Kuliah Umum Presiden Joko Widodo Di Hadapan Civitas Akademika UGM, Yogyakarta, 9 Desember 2014

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 10 Desember 2014
Kategori: Transkrip Pidato
Dibaca: 17.322 Kali

Bismillahirahmanirahim
Assalamualaikum Wr. Wb.
Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semuanya.

Yang saya hormati, para Menteri, Bapak Gubernur Jogja, Rektor UGM, Dekan, Dosen, Civitas Akademika, para mahasiswa yang pada siang hari ini hadir.

Saya ingin menyampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan tantangan negara kita ke depan beserta program yang akan kita lakukan dalam mengatasi tantangan-tantangan negara ini.

Yang pertama, saya kira kita juga sudah sadar semuanya dan menurut saya ini sudah darurat Indonesia, narkoba. Perlu Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara ketahui bersama, ada kira-kira 4,5 juta yang terkena, informasi yang saya terima, 1,2 juta sudah tidak bisa direhab karena sudah terlanjur sangat parah dan setiap hari ada kurang lebih 40-50 orang Indonesia terutama generasi penerus kita yang meninggaln karena narkoba, setiap hari Bapak Ibu bisa bayangkan 40-50. Sudah bertahun-tahun ini menumpuk di meja untuk meminta grasi, meminta pengampunan, ada 64 pengedar berat yang sudah dihukum mati oleh pengadilan datang ke meja saya.

Saya mau bertanya kepada Bpak Ibu semuanya, apa yang harus saya lakukan? Ini sudah bertahun-tahun tidak segera diputuskan. Saya sampaikan, memang belum sampai di meja saya tapi sudah mutar di Istana. Begitu masuk ke meja saya sudah saya sampaikan, tidak ada yang saya beri pengampunan untuk narkoba. Tidak..tidak..tidak. Karena semua institusi kita sudah dimasuki barang ini dan terakhir betul-betul kita sangat kaget yang di Makassar.

Hati-hati untuk juga yang berada di ruangan ini karena kita tidak tahu, betul-betul tidak tahu karena sudah ribuan tahun masuk ke negara kita dan banyak yang diproduksindi sini. Sudah di dalam penjara, bisa mengendalikan. Ini kalau saya, sudah darurat. Saya sampaikan tidak ada ampun untuk masalah ini, mungkin sebentar lagi, ini off the record … Saya tidak mau masalah seperti ini kita biasakan, ini harus dihentikan, shock terapinya adalah itu tadi. Pertama adalah narkoba.

Yang kedua, masalah korupsi. Tadi saya kira telah banyak disampaikan oleh Ketua KPK, saya tidak ingin menyampaikan lagi.

Kemudian yang ketiga, masalah wibawa negara. Ini masalah trust, masalah kepercayaan. Saya dilapori oleh Menteri Kelautan dan Perikanan. Pak, di negara kita ini sekarang beredar kira-kira 5400 kapal di seluruh perairan kita, 2/3 wilayah kita adalah laut, adalah air. 5400 kapal, hampir semuanya tidak legal artinya ilegal. Bayangkan… Saya diberi angka lagi, angkanya saya juga masih belum yakin: Rp 300 triliun hilang kekayaan sumber daya alam laut kita karena illegal fishing, Rp 300 triliun. Subsidi kita untuk perikanan, nelayan, adalah Rp 11 triliun disubsidi, income-nya hanya Rp 300 miliar, ini supaya gambarannya konkret dan tidak masuk akal, hanya Rp 300 miliar setahun. Oleh sebab itu, saya perintahkan kepada Menteri, ada Panglima TNI, kepada KSAL, seperti ini juga tidak bisa diterus-teruskan, ini harus berhenti.

Caranya, saya sudah sampaikan sebetulnya, sudah perintah mungkin 3 atau 4 minggu  yang lalu. Tenggelamkan kapalnya yang nyuri-nyuri. Saya tunggu seminggu, dua minggu tidak ada yang ditenggelamkan. Saya perintah lagi, tenggelamkan! Tidak ada lagi tapi alhamdulilah kemarin sudah , hari apa Jumat kemarin. Kita ini ragu-ragu terhadap hal-hal yang sudah jelas. Nelayan kita di Australia juga ditenggelamkan kok. UU kita sudah jelas, boleh. Tapi ada prosedurnya, diperingatkan masih bandel, diperingatkan ya sudah langsung tapi nelayannya diambil dulu. Jangan di-bleng langsung nelayannya ikut, ramai kalau yang itu.

