Kurangi Stok Dunia 90%, Presiden Ajak Dunia Perangi ‘Illegal Fishing’

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 10 Oktober 2016
Kategori: Berita
Dibaca: 29.301 Kali
Presiden Jokowi membuka Pertemuan Tingkat Tinggi The 2ndInternational Symposium on Fisheries Crime, di Gedung Agung, Istana Kepresidenan Yogyakarta, Senin (10/10) pagi. (Foto: Agung/Humas)

Presiden Jokowi membuka Pertemuan Tingkat Tinggi The 2nd International Symposium on Fisheries Crime, di Gedung Agung, Istana Kepresidenan Yogyakarta, Senin (10/10) pagi. (Foto: Agung/Humas)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengemukakan, bahwa makin banyak negara dan institusi internasional yang menyadari bahwa kasus kejahatan pencurian ikan atau Illegal, Unregulated, and Unreported (IUU) Fishing adalah kejahatan transnasional yang dampaknya luar biasa, dan mendunia. Dampak negatif kasus tersebut tidak terbatas pada industri perikanan saja namun juga mencakup  masalah lingkungan.

“Praktek illegal fishing telah mengurangi stok ikan dunia sekitar 90,1%. Selain itu, illegal fishing terkait kejahatan lain,  seperti penyelundupan barang dan penyelundupan narkoba dan pelanggaran terhadap peraturan perlindungan alam dan kebersihan,” kata Presiden Jokowi saat membuka Pertemuan Tingkat Tinggi The 2ndInternational Symposium on Fisheries Crime, di Gedung Agung, Istana Kepresidenan Yogyakarta, Senin (10/10) pagi.

Presiden mengingatkan, IUU Fishing telah berkembang dari kejahatan transnasional yang sangat serius dan terorganisir. Bila IUU Fishing terus dibiarkan merajalela, lanjut Presiden, maka bumi ini, bumi tempat tinggal kita bersama rumah kita bersama, akan terancam keberlanjutannya. Karena itu, Presiden menilai  sangatlah penting untuk memerangi kejahatan transnasional yang terorganisasi tersebut dengan kolaborasi global.

Kasus Indonesia

Menurut Presiden Jokowi, Indonesia tidak bisa mendiamkan persoalan IUU Fishing itu. Ia menyebutkan,  illegal fishing telah mengakibatkan kerugian ekonomi Indonesia sebesar 20 miliar dollar AS pertahun,  termasuk mengancam 65% terumbu karang di Indonesia.

Presiden menjelaskan, dalam dua tahun terakhir Indonesia terus mengencarkan usaha untuk melawan praktek IUU Fishing seperti penangkapan dan penenggelaman 236 kapal pencuri ikan.

Hasilnya, lanjut Presiden, mulai terlihat tingkat ekploitasi ikan di Indonesia mengalami penurunan antara 30-35%, sehingga memungkinkan Indonesia meningkatkan stok nasional ikan dari 7,3 ton ditahun 2013, menjadi 9,9 juta ton di tahun 2015.  Selain itu, dari bulan Januari sampai Juni tahun 2016 ada peningkatan ekspor sebesar 7,34% produk perikanan Indonesia jika dibandingkan pada periode yang sama tahun 2015.

Namun, Presiden meminta semua pihak  tidak cepat berpuas diri. Ia menegaskan, Indonesia ingin terus belajar dari negara-negara lain dalam melawan IUU Fishing,  sekaligus kita akan dengan senang hati berbagi pengalaman  kepada negara-negara sahabat.

Sebelumnya di awal sambutannya Presiden Jokowi mengatakan, sebuah kebanggaan bagi Indonesia menerima kepercayaan dari komunitas internasional untuk menjadi tuan rumah Pertemuan Tingkat Tinggi The 2ndInternational Symposium on Fisheries Crime.  Sebab, simposium ini menjadi bukti nyata dari komitmen dan aksi bersama untuk mengatasi persoalan IUU Fishing.

“Kita melihat makin banyak negara dan institusi internasional yang menyadari bahwa IUU Fishing adalah kejahatan transnasional yang dampaknya luar biasa, dampaknya mendunia. Dampak negatif tidak terbatas pada industri perikanan saja, namun juga mencakup  masalah lingkungan,” ungkap Presiden Jokowi.

Turut mendampingi Presiden Jokowi dalam pembukaan simposium itu antara lain Ibu Negara Iriana Joko Widodo, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwong X, Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti, dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno. (DNS/AGG/ES)

 

Berita Terbaru