesar 73,4 miliar meter kubik pertahun, dan konsumen gas terbesar ke 25 di dunia dengan rata-rata konsumsi sebesar 38,4 miliar meter kubik pertahun.
Produksi dan konsumsi gas di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut :
(Miliar M3)
Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Produksi 75,1 74,3 71,5 73,7 76,9 85,7 81,5 77,1 72,1 73,4
Konsumsi 35,9 36,6 34,1 39,1 41,5 43,4 42,1 42,2 36,5 38,4
(sumber : www.Indonesia Investments.com, 10/10/2015)
Disamping itu, menurut BP Statistical Review of World Energy 2015, Indonesia memiliki cadangan gas alam yang besar. Saat ini, negara kita memiliki cadangan gas terbesar ketiga di wilayah Asia Pasifik (setelah Australia dan Cina), berkontribusi untuk 1,5% dari total cadangan gas dunia.
Ketiga, produksi dan konsumsi batubara. Produksi dan konsumsi batubara di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut :
(Juta Ton)
Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Produksi 217 240 254 275 353 412 474 458 376
Konsumsi DN 61 49 56 65 66 67 72 76 80
Eksport 163 191 198 210 287 345 402 382 296
(sumber : www.Indonesia Investments.com, 10/10/2015)
Tabel diatas menunjukkan bahwa konsumsi batubara dalam negeri sampai saat ini relatif masih rendah dibanding produksinya, yaitu antara 15-24% saja. Selebihnya diekspor ke berbagai negara.
Pada saat ini Indonesia menjadi produsen terbesar ketiga di dunia dibawah Cina (1.844,6 Juta Ton) dan Amerika Serikat (507,8 Juta Ton). Sementara cadangan batubara Indonesia sebesar 12 miliar ton, menjadikan Indonesia menempati peringkat ke-10 dengan sekitar 3,1% dari total cadangan batubara global terbukti berdasarkan BP Statistical Review of World Energy. Apabila tidak ditemukan cadangan batubara yang baru dan tingkat produksi saat ini tetap diteruskan, maka diperkirakan batubara Indonesia akan habis dalam 83 tahun kedepan.
Krisis atau Tidak Krisis
Melihat data diatas, dapat dikatakan bahwa kita sudah net importir minyak. Produksi minyak kita tak lagi mencukup kebutuhan dalam negeri, dan cadangannya-pun juga tidak banyak lagi. Tetapi gas dan batubara kita masih banyak. Oleh karena itu, kebijakan Pemerintah mendorong kita untuk mengurangi konsumsi minyak dan menggantinya dengan energi alternatif, seperti gas, batubara dan energi baru dan terbarukan (EBT).
Apakah Indonesia sudah diambang krisis energi ? Menurut berbagai pihak, sepertinya kita belum akan sampai pada tingkat krisis energi. Kecuali minyak, cadangan energi kita masih banyak, bahkan berlimpah, terutama EBT. Jika EBT ini dikembangkan, maka sumber energi kita akan selalu mencukupi dalam jangka waktu yang cukup panjang.
Menurut berbagai sumber, antara lain Kem ESDM dan alamandahs.blog (9/9/2014), setidak-tidaknya ada 8 jenis sumber EBT di Indonesia yang layak dikembangkan. Pertama, Energi/Tenaga Air. Energi air adalah salah satu sumber energi alternatif yang banyak dimiliki Indonesia untuk menggantikan bahan bakar fosil yang selama ini paling banyak digunakan. Tenaga air digunakan untuk menggerakkan turbin listrik pada PLTA, Pembangkit Listrik Tenaga Air. Kita tentu mengenal PLTA Singkarak (Sumbar), PLTA Gajah Mungkur (Jateng), PLTA Karangkates (Jatim), PLTA Riam Kanan (Kalsel) dan PLTA Larona (Sulsel).