Saya juga ngomong ke Kementerian, TNI, Polri, kok baru tiga? Katanya ada 5400, masa dari semuanya hanya 3? Tidak tahu ada tambahan lagi atau tidak, semoga ada tambahan lagi biar menunjukkan kita ini daulat.

Negara ini yang punya wibawa dan kita tegas mengatasi hal ini, harus seperti itu. Menteri Luar Negeri saya tugaskan, jelaskan ke negara-negara itu. Ini masalah kriminal, ini masalah, ini masalah pencurian bukan masalah tetangga-tetanggaan, beda persoalannya.

Selanjutnya, problem kita ini yang bertahun-tahun kita nikmati bersama-sama, masalah subsidi BBM. Saya hanya ingin memberikan gambaran. Anggaran kita Rp 2039 triliun, untuk subsidi yang tahun depan kurang lebih Rp 433 triliun, itu subsidi BBM plus subsidi yang lain Rp 433 triliun. Subsidi BBM sendiri Rp 280 triliun, kalau jabatan saya 5 tahun, kalikan 5 berarti Rp 1400 triliun. Sepuluh tahun yang kemarin juga saya hitung, subsidi  BBM totalnya Rp 1300  triliun.

Tiap hari kita bakar, hilang jadinya apa? Gak jelas. Padahal untuk membangun rel kereta api di seluruh tanah air, Jawa sudah, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, kita hitung habisnya hanya Rp 360 triliun. Berarti subsidi BBM itu kalau dipakai dari yang konsumsi untuk konsumsi dipakai untuk yang produktif dijadikan rel kereta api setahun jadi seluruh tanah air, 280 tambah dikit sudah, karena habisnya hanya Rp 360 triliun. Kita nggak sadar seperti itu, padahal manajemen distribusi logistik itu di sebuah negara sangat penting sekali.

Saya sering contohkan, di sini semen Rp 60-70 ribu, di Papua Rp 2,5 juta karena masalah ini tidak dikerjakan, infrastruktur transportasi tidak pernah dikerjakan. Kalau dipakai untuk membangun jalan 1 km tol, kita bicara tol, itu habisnya Rp 80 miliar per km. Kalau 1400 x 12, sudah kira-kira 16.000 km, seluruh Indonesia sudah komplit jalan tolnya pakai uang kita sendiri. Tidak usah pakai investasi dari mana-mana tapi itu tidak pernah kita lakukan karena rezim anggaran kita senang dengan yang namanya subsidi BBM dan yang menikmati bukan rakyat yang kebanyakan. 72% adalah yang pegang mobil Bapak Ibu semuanya, yang sebetulnya tidak perlu disubsidi. Ini yang kekeliruan yang selanjutnya.

Oleh sebab itu, inilah yang ingin kita ubah, kita balik. Subsidi BBM dibalik untuk usaha-usaha produktif, dari konsumsi menjadi penggunaan-penggunaan yang produktif. Sudah sering saya sampaikan untuk apa? Benih untuk petani, pupuk untuk petani, irigasi juga untuk petani, bendungan juga untuk petani. Nah, ini berhenti di bendungan. Bendungan kita hitung-hitung kebutuhan kita untuk swasembada hanya 30 bendungan.

Tapi kemarin setelah ketemu dengan gubernur, “Pak,kita juga ingin punya bendungan.” Tambah jadi 49, butuh duitnya 49 bendungan itu kira-kira Rp 24 triliun, hanya Rp 24 triliun. Bayangkan subsidi BBM kalau Rp 1400 triliun, kalau dibuat bendungan 1400 itu menjadi 2800 bendungan. Bayangkan seluruh tanah air bisa penuh dengan bendungan dan swasembada mungkin bisa kita ekspor semua bahan pangan, itu ekspor semuanya. Saya sudah berikan target kepada Menteri Pertanian, irigasi kita berikan. Irigasi hanya habis Rp 15 triliun, irigasi semua irigasi nanti sudah baik dengan Rp 15 triliun, rampung. Karena kita cek sendiri ke lapangan hampir 70% irigasi kita rusak, sudah 30 tahun tidak diapa-apain jadi kalau kita impor pangan, gak kaget saya. Lapangannya, faktanya seperti ini diperbaiki Rp 15 triliun rampung.

