Memperkuat Perlindungan TKI Yang Komprehensif dan Integratif
Dalam perspektif ekonomi internasional, tenaga kerja migrasi (migrant worker) adalah seseorang melalukan aktifitas ekonomi yang menghasilkan pendapatan di suatu negara, dimana yang bersangkutan bukan merupakan warga negara. Tenaga kerja migrasi memiliki tujuan untuk mencari pekerjaan atau memperbaiki posisi keuangan mereka. Tenaga kerja ini menghasilkan remitansi, yaitu transfer dana yang diperoleh untuk negara asal. Total remitansi tahun 2012 secara global berjumlah 514 miliar dollar AS dari sekitar 200 juta tenaga kerja migrasi.
Keuntungan dari tenaga kerja migrasi adalah pihak Negara asal dapat memberikan kesempatan kerja karena keterbatasan kesempatan kerja (push factor), sedangkan Negara penerima dapat memanfaatkannya untuk kepentingan produktif dan menyediakan kesempatan kerja (pull factor). Selain keuntungan ekonomis, terdapat keuntungan lain yang diperoleh antara lain pertukaran budaya dan transfer pengetahuan. Disamping keuntungan tersebut, muncul dampak dan eksternalitas negatif seperti kerentanan, kejahatan dan eksploitasi terhadap tenaga kerja. Akibatnya, terdapat tenaga kerja yang mengalami pengalaman buruk.
Kegiatan ekonomi yang ditimbulkanya yaitu mendatangkan devisa, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional maupun ekonomi daerah melalui peningkatan permintaan barang dan jasa. di samping membawa dampak positif terhadap pertumbuhan perekonomian nasional dan daerah, bila tidak dikelola dengan sungguh-sungguh dan profesional akan membawa dampak negatif terhadap perkembangan sosial masyarakat.
Isu perlindungan terhadap tenaga kerja migrasi telah menjadi isu global, dan dengan dikeluarkannya International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families tahun 2003 maka perlindungan menjadi kewajiban setiap negara. Indonesia telah menandatangani Konvensi pada 22 September 2004 dan diratifikasi tanggal 31 Mei 2012.
Hal negatif yang menimpa tenaga kerja migrasi selain terjadi di skala global, juga terjadi pada tenaga kerja migrasi Indonesia (baca: Tenaga Kerja Indonesia/TKI). Presiden SBY (Pidato 15 Agustus 2014), memberikan ilustrasi bahwa warga negara Indonesia di luar negeri tidak saja dipengaruhi oleh kerentanan kondisi kerja, namun juga oleh instabilitas politik dan bencana alam.
Tenaga kerja migrasi mulai menjadi pilihan angkatan tenaga kerja Indonesia. Remitansi atau uang kiriman TKI dari luar negeri yang masuk ke tanah air pada tahun 2013 (terhitung dari Januari – November) mencapai sebesar 7.395.017.768 dollar AS atau setara Rp 81.345.195.448.000 – dengan asumsi nilai tukar per 1 dollar AS sebesar Rp 11.000. Jumlah TKI yang bekerja di luar negeri pada tahun 2013 tercatat mengalami peningkatkan 3,5% dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah TKI yang bekerja di sektor formal diberbagai negara mengalami peningkatan signifikan. Berdasarkan laporan BNP2TKI pada tahun 2013 jumlah TKI mencapai 512.168 orang, yang terdiri dari 285.197 orang TKI formal (56%) dan 226.871 orang TKI informal (44%). Sedangkan pada tahun tahun 2012 TKI mencapai 494.609 orang yang terdiri dari 258.411 TKI formal (52%) dan 236.198 TKI informal (48%). Sedangkan sebaran TKI di 10 negara yang terbesar sebagai penerima TKI sebagai berikut:
No | Negara | 2011 | 2012 | 2013 |
1 | Malaysia | 134.120 | 134.023 | 150.236 |
2 | Taiwan | 78.865 | 81.071 | 83.544 |
3 | Saudi Arabia | 137.835 | 40.655 | 45.394 |
4 | Uni Arab Emirat | 39.917 | 35.571 | 44.505 |
5 | Hong Kong | 50.301 | 45.478 | 41.769 |
6 | Singapura | 47.786 | 41.556 | 34.655 |
7 | Qatar | 16.616 | 20.380 | 16.237 |
8 | Korea Selatan | 11.392 | 13.593 | 15.374 |
9 | Amerika Serikat | 13.749 | 15.353 | 15.021 |
10 | Brunei Darussalam | 10.804 | 13.146 | 11.269 |
Sumber: BNP2TKI, diolah
Dari data-data tersebut menunjukkan bahwa ke depan tenaga kerja migrasi harus mendapat perhatian. Pada debat calon Presiden (pasangan Jokowi/JK dan Prabowo/Hatta), isu perlindungan TKI menjadi salah satu isu kebijakan (policy issue), dengan benang merah perlunya penyelesaian masalah perlindungan TKI ke depan.
