Kritik Berita Bernada Pesimis, Presiden Jokowi Berharap Pers Bangun Optimisme Publik

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 9 Februari 2016
Kategori: Berita
Dibaca: 29.808 Kali
Presiden Jokowi saat memberikan sambutan pada acara puncak Peringatan Hari Pers Nasional di Pantai Kuta, Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa (9/2) pagi

Presiden Jokowi saat berikan sambutan pada acara puncak Peringatan Hari Pers Nasional di Pantai Kuta, KEK Mandalika, Lombok, NTB, Selasa (9/2) pagi. (Foto:Humas/Fitri)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengemukakan, kita beruntung hidup di era kemerdekaan pers, era kebebasan pers,  dimana setiap hari kita dibanjiri informasi, disuguhi opini, disuguhi data dan informasi yang beragam.

“Semua bisa melihat sendiri, betapa mudahnya berita dan informasi. Kadang status di media sosial pun  juga bisa jadi berita. Informasi yang ada di tengah kita memang ada yang pahit, seperti  jamu, ada yang bisa menjadi vitamin yang menyehatkan. Tapi  bisa juga hanya sekadar informasi yang terkadang mengganggu kesehatan akal sehat kita,” kata Presiden Jokowi saat memberikan sambutan pada acara puncak Peringatan Hari Pers Nasional di Pantai Kuta, Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa (9/2) pagi.

Presiden berharap agar seluruh insan pers media bisa ikut menggerakkan,  membangun optimisme publik, membangun etos kerja masyarakat, ikut membangun produktivitas masyarakat. “Bukan sebaliknya. Kadang-kadang kita sering, media kita justru mempengaruhi kita menjadi pesimis. Pesimisme dan juga banyak yang terjebak pada berita-berita yang sensasional,” ujarnya.

Presiden Jokowi lantas menunjuk contoh, misalnya  ada berita Indonesia diprediksi akan hancur, ada berita lagi semua pesimis target pertumbuhan ekonomi tercapai. Selain itu, ada lagi judulnya pemerintah gagal, aksi teror takkan abis, sampai kiamat pun.

Tidak itu saja, lanjut Presiden, masih ada berita “Kabut asap tak teratasi, Riau terancam merdeka”. Bahkan ada berita yang lebih seram lagi, “Indonesia akan bangkrut. Hancur. Rupiah akan tembus 15.000, Jokowi-JK akan ambruk, akan ambyar,” ungkap Presiden.

Menurut Presiden, kalau judul-judul seperti itu diteruskan dalam era kompetisi seperti ini yang muncul pesimisme. Yang muncul adalah sebuah etos kerja yang tidak terbangun dengan baik. Yang muncul adalah hal-hal  yang tidak produktif, bukan produktivitas. Padahal, tegas Presiden, itu adalah hanya sebuah asumsi.

Presiden Jokowi juga mengritik stasiun-stasiun televisi yang jarang menayangkan lagu-lagu kebangsaan, apakah Indonesia Raya, Padamu Negeri, Garuda Pancasila, dan sebagainya. Mereka hanya menayangkan sesudah jam 12, bukan di prime time.

“Saya hanya membayangkan. Setiap jam ada lagu-lagu nasional, lagu-lagu kebangsaan kita, lagu Indonesia Raya terus dimunculkan. Satu jam lagi Padamu Negeri, sejam lagi Garuda Pancasila. Alangkah sangat bagusnya. Sehingga anak-anak kita akan semuanya dari Sabang sampai Merauke akan hapal lagu-lagu nasional kita,” tutur Presiden.

Diakui Presiden, jika Stasiun TV bertumpu pada rating, semuanya mengejar rating. “Tapi mestinya sebagian kecil dari waktu itu bisa diberikan kepada hal-hal yang tadi saya sampaikan,” pesannya.

Presiden Jokowi mengingatkan, pada era kompetisi, era persaingan antar negara sekarang ini, yang dibutuhkan adalah membangun trust, membangun kepercayaan. Ia menegaskan, orang negara lain harus modal, harus investasi, harus uang masuk.

“Itu akan muncul, akan mengalir kalau ada trust enggak ada yang lain. Kalau enggka ada kepercayaan jangan berharap ada arus uang masuk, jangan berharap ada  investasi masuk. Jangan berharap ada arus modal masuk,” tutur Presiden Jokowi seraya menyebutkan, bahwa kepercayaan itu yang bisa membangun adalah media pers, karena persepsi muncul, image itu muncul karena berita-berita yang kita bangun.

Presiden juga menyoroti keinginan kecepatan memberitakan, terutama di online media. Presiden mengaku dirinya selalu membaca, terutama pas di mobil, pas di pesawat. Presiden mengkritisi pemberitaan yang menurutnya kepatuhan kepada kode etik jurnalisme, kepada etika pemberitaan, sering dan banyak sekali diabaikan, karena inginnya cepat, sehingga beritanya menjadi tidak akurat, beritanya menjadi  tak berimbang. “Beritanya dicampuradukkan antara fakta dan opini. Dan kadang-kadang menghakimi seseorang, ini menurut saya berbahaya sekali,” kata Presiden Jokowi.

Ditekan Lingkungan Sendiri

Menurut Presiden Jokowi, kalau dulu kita lihat, tekanan kepada pers itu dari pemerintah. Tapi sekarang terbalik, pers yang justru  menekan-nekan  pemerintah. “Dulu pasti ditekan. Pemerintah langsung yang keluar yang baik-baik. Sekarang justru pers, justru media yang menekan pemerintah. Tetapi yang menekan pers siapa? Yang menekan media siapa? Menurut saya ya industri pers sendiri karena persaingan,” papar Kepala Negara.

Ditekan dari  lingkungan sendiri itulah, menurut Presiden Jokowi, hal-hal yang harus dihindarkan bersama agar dalam rangka membangun trust bisa kita lakukan.

Presiden berharap  pers tetap dipercaya oleh publik sebagai pilar tempat demokrasi kita dengan  menghadirkan informasi yang jujur, yang akurat, yang objektif, dan selalu memberikan tempat kepada suara, pikiran kepada gagasan dari masyarakat.

Tampak hadir dalam acara tersebut Ibu Negara Iriana Joko Widodo, Menko Bidang PMK Puan Maharani, Menko Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli, Mendagri Tjahjo Kumolo, Seskab Pramono Anung,  Menkominfo Rudiantara, dan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki. (DID/ES)

Berita Terbaru