Saya sudah beri target kepada Menteri Pertanian, tiga tahun maksimal harus swasembada, tidak boleh lebih dari tiga tahun. Beras terutama dan slanjutnya gula, jagung, kedelai semuanya, lima tahun sudah ketemu semuanya. Saya sudah diberi hitung-hitungan, hati-hati. Kalau tiga tahun tidak swasembada, saya ganti menterinya.  Yang dari Fakultas Pertanian bisa ngantri dulu kalau tidak swasembada, tapi saya meyakini bisa. Hitung-hitungannya sudah jelas banget, target provinsi ini dari sekian ke sekian butuhnya irigasi sekian P. Dari sekian ke sekian, sekian P, sudah jelas sekali. Kita hanya konsentrasi kemarin hanya di 11 provinsi, tidak di semua provinsi. Konsentrasi saja, kerja itu fokus di 11 provinsi, rampung. Saya sudah diberi hitung-hitungan, ini beras rampung menginjak ke gula menginjak ke jagung, lihat lagi problemnya apa.

Gula kemarin Pak JK sudah mutar, Menteri Pertanian mutar juga sudah ketemu juga kuncinya di sini sudah. Ini masalah niat dan tidak niat karena memang ada banyak yang mengambil rente dari sini, senang impor karena ada yang senang impor memang.Yang di Kementerian juga senang memberi ijin impor, yang diberi ijin juga sama senang. Tidak tahu bahwa petani kita semuanya masuk angin semua. Gula menumpuk berapa ratus tibu ton, warga Jember nangis semuanya gara-gara apa sih? Impor semuanya, tidak ada yang lain. Impor katanya untuk pabrik makanan minuman, mana? Di pasar semuanya ada. Saya orang lapangan jadi jangan ngomong seperti itu. Tidak percaya? Saya buktikan di pasar mana, di lokasi mana saya tunjukin, saya bisa menunjukkan itu. Ini problem kita.

Tapi saya meyakini, saya sudah menyampaikan juga ke Bulog, siap-siap hilirisasi dan siap gudang. Karena saya meyakini begitu nanti produksinpetani membludag, jangan sampai harga jatuh, semuanya harus dibeli oleh Bulog. Bisa diekspor kalau pasarnya bisa terima, kalau tidak ya hilirisasi, jadikan tepung atau jadikan jadikan barang jadi lainnya, setengah jadi.

Saya tuh malu kemarin waktu di ASEAN Summit, Nay Pyi Taw ketemu Presiden Vietnam, apa coba yang dianukan ke saya? Presiden Jokowi, kapan beli beras kita lagi? Nanti kalau kita sudah ekspor baru ngerti dia.

Juga untuk subsidi, anggaran subsidi bisa dilarikan ke sini, mesin kapal, lemari es untuk nelayan, ini di lapangan diperlukan. Selain tentu saja fisheries industry, juga usaha-usaha kecil yang ada di kampung, di desa, perlu disuntik dengan pengalihan subsidi ini mulai tahun depan juga untuk Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, semuanya.

Cash transfer kepada masyarakat yang kurang mampu ini terus harus dilakukan, bukan hanya karena BBM naik tetapi cash transfer kepada masyarakat tidak mampu itu sangat diperlukan untuk menurunkan angka kemiskinan dengan cepat. Saya belajar dari Lula untuk melakukan itu dan saya menilai dia berhasil.

Kemudian tadi pembangunan infrastruktur karena kita ingin cepat-cepatan, tahun depan sudah dimulai yang di tol Trans Sumatera, kereta api Trans Sumatera, tol di Kalimantan, trans kereta api di Kalimantan, sudah. Saya kemarin waktu di Lampung, Menteri-Menteri saya kumpulkan, Menteri Perhubungan, Menteri PU, Menteri BUMN, sudah menunjuk lokasi dan langsung kita putuskan, maksimal Februari sudah harus dimulai.

Bertanya ke saya, “Pak, ini duitnya gede. Duitnya dari mana?”Urusan presiden, sudah ada perintah pokoknya mulai. Saya berani perintah kan mesti tahu kantongan kita ada duit berapa begitu loh. Masa berani perintah, tidak ada duitnya bagaimana. Pasti ada yang orang belum tahu, Menteri juga belum tahu duitnya dari mana tapi saya sudah tahu. Itu bedanya Menteri dengan Presiden di situ?

Di Kalimantan juga sama tapi belum, kita belum memulainya tapi tahun depan saya pastikan Insya Allah kita mulai. Karena problem kita di distribusi logistik, problem semua. Banyak produksi di dekat hutan, di daerah terpencil tidak bisa terbawa ke daerah kota karena tidak ada angkutan, problem kita ada di situ. Infrastruktur, connectivity antar kota antar pulau ini kunci, kunci kita. Cina bisa melompat juga karena mereka cepat membangun infrastrukturnya.

