Membangun Perkeretaapian Menjadi Transportasi Unggulan

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 9 November 2016
Kategori: Opini
Dibaca: 125.051 Kali

M.Faisal YusufM.Faisal Yusuf, SIP., M.Si
Kepala Bidang Perhubungan Darat dan Perkeretaapian, Asisten Deputi Bidang Perhubungan, Deputi Bidang Kemaritiman, Sekretariat Kabinet.

Transportasi massal berbasis rel telah dihadirkan kembali sebagai infrastruktur vital transportasi Indonesia.

Pembangunan perkeretapian sebagai transportasi massal sudah menjadi komitmen bersama.

Transportasi yang baik dapat menjadi indikator dari keberhasilan suatu pembangunan, kebijakan perbaikan dan perubahan wajah perkeretapian nasional telah dikedepankan serta masuk dalam agenda Presiden 2015-2019 yang mengembangkan transportasi massal, jaringan kereta api di sejumlah wilayah secara terintegrasi, berimbang, aman, nyaman, merata, dan efisien.

Peran strategis
Perkeretaapian sudah hadir di wilayah Indonesia sejak jaman kolonial Hindia Belanda dengan jaringan kereta api pernah tersebar di Jawa dan Sumatera, hingga Sulawesi dan bahkan direncanakan hingga Kalimantan dan Bali. Kereta api pada masa itu sangat dominan baik sebagai media penggerak penumpang ataupun barang, khususnya perkebunan, termasuk untuk kepentingan pertahanan dan keamanan.
Dalam sejarah pembangunan jalan kereta api pertama dibangun sepanjang 26 km dari desa Kemijen, Semarang menuju desa Tanggung, Grobogan, Jawa Tengah (17 Juni 1864) dengan lebar spur 1,435 m oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. LAJ Baron Sloet. Pada tahun 1939 panjang jalur rel KA pernah mencapai total ± 8.157 Km dengan jumlah sarana KA sebanyak 1.314 unit. Saat ini keberadaan jalur rel KA banyak berkurang dari jaman Hindia Belanda, diperolah data dari Kementerian Perhubungan (tahun 2014), total jalur kereta api KA sepanjang 8. 159 Km yang terdiri dari : ± 4.969 Km (aktif) dan ± 3.190 Km (non-aktif) serta sarana KA : ± 10.644 Unit.
Peran perkeretapian sebagai transportasi karena kereta api memiliki daya tarik dibandingkan dengan moda lainnya, beberapa hal yang merupakan nilai keunggulan kereta api adalah:
Daya sisi daya angkut; satu kali perjalanan KA penumpang setara dengan ± 31 bus dan 1 kali perjalanan KA batubara setara dengan ± 300 truk 10 ton.
Aspek Pembiayaan; dengan jangka waktu perawatan yang lebih panjang, pemanfaatan infrastruktur KA dinilai lebih efisien biaya.
Penggunaan energi; konsumsi energi moda transportasi kereta api relatif lebih rendah serta minim emisi gas buang CO2 dibandingkan dengan moda darat, laut dan udara.
Kebutuhan lahan; kapasitas angkut kereta api dengan lahan jalan rel ukuran 1.067 mm ditambah ruang bebas 12 meter ke kiri dan kanan rel, maka kebutuhan akan ruang bebas masih lebih kecil dibandingkan Jalan Bebas Hambatan (Jalan Tol).

Moda kereta api dapat berperan penting sebagai pendorong ekonomi pertumbuhan ekonomi nasional dengan memanfaatkan keunggulan komparatifnya sebagai sistem angkutan massal yang efisien, dan selanjutnya kereta api dapat mampu menyediakan layanan transportasi yang prima dan berorientasi pada pengguna (user oriented) karena keberadaan golongan kelas ekonomi menengah ke atas di Indonesia akan tumbuh pesat (middle income booming) pada tahun-tahun mendatang.
Moda kereta api juga berperan untuk menurunkan biaya logistik nasional, karena daya angkutnya yang besar akan menghasilkan efisiensi dari economic-of-scale jika sistem jaringan kereta api didukung dengan interkoneksinya dengan simpul bandara, pelabuhan dan kawasan industri dapat dikembangkan secara optimal.
Moda kereta api sebagai media konektivitas antar wilayah di dalam pulau turut mengambil peran menjadi pendorong pemerataan pembangunan, dimana pengembangan jaringan di luar Jawa dan Sumatera (Kalimantan, Sulawesi, Papua) diharapkan dapat memberikan peluang lebih baik bagi daerah untuk lebih berkembang ekonominya.
Peran sentral kereta api menjadi strategis karena beratnya beban (besarnya biaya perawatan dan pemelihayaan) jalan nasional khususnya di Jawa dan Sumatera, kondisi tersebut mengharuskan adanya sistem layanan kereta api yang cukup ekstensif (menjangkau secara luas). Sedangkan Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan pulau-pulau lainnya pun membutuhkan kehadiran moda kereta api untuk mendukung laju perekonomiannya masing-masing.
Keberadaan kereta api mengalami pasang surut karena bersaing dengan transportasi moda lain seperti mobil, bus, truk serta kendaraan angkutan moda lainnya yang memiliki kemampuan fleksibelitas dan kenyamanan tersendiri. Masalah utama adalah kereta api bukan dijadikan sebagai transportasi unggulan dan kurang perhatian membangun sistem perkeretaapian yang baik. Kereta api menjadi solusi untuk mengurangi besarnya biaya, kemacetan akibat banyaknya kendaraan dijalan dan borosnya penggunaan energi BBM.
Dalam rangka membangun konektivitas nasional untuk mencapai keseimbangan pembangunan dan membangun transportasi massal perkotaan, Pemerintah telah menyusun Rencana Induk Perekeretapian Nasional (RIPNAS 2010- 2030), dengan program yaitu:
Jaringan perkeretaapian nasional pada tahun 2030 sepanjang 12.100 km (Pulau Jawa-Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua) termasuk jaringan kereta api perkotaan sepanjang 3.800 km.
Sarana angkutan penumpang dengan jumlah lokomotif 2.805 unit, kereta api penumpang sebanyak 27.960 unit.
Sarana angkutan barang dengan jumlah lokomotif 1.995 unit dan gerbong 39.655 unit.

