Menag Ajak Masyarakat Jaga Marwah Pemuka Agama
Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengemukakan, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sangat religius di mana agama menjadi ruh sekaligus jiwa bangsa. Sehingga menjadi hal yang wajar jika kemudian para pemuka agama mendapat tempat khusus di tengah kehidupan masyarakatnya. Untuk itu, Menag mengajak semua pihak untuk menjaga marwah dan martabat para pemuka agama.
“Semua kita, khususnya elit negeri ini, haruslah senantiasa menjunjung tinggi ajaran agama, menjaga simbol-simbol agama, dan menghormati para pemuka agama. Di negeri mayoritas Muslim ini, kita harus benar-benar menjaga kehormatan ulama dan kiai,” kata Menag dalam siaran persnya di Jakarta, Kamis (2/2).
Salah satu bentuk penghormatan itu, lanjut Menag, adalah tidak mempermalukan mereka sedemikian rupa. Sebab, risikonya amat besar, bisa menimbulkan gejolak dan kegaduhan yang semakin kontraproduktif bagi persatuan dan kesatuan bangsa.
Energi pun akan terkuras ke arah yang tak semestinya, sehingga pembangunan jadi terhambat, ujar Menag.
Diakui Menag Lukman Hakim Saifuddin, Indonesia memang bukan negara agama, tapi agama menempati posisi penting dalam sejarah perjalanan bangsa. Pesan agama bahkan mewarnai Pancasila dan UUD 1945 yang menjadi dasar Negara.
Bhinneka Tunggal Ika mengandung pesan keagamaan kuat tentang pentingnya menghargai keragaman, karena itu adalah kehendak Yang Maha Kuasa. NKRI adalah wujud dari kesadaran bersama untuk terus menjaga persatuan bangsa dan Negara, karena cinta Tanah Air adalah bagian dari nilai keimanan dalam beragama, tutur Menag.
Menag juga mengajak umat beragama untuk menahan diri dari tindakan provokatif dan memecah belah. Ia mengingatkan, semua harus bersinergi dalam usaha bersama membangun bangsa.
Potensi benturan umat dengan elit negara harus dihindari, karena tidak produktif bagi perjalanan negeri. Sekarang, saatnya elit dan umat harus bersatu, tutur Menag.
Elit negara, lanjut Menag, bekerja sesuai mandat yang diamanahkan, tidak khianat, serta bisa menjadi teladan dalam bersikap. Sementara umat memberi dukungan dan kepercayaan sambil terus melakukan pengawasan. Ulama harus dijunjung oleh umara, karena ulama adalah pembimbing umat,” ujarnya.
Jika ada persoalan, menurut Menag, sebagai umat beragama sudah semestinya mengedepankan sikap saling memaafkan. Ia menilai, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga Rois Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ma’ruf Amin telah memberikan contoh tentang pentingnya sikap saling memaafkan.
“Teladan semacam itulah yang mestinya dikedepankan dan dikembangkan. Dengan demikian, semoga ulama dan umara dapat bersinergi meningkatkan kualitas kehidupan umat dan rakyat,” tandas Menag. (Humas Kemenag/ES)