Publik sangat memperhatikan isu perlindungan TKI. Publik menyukai headline berita tentang TKI/TKW yang menghadapi hukuman mati, penganiayaan oleh majikan sampai pemerasan TKI yang dilakukan oknum saat tiba di tanah air sampai dengan langkah KPK dan UKP4 melakukan sidak di Bandara Sukarno Hatta. Opini yang muncul dan tertanam persepsi publik adalah: Sudahkah pemerintah melakukan perlindungan TKI? Terkesan Pemerintah tidak melakukan apapun untuk melindungi TKI.
Namun benarkah persepsi bahwa Pemerintah tidak melakukan langkah perlindungan TKI?
Komitmen Pemerintahan SBY Terkait Perlindungan TKI
Tantangan yang dihadapi dalam perlindungan TKI, antara lain masih ada persepsi masyarakat yang menganggap bahwa TKI yang terkena kasus hukum di luar negeri didzalimi, tidak bersalah, terkena hukuman mati, dan negara dianggap tidak melakukan apapun. Persepsi tersebut tidak sepenuhnya benar. Sering kali media dan para pengamat tidak memberikan informasi yang berimbang sehingga persepsi terbut terbentuk.
Komitmen dan capaian Pemerintahan SBY (2004-2014) terkait dengan perlindungan TKI tergambar secara singkat dalam pidato tanggal 15 Agustus 2014. Presiden menekankan bahwa TKI merupakan bagian penting dari diaspora Indonesia, dan perlindungan TKI sebagai pahlawan devisa merupakan prioritas dalam diplomasi Indonesia. Warga negara Indonesia di luar negeri tidak saja dipengaruhi oleh kerentanan kondisi kerja, namun juga oleh instabilitas politik dan bencana alam. Pada tahun 2013, tidak kurang dari 40.000 WNI di luar negeri telah diselamatkan kembali ke tanah air dari berbagai situasi yang mengancam keselamatannya. Di samping itu, melalui upaya hukum, selama 3 tahun terakhir kita telah menyelamatkan setidaknya 190 orang yang terancam hukuman mati. Perlu saya tegaskan disini bahwa perlindungan WNI khususnya TKI di luar negeri dilaksanakan tidak saja melalui pendampingan hukum, tetapi juga dilakukan sampai pada tingkat tertinggi. Presiden telah beberapa kali melayangkan surat pribadi selaku Presiden RI kepada beberapa kepala negara dan pemerintahan untuk pembebasan, pengurangan atau penundaan hukuman mati bagi WNI.
Regulasi yang telah dikeluarkan terkait amanat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, yang diterbitkan yaitu: Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan TKI di Luar Negeri. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penempatan oleh Pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penilaian dan Penetapan Mitra Usaha dan Pengguna Perseorangan.
Peta Permasalahan yang telah diidentifikasi terkait perlindungan TKI di luar negeri yaitu mulai dari gaji tidak dibayar, TKI ingin dipulangkan, putus hubungan komunikasi, pekerjaan tidak sesuai PK, meninggal dunia di negara tujuan, tindak kekerasan dari majikan, TKI sakit/rawat inap, Pemutusan Hubungan Kerja, TKI gagal berangkat, TKI dalam tahanan/proses tahanan, TKI mengalami kecelakaan, TKI tidak berdokumen, Pelecehan seksual, Lari dari majikan, potongan gaji melebihi ketentuan, Sakit, TKI tidak harmonis dengan pengguna, Meninggal (Pra dan Purna Penampatan), dan pemerasan/tindakan kriminal.
