Menag: Pendirian Rumah Ibadah Harus Berdasar Hukum, Penolakannya Juga Harus Berdasar Hukum

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 18 Oktober 2015
Kategori: Berita
Dibaca: 30.015 Kali
Menag Lukman Hakim Saifuddin

Menag Lukman Hakim Saifuddin

Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengaku prihatin dengan kembali maraknya perusakan rumah ibadah, sebagaimana yang terjadi di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh, pekan lalu. Menag menilai, perusakan ini mengingkari jatidiri ke-Indonesiaan yang sesungguhnya, sebagai negara dengan suku, etnis, bahasa, dan agama yang majemuk, ber-Bhinneka Tunggal Ika, dan berdasar hukum.

“Saya berharap kita semua tetap dewasa, taat hukum, dan arif dalam menyikapi perbedaan pandangan terhadap keberadaan rumah ibadah,” kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin melalui akun twitternya @lukmansaifuddin, yang diunggahnya pada Sabtu (17/10) malam.

Sebagai negara hukum, Menag menegaskan, setiap pendirian rumah ibadah harus berdasar ketentuan hukum, dan setiap penolakannya juga harus berdasar prosedur hukum.

Tindak main hakim sendiri, lanjut Menag, tidak hanya melawan hukum, tetapi juga mengingkari dan mengoyak jatidiri keindonesiaan kita. “Jatidiri bangsa kita sesungguhnya adalah saling menghormati dan hidup rukun penuh damai dalam keragaman keberagamaan,” ujarnya.

Menurut Menteri Lukman, orang-orang di masa lalu telah mencontohkan sikap yang tepat dalam menyikapi masalah rumah ibadah. Ia menunjuk conto Nabi Muhammad misalnya, membuat perjanjian dengan umat Kristiani di Najran untuk tidak saling merusak rumah ibadah.

Contoh lain, sebut Menag, Khalifah Abu Bakar berwasiat kepada panglima perang Usamah bin Zaid agar tidak merusak gereja di Syam. Khalifah Umar bin Khattab juga bersikap demikian ketika membebaskan Yerussalem dari imperium Romawi.

“Sikap seperti itu mengandung pesan kerukunan dan perdamaian dengan cara menjaga keberadaan rumah ibadah,” kata Lukman.

Menag berharap pemerintah daerah, penegak hukum, pemuka agama dan tokoh setempat dapat mengayomi masyarakat agar rumah ibadah dapat meningkatkan kualitas kehidupan beragama. “Bila kehidupan beragama berkualitas, maka akan berimbas pada perbaikan ekonomi, pendidikan, dan sebagainya,” tuturnya.

Menag meyakini,  tingginya kualitas kehidupan beragama ditentukan oleh berfungsinya rumah ibadah sebagai sarana meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran agama demi kemaslahatan bersama. Bukan sebaliknya, rumah ibadah justru menimbulkan perselisihan bahkan konflik sosial antarsesama warga bangsa.

“Perlu direnungkan bahwa konflik tidak akan menguntungkan siapa pun. Lebih baik kita gunakan energi kita untuk membangun dan mencapai kemajuan bersama,” pesan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. (ES)

Berita Terbaru