Saya pernah cerita ke seluruh Gubernur, waktu saya ke APEC di Beijing. Malam, makan malam bareng-bareng dengan Presiden Xi Jinping. Saya jejer, memang sebelum berangkat saya minta jejer. Pokoknya Indonesia tidak mau kalau tidak berdampingan dengan negara-negara besar, saya tidak mau. Sehingga di sana benar, kita memang harus seperti itu. Saya meskipun kurus tapi PD, saya minta memang saya minta. Utusan khusus minta ke sana dan benar di sini ada Putin, di sini tuan rumah Presiden Xi Jinping, di sini Presiden Jokowi, di sini Presiden Obama, empat ini terus kemana-mana. Ini bukan masalah Jokowi-nya, Bapak Ibu harus ngerti. Ini simbol negara, kita ini negara besar. Jangan mau ditaruh di belakang, tidak mau saya. Ini bukan masalah orangnya, ini simbol di konferensinya, di makan malamnya. Kalau tidak diberi, tidak usah datang, di sini juga banyak kerjaan. Datang hanya disingkir-singkirkan, ngapain.

Saya tanya kepada Presiden Xi Jinping, kenapa Tiongkok, China, bisa meloncat seperti itu? Tapi jangan banyak, berikan tiga saja. Satu, partai yang bersatu. Baik, ini berat. Iya, dia menyampaikan partai yang bersatu. Yang kedua, harus punya visi besar, punya gagasan besar 50 tahun, 100 tahun, harus punya. Ketiga, infrastruktur bangun secepat-cepatnya. Jangan pikir dari mana duitnya, dia menyampaikan itu. Karena dengan itu, ekonomi, pertumbuhan ekonomi makin cepat. Yang sulit hanya yang tadi ini, saya yakin yang dua ini kita bisa melakukan.

Oleh sebab itu, kenapa infrastruktur terus kita kejar? Pelabuhan, kita akan bangun 24 pelabuhan. Selalu orang bertanya, dari mana duitnya? Sudahlah, saya punya pokoknya dimulai nanti terakhir saya beri tahu duitnya dari mana. Pak Menteri, jangan dibocorkan. Nanti kalau dibocorkan, Menteri-Menteri langsung mengajukan anggaran semuanya padahal saya mau konsentrasi ke anggaran yang kita tuju. Tanjung Priok nanti 2017 sudah bisa 15 juta TEUs per tahun terus.

Yang ini, beberapa yang sudah yang potensi yang kita pilih tapi ini masih bisa tambah. Untuk kereta apinya juga, yang belum ada studinya tinggal yang di Papua. Saya kira, 6 bulan studi itu akan dilaksanakan dan bisa langsung dilaksanakan, yang lain-lain sudah rampung tinggal merubah sedikit-sedikit. Ini tadi yang saya sampaikan, hanya habis Rp 360 triliun, yang uang itu kita habiskan yang kemarin Rp 1300 triliun habis dan hilang, tidak jadi barang.

Tahun depan kalau bisa kita teruskan juga 1400 hilang, kalau mau kita teruskan tapi saya tidak mau. Sehingga begitu dilantik, tidak ada satu bulan sudah saya sampaikan subsidi, ada pengalihan subsidi bukan kenaikan BBM. Beda kalau kenaikan BBM, pengalihan subsidi jadi judulnya pengalihan subsidi. Jadi kalau ada demo kenaikan BBM, keliru. Kalau sudah kita terangkan seperti ini pasti akan terbuka bahwa kita memang harus menuju ke sini.

Transportasi masal di kota-kota yang sudah macet itu harus dimulai, kalau tidak.. Saya berikan contoh di Jakarta, 26 tahun yang lalu rencananya sudah selesai tapi tidak diputus-putuskan. Akibatnya apa? Macet sekarang tapi yang paling berat, sangat pembangunan menjadi mahal sekali. Pembebasan lahan coba? Harga lahan bisa 30 juta, 60 juta, satu meter. Bapak Ibu bisa bayangkan, menggusur yang gedung tambah gedungnya lagi bisa ratusan juta, harga rel dan harga keretanya juga sudah mahal. Coba kita bangun, diputuskan 26 tahun yang lalu. Uangnya sudah lunas 10 tahun yang lalu dan bisa dinikmati, sudah rampung dan masih murah harganya.

Infrastruktur itu semakin diundur semakin mahal, percaya bukan hanya karena Presiden Xi Jinping ngomong tapi kita punya bukti seperti yang di Jakarta tadi. Mahal dan pusing, sudah bayarnya mahal menggusurnya juga pusing. Ada yang tidak mau, gugat. Ada yang tidak mau, gugat. Apa tidak pusing ini, Pak?