Dari permasalahan-permasalahan tersebut, langkah yang telah dilakukan pemerintah sebagai berikut:
NO | JENIS PERMASALAHAN | JUMLAH PENGADUAN |
TAHUN 2011 s.d 2013SELESAI
s.d 2013PROSES TINDAK
LANJUT TAHUN 20141Gaji tidak dibayar2.6881.6959932TKI Ingin Dipulangkan2.3911.2021.1893Putus Hubungan Komunikasi2.3201.5138074Pekerjaan tidak sesuai PK1.4018715305Meninggal dunia di negara tujuan1.0838002836Tindak kekerasan dari majikan6174331847TKI sakit/rawat inap6033822218PHK3692431269TKI gagal berangkat2652085710TKI dalam tahanan/proses tahanan24514010511TKI mengalami kecelakaan23312410912Penahanan dokumen oleh PPTKIS1861335313TKI tidak berdokumen1851473814Pelecehan seksual1791146515Lari dari majikan1711145716Potongan gaji melebihi ketentuan1571045317Sakit153846918TKI tidak harmonis dengan pengguna1421093319Meninggal (Pra& Purna Penampatan)137845320Pemerasan/tindakan kriminal118892921Lain-lain862572290 TOTAL14.5059.1615.344
Sumber: BNP2TKI, diolah
Ilustrasi komitmen Pemerintahan SBY terhadap perlindungan TKI Nampak pada upaya penyelematan TKI yang terkena masalah hokum dan terancam hukuman mati. Pemerintah segera bertindak manakala TKI a.n. Satinah yang terancam hukuman mati di Arab Saudi. Pemerintah segera melaksanakan Rapat Terbatas tanggal 26 Maret 2014. Presiden mengerahkan segala upaya dengan melibatkan berbagai saluran untuk menyelamatkan Satinah. Bahkan juga mengirimkan surat ke Raja Arab Saudi untuk meminta perpanjangan waktu pembayaran diyat melalui Utusan Khusus. Presiden juga mengingatkan perlunya model perlindungan TKI yang komprehensif dan integratif dengan menunjuk Pejabat setingkat Atase untuk memberikan bantuan TKI yang bermasalah.
Komitmen bantuan penyelesaian masalah hukum yang dihadapi TKI di luar negeri, sebagai berikut:
Jumlah Kasus | Jumlah Lepas | Jumlah KasusOngoing | Proses Penyelesaian | |
Tahun 2011-2012: | 331 | 113 | 218 | 34.14% |
Tahun 2013: | 71 | 51 | 20 | 71.83% |
Tahun 2014 (s/d Maret): | 20 | 12 | 8 | 60.00% |
Total Penyelesaian: | 422 | 176 | 246 | 41.71% |
Sumber: BPNP2TKI, diolah
Kebijakan dan capaian Presiden SBY selama kurun waktu 10 tahun di atas , merupakan ilustrasi dan dapat diterjemahkan sebagai tonggak dan terobosan dalam perlindungan TKI sebagai amanat UU Nomor 39 Tahun 2004. Pemerintahan SBY memiliki kepedulian, perhatian dan tanggung jawab untuk memastikan para TKI yang bekerja di luar negeri mendapatkan perlindungan yang baik, memenuhi hak-haknya dan memberikan solusi bagi masalahnya. Ke depan, perlu mengurangi jumlah TKI sebagai pembantu rumah tangga dengan cara membuka lapangan pekerjaan di dalam negeri.
Perlindungan TKI Yang KOmprehensif dan Integratif
Merujuk Peraturan Nomor 3 Tahun 2013, Perlindungan TKI adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan calon TKI/TKI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja. Dari pengertian tersebut dan dinamika yang berkembang, perlindungan TKI memerlukan paradigma komprehensif dan integratif. Perlindungan TKI yang terintegrative didukung penegakan hukum yang kuat, maka kerugian sosial yang ditimbulkan dapat diminimalisir sekecil mungkin, sehingga pelayanan penempatan dan perlindungan TKI berdaya guna dan berhasil guna dalam meningkatkan kesejateraan masyarakat dan penerimaan devisa negara.
Perlindungan TKI pada dasarnya mempunyai dua sisi kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dalam segala bentuknya yaitu komitmen nasional atas dasar keutuhan persepsi bersama untuk menggalang dan melaksanakan koordinasi lintas regional dan sektoral, baik vertikal maupun horizonal, ternasuk perlunya ada kejelasan proporsi peran dan tanggung jawab antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, PPTKIS dan sarana pendukung utama dalam penyiapan TKI yang berkualitas dan bermartabat. Kejelasan proporsi dan tanggung jawab tersebut perlu dijalin dalam rangka menggalang kemitraan (Spirit Indonesia incorporate) karena ketika TKI berangkat dan bekerja di luar negeri akan menyangkut permasalah harkat dan martabat manusia Indonesia, Bangsa, Negara dan Pemerintahan dipercaturan Dunia Internasional.