Kedua, Energi Panas Bumi. Energi panas bumi atau geothermal adalah sumber energi terbarukan berupa energi thermal yang dihasilkan dan tersimpan di dalam bumi. Energi panas bumi diyakini cukup ekonomis, berlimpah, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Namun pemanfaatannya masih terkendala pada teknologi eksploitasi yang hanya dapat menjangkau di sekitar lempeng tektonik. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang dimiliki Indonesia antara lain: PLTP Sibayak (Sumut), PLTP Salak (Jabar), PLTP Dieng (Jateng), dan PLTP Lahendong (Sulut).
Ketiga, Energi Angin. Energi angin atau bayu adalah sumber energi terbarukan yang dihasilkan oleh angin. Kincir angin digunakan untuk menangkap energi angin dan diubah menjadi energi listrik. Pemanfaat energi angin menjadi listrik di Indonesia telah dilakukan seperti pada Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTBayu) Samas di Bantul, Yogyakarta.
Keempat, Energi Matahari. Energi matahari atau surya adalah energi terbarukan yang bersumber dari radiasi sinar dan panas yang dipancarkan matahari. Pembangkit Listrik Tenaga Surya yang terdapat di Indonesia antara lain : PLTS Karangasem (Bali), PLTS Raijua, PLTS Nule, dan PLTS Solor Barat (NTT). Kalau PLTS yang kecil-kecil banyak kita jumpai dipinggir jalan, terutama jalan tol luar kota.
Kelima, Energi Biofuel. Energi biofuel atau bahan bakar hayati atau bahan bakar nabati (BBN) adalah sumber energi terbarukan berupa bahan bakar dalam bentuk padat, cair, dan gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Sumber biofuel adalah tanaman yang memiliki kandungan gula tinggi, seperti sorgum dan tebu, dan tanaman yang memiliki kandungan minyak nabati tinggi, seperti jarak, ganggang, dan kelapa sawit.
Keenam, Energi Biomassa. Energi biomassa adalah jenis energi terbarukan yang mengacu pada bahan biologis yang berasal dari organisme yang hidup atau belum lama mati. Sumber biomassa antara lain bahan bakar kayu, limbah dan alkohol. Pembangkit listrik biomassa di Indonesia seperti PLTBM Pulubala di Gorontalo yang memanfaatkan tongkol jagung.
Ketujuh, Energi Gelombang Laut. Energi gelombang laut atau ombak adalah energi terbarukan yang bersumber dari tekanan naik turunnya gelombang air laut. Indonesia sebagai negara maritim yang terletak diantara dua samudera berpotensi tinggi memanfaatkan sumber energi dari gelombang laut. Sayangnya sumber energi alternatif ini masih dalam taraf pengembangan di Indonesia.
Kedelapan, Energi Pasang Surut. Energi pasang surut air laut adalah energi terbarukan yang bersumber dari proses pasang surut air laut. Terdapat dua jenis sumber energi pasang surut air laut. Yang pertama adalah perbedaan tinggi rendah air laut saat pasang dan surut. Yang kedua adalah arus pasang surut terutama pada selat-selat yang kecil. Layaknya energi gelombang laut, Indonesia memiliki potensi yang tinggi dalam pemanfaatan energi pasang surut air laut.
Sayangnya, sumber energi ini masih banyak yang belum termanfaatkan. Jika dilihat kontribusi sumber EBT sebagai sumber energi nasional, masih kurang dari 10%, meskipun potensinya sangat besar. Dari kontribusi yang 10% tersebut, tenaga air merupakan yang terbanyak menyumbang energi nasional, diikuti oleh panas bumi. Sedangkan yang lainnya bisa dikatakan belum termanfaatkan. Sementara 90% dari sumber energi kita masih mengandalkan minyak, gas dan batubara, dimana produksi minyak kita sudah tidak bisa lagi diandalkan untuk menenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.
Upaya Mengantisipasi
Kalau begitu, mengapa Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 41 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan Dan Penanggulangan Krisis Energi Dan/Atau Darurat Energi. Di dalam Perpres tersebut dapat dibaca alasan penerbitan Perpres dimaksud : pertama, dalam rangka menjamin ketahanan energi nasional dan untuk menetapkan langkah-langkah penanggulangan krisis energi dan darurat energi yang dilaksanakan oleh Dewan Energi Nasional (DEN) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi; dan yang kedua, untuk memberikan arah bagi Pemerintah Pusat dalam melaksanakan tindakan penanggulangan krisis energi dan/atau darurat energi yang diperlukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi.
Hal-hal yang diatur dalam Perpres tersebut, antara lain sebagai berikut : Pertama, definisi krisis energi, yaitu kondisi kekurangan energi; dan definisi darurat energi yaitu kondisi terganggunya pasokan energi akibat terputusnya sarana dan prasarana energi. Kedua, penetapan dan penanggulangan krisis energi dan/atau darurat energi dilakukan terhadap jenis energi yang digunakan untuk kepentingan publik, yaitu BBM, Tenaga Listrik, LPG, dan Gas Bumi.
Ketiga, krisis energi operasional ditetapkan apabila pemenuhan cadangan operasional minimum atau kebutuhan minimum energi diperkirakan tidak terpenuhi dan tidak tertanggulangi oleh Badan Usaha (yang memiliki izin usaha hilir minyak dan gas bumi atau izin usaha penyediaan tenaga listrik). Keempat, darurat energi operasional ditetapkan apabila gangguan pada sarana dan prasarana energi tidak dapat dipulihkan oleh Badan Usaha. Kelima, krisis energi dan/atau darurat energi nasional ditetapkan jika mengakibatkan terganggunya fungsi pemerintahan, kehidupan sosial masyarakat, dan/atau terganggunya kegiatan perekonomian.
Keenam, tata cara penetapan krisis energi dan darurat energi : (1) Menteri ESDM, DEN, dan Badan Pengatur serta Badan Usaha melakukan identifikasi dan memantau kondisi penyediaan dan kebutuhan energi untuk mengantisipasi krisis energi dan/atau darurat energi. (2) Gubernur (termasuk berdasarkan usul Bupati/Walikota) dan/atau Badan Usaha dapat mengusulkan penetapan krisis energi dan/atau darurat energi kepada Menteri ESDM. (3) Dalam hal hasil identifikasi dan/atau usul Gubernur atau Badan Usaha berpotensi memenuhi kondisi krisis energi dan darurat energi, Menteri ESDM selaku Ketua Harian DEN mengadakan Sidang Anggota DEN. (4) Dalam hal Sidang Anggota DEN memutuskan keadaan krisis energi dan/atau darurat energi berdasarkan kondisi teknis operasional, Menteri ESDM menetapkan krisis energi dan/atau darurat energi, dan Menteri ESDM selaku Ketua Harian DEN menetapkan langkah-langkah penanggulangannya. (5) Sedangkan dalam hal Sidang Anggota DEN merekomendasikan krisis energi dan/atau darurat energi berdasarkan kondisi nasional, Menteri ESDM mengusulkan kepada Presiden untuk menetapkan krisis energi dan/atau darurat energi, dan Presiden selaku Ketua DEN menetapkan langkah-langkah penanggulangannya.
Ketujuh, Pemerintah wajib melaksanakan tindakan penanggulangan krisis energi dan/atau darurat energi berdasarkan Keputusan Ketua Harian DEN dan Keputusan Ketua DEN. Kedelapan, Menteri ESDM, menteri lain yang terkait, Kepala Lembaga Pemerintah Nonkementerian, Gubernur, dan Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya mengalokasikan anggaran untuk melaksanakan tindakan penanggulangan krisis energi dan/atau darurat energi.
Kesembilan, Badan Usaha, pihak lain yang terkait, dan masyarakat wajib turut serta menanggulangi krisis energi dan/atau darurat energi. Kesepuluh, berakhirnya krisis energi dan/atau darurat energi untuk kondisi teknis operasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri ESDM setelah mendapat rekomendasi DEN. Kesebelas, berakhirnya krisis energi dan/atau darurat energi untuk kondisi teknis nasional ditetapkan dengan Keputusan Presiden.