Nah, ini maritim. Agenda maritim, kita itu, tol laut di ujung barat hingga ujung Timur, harus ada. 2/3 wilayah Indonesia adalah air, kita harus punya agenda maritim. Kalau kita tidak punya ini, manajemen distribusi barang seperti apa? Terjadi ketidakadilan yang di sebelah timur, ada ketimpangan pembangunan di sebelah timur kan mahal sekali. Semen di sini 70 ribu, di sana 2,5?juta di Kabupaten Puncak karena saya pernah diprotes Bupati-nya. Saya sampaikan, saya tidak tahu kalau ada Bupati dari sana hadir. Coba bayangkan, di Papua harga semen Rp 1,5 juta. Tidak, bukan Rp 1,5 juta, Pak. Saya pikir keliru saya informasinya, saya pikir hanya Rp 300-400. Tidak, yang benar Rp 2,5 juta, Pak. Ini semen  kalau ngangkutnya dengan kapal-kapal besar atau memang dibangun pabrik semen sekalian.

Problem lapangan kita sekarang ini adalah listrik, di semua pulau di semua provinsi ada problem besar di listrik byarpet, byarpet, byarpet. Padahal kita ini adalah kaya batubara, minyak, gas, angin , matahari tapi kita byarpet. Batubara kita habis semuanya diekspor. Negara yang jadi tujuan barang itu terang benderang, kita yang punya malah byarpet.

Logikanya tidak masuk kalau saya. Mestinya di sini dirampungkan dulu, kebutuhan dalam negeri diselesaikan dulu sisanya baru untuk income negara baru diekspor. Ini yang kita kejar tapi problemnya target kita dalam 5 tahun 35 ribu MW tapi tidak mudah mencapai target itu. Karena apa? Setelah kita cek ke lapangan, problemnya di pembebasan tanah, problemnya di perijinan yang lama, ini yang mau kita potong potong potong. Ijin pembangkit listrik sampai 4-6 tahun, apa kita kuat byarpet, byarpet begitu. Itu baru ijinnya, bangunnya kira-kita tiga tahun sehingga ini yang kita kejar terus. Siapa yang membuat ijin, siapa yang memperlambat ijin, mengapa pembebasan tanah menjadi lama? Itu yang kita kejar. Insya allah dalam tiga tahun ini akan ngebut untuk menyelesaikan ini karena ini nanti menyangkut pertumbuhan industri, pertumbuhan manufacturing semuanya karena ada listrik. Tidak akan ini tumbuh kalau listriknya tidak ada dan kita sudah deindustrialisasi dalam sekian tahun ini, turun terus, ekspor kita juga turun terus dengan neraca perdagangan, neraca transaksi, kuta semuanya defisit.

Problem kita juga ada disini, pembebasan lahan di semua baik untuk tadi pembangkit listrik juga untuk jalan tol, untuk jalan. Artinya ada problem regulasi, ada problem peraturan-peraturan yang menghambat di sisi ini. Ini yang mau kita ubah-ubah, peraturan yang simpel-simpel sehingga lapangannya bisa dikerjakan dengan cepat. Ini yang saya contohkan di proyekan Jakarta Outer Ring Road, ini proyek sudah 15 tahun yang lalu berjalan dan berhenti kira-kira 1,5 km karena tidak bisa dibebaskan karena 143 KK tidak mau dengan ganti rugi tapi sudah saya selesaikan tahun yang lalu. Ini saya datangi empat kali, saya ajak makan, rampung. Diajak makan saja selesai tapi menunggungya 8 tahun. Ini sekarang sudah selesai, sudah dipakai 7 bulan yang lalu. Ini yang nanti kita akan bangun national one stop service biar ijin-ijin bisa cepat dan pekerjaan menjadi semakin banyak dan pertumbuhan ekonomi kita menjadi baik.

Reformasi birokrasi, semuanya di tempat-tempat yang berkaitan dengan pelayanan publik berani kita reformasi kalau tidak kita akan seperti ini terus. Problemnya sudah jelas kita ini, masalah-masalahnya sudah teridentifikasi semuanya. Di migas apa? Di perikanan kelautan apa? Di PLN apa? Semuanya sudah kelihatan, hanya ini kan butuh waktu. Bapak Ibu semuanya harus berhitung, saya kan baru 2 bulan jadi presiden. Jangan dipikir sudah 3  atau 4 tahun, baru dua bulan.

Saya kira itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini, gambaran secara makro maupun mikro yang ada . Tapi kami meyakini dengan dukungan seluruh masyarakat, apa yang menjadi cita-cita bersama, negara yang adil, makmur, dan sejahtera itu bisa kita capai asal kita sama-sama membangun negara ini. Terima kasih.

Wassalam Wr. Wb.

(Humas Setkab)

Transkrip Pidato Terbaru