Permasalahan perlindungan TKI ke luar negeri selama ini adalah masalah perlindungan, baik perlindungan di dalam negeri maupun perlindungan di luar negeri. Bila dicermati lebih mendalam lagi terlihat adanya kecenderungan unsur ekspolitasi tenaga kerja, yakni adanya sindikasi tertentu yang menyangkut rekrut dan rekruternya yang membuat TKI tidak berdaya, ditambah dengan rawannya jabatan-jabatan yang dapat diduduki oleh TKI, disebabkan oleh rendahnya pendidikan dan rendahnya kompensasi TKI, dan diperburuk lagi oleh perilaku PPTKIS beserta lembaga lain pendukungnya yang bekerja kurang profesional sehingga permasalahan TKI baik dalam pra penempatan, masa penempatan maupun purna penempatan seperti tidak ada unjungnya.
Salah satu perlindungan komprehensif yang tengah dikembangkan BNP2TKI di negara Kuwait, yaitu dengan membentuk clarification and health desk (Pos Pengecekan Ulang Tentang Hak-Hak TKI sebelum dipulangkan) di bandara penerbangan. Melalui program clarification and health deskini pemerintah berharap tidak ada lagi TKI yang bermasalah pulang dengan membawa masalah, seperti gaji yang belum terbayar atau masalah lainnya Selain itu, juga dikembangkan bentuk perlindungan bekerjasama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) seperti program call center, pendamping pengacara, penterjemah, membantu pengadaan shelter TKI, jaminan pembayaran gaji (diasuransikan), jaminan kesehatan, dan sebagainya.
Formula penguatan perlindungan TKI yang komprehensif dan integratif berbasis pada capaian kebijakan Pemerintahan SBY, meliputi:
- Deliniasi secara jelas kewenangan secara integratif seluruh Kementerian/Lembaga yang memiliki fungsi pelayanan penempatan dan perlindungan TKI kepada Pemerintah Daerah. Berkenaan hal ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan TKI di Luar Negeri , dimana Perlindungan TKI pada Pra dan Purna Penempatan menjadi tanggung jawab dan kewenangan Pemerintah Daerah.
- Memperkuat kapasitas dan dukungan anggaran pemerintah daerah untuk meningkatkan fungsi pelayanan penempatan dan perlindungan TKI; Penguatan kapasitas melalui Pemberdayaan Lembaga dan bantuan Sarana Pemberdayaan Peningkatan Kualitas TKI di Daerah/Kantong TKI; Pembentukan Satgas Pencegahan TKI Non-Prosedural di Daerah Embarkasi dan Debarkasi. Peningkatan Standar Penempatan dan Perlindungan TKI berdasarkan Okupasi/Jabatan Kerja (Cook, Caretaker, Babysitter, Housekeeper, Gardener dan Driver); dan Bursa Kerja Online.
- Integrasi pengawasan dan penegakan hukum yang dilakukan baik di Pusat maupun di Daerah dalam satu sistem bersama. Integrasi inin dilakukan melalui harmonisasi Peraturan Perundang-undangan di KemenKumHam, Peraturan Pemerintah tentang Pengawasan Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri.
- Pemerintah perlu menerbitkan Peraturan Pemerintah sebagai aturan pelaksanaan UU yang mengatur penempatan dan perlindungan TKI, dan penetapan Focal Point yang mengawal Peraturan Pemerintah. Adapun Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan TKI di Luar Negeri, PP No. 4 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penempatan TKI di Luar Negeri oleh Pemerintah, PP No. 5 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penilaian Mitra Usaha dan Pengguna Jasa di Luar Negeri.
- Meratifikasi atas 4 konvensi yaitu 1 konvensi PBB dan 3 konvensi ILO yang terkait dengan perlindungan TKI khususnya sektor informal.
- Mengintegrasikan sistem informasi dan database TKI yang bisa diakses oleh setiap kementerian dan instansi terkait.
- Menguatkan Fungsi Perwakilan RI dan Atase Ketenagakerjaan serta penambahan Atnaker untuk meningkatkan pelayanan dan perlindungan TKI di luar negeri. Disamping itu perlu dibentuk Atase Hukum untuk Negara-negara Yang memiliki TKI bermasalah hukum.
- Membangun sistem khusus pelayanan dan perlindungan TKI secara terpadu di seluruh negara penempatan.