Dengan target, sebagai berikut:
Share Kereta Api : 11-13% untuk angkutan penumpang dan 15-17% untuk angkutan barang.
Pembangunan jalur ganda dan elektrifikasi lintas utama Jawa.
Terbangunnya jaringan kereta api Trans Sumatera.
Sebagai tulang punggung angkutan massal antar kota dan perkotaan.
Beroperasinya argo cahaya (High Speed Train/ HST) di Pulau Jawa tahun 2030.
Kereta api sebagai tulang punggung transportasi angkutan barang di Kalimantan, Sulawesi dan Papua.
Terintegrasi, aman, selamat, nyaman, pelayanan yang handal dan terjangkau.

Perkembangan pembangunan kereta api di Indonesia
Saat ini perbaikan prasarana dan sarana transportasi kereta api mulai menunjukkan perubahan peningkatan layanan dari sisi kualitas dan kuantitas di beberapa wilayah dan kota di Indonesia, contohnya wilayah Jabodetabek melalui kereta api commuter line, seperti Kereta Api Listrik (KRL) telah mengangkut 800.000 penumpang perhari dan ditargetkan mencapai 1.2 juta penumpang sebelum tahun 2019.
Peningkatan kapasitas lintas dan aksesbilitas kereta api terus dilakukan diantaranya melalui selesainya pembangunan double-track lintas utara jawa sepanjang 725 kilometer dan akan diikuti penyelesaian lintas selatan jawa dan pembangunan double-double track St. Manggarai-St. Cikampek.
Penyelenggaraan kereta api jarak dekat di wilayah Jawa juga semakin, meningkat, contohnya antara Kota Semarang, Jawa Tengah dengan kota sekitarnya seperti Blora, Pekalongan dan Tegal kemudian Ambarawa, daerah lainnya Kota Bogor ke Sukabumi, Cianjur, dan Bandung.
Transportasi massal perkotaan mulai dibangun seiring dengan peningkatan populasi kota-kota besar di Indonesia dengan menjadikan transportasi massal menjadi kebutuhan. Saat ini, Pemerintah sedang merampungkan beberapa proyek pembangunan kereta api dalam kota (Peraturan Presiden Nomor 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional), antara lain:AFTR PROYEK 3/2
No
Pembangunan infrastruktur dalam kota
Lokasi
Pembiayaan

1. Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta Koridor North South
Provinsi DKI Jakarta
APBD

2. Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta Koridor East West
Provinsi DKI Jakarta
APBD

3. Kereta Api Ekspres Soekarno Hatta International Airport
Provinsi DKI Jakarta Provinsi Banten
Masih dalam rancangan Peraturan Presiden

4. Jabodetabek Circular Line
Provinsi DKI Jakarta
APBN

5. Penyelenggaraan Light Rapid Transit (LRT) terintegrasi di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi
Provinsi DKI Jakarta-Provinsi Jawa Barat
APBN

6. Penyelenggaraan Perkeretaapian Umum di wilayah Provinsi DKI Jakarta
Provinsi DKI Jakarta
APBD

7. Penyelenggaraan Light Rapid Transit (LRT) Sumatera Selatan
Provinsi Sumatera Selatan
APBN
Beberapa proyek kereta api penghubung konektivitas di luar pulau jawa sebagian sudah mulai dirintis pembangunannya antara lain: KA Trans Sumatera yang menghubungkan Aceh sampai Lampung, Trans Kalimantan, Trans Sulawesi dan Papua. Aktivasi lintasan jalur rel/trase KA juga instensif dilakukan diberbagai wilayah Indonesia seperti lintasan dari Kota Binjai menuju Besitang dan tempat lainnya.
Program pengembangan integrasi antar moda antara jalur KA dengan bandara dan pelabuhan seperti kereta bandara KA akses Bandara Kualanamu yang merupakan kereta api bandara pertama di Indonesia yang akan diikuti bandara-bandara lainnya dan rencana pembangunan jalur kereta api penghubung dengan pelabuhan. Selain itu, beberapa proyek untuk meningkatkan pengembangan wilayah baru dan kawasan ekonomi baru serta integrasi wilayah, Pemerintah sedang membangun kereta api cepat (High Speed Train/HST) Jakarta-Bandung, Feasibility Study KA kecepatan sedang (Medium Speed) Jakarta- Surabaya, LRT Bandung Raya dan Tram Surabaya, LRT Kota Batam.
Upaya terus dilakukan Pemerintah melalui kebijakan perkeretapian nasional untuk membuat moda kereta api menjadi salah satu angkutan primadona bagi angkutan barang dan masyarakat melalui berbagai keunggulan dan tarif yang terjangkau. Tantangan pembiayaan dengan keterbatasan ruang fiskal APBN menyisakan gap/kekurangan pembiayaan yang besar bagi pembangunan perkeretapian. Kebijakan untuk meningkatkan peran swasta sangat dibutuhkan partisipasinya dalam pembangunan insfrastuktur transportasi melalui dukungan regulasi, pengawasan dan pengendalian yang kondusif dari Pemerintah.
Sumber: Rencana Induk Perkeretaapian Nasional, dan Rencana Strategis Kemenhub 2015-2019

Opini Terbaru