Mendagri Berikan Teguran 53 Petahana dan Siapkan Antisipasi Kerumunan Massa Saat Pilkada

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 9 September 2020
Kategori: Berita
Dibaca: 1.217 Kali

Mendagri saat memberikan keterangn pers usai Ratas secara virtual, Selasa (8/9). (Sumber Humas Setkab).

Menteri Dalam Negeri (mendagri), Tito Karnavian, menyampaikan bahwa telah memberikan teguran keras kepada 53 petahana saat pendaftaran dan mengantisipasi kemungkinan kerumunan massa selanjutnya yakni pengumuman pasangan calon yang memenuhi syarat paling lambat tanggal 23 September 2020 serta masa kampanye yang panjang 26 September-5 Desember 2020.

Sosialisasi yang berdekatan waktunya, menurut Mendagri, bisa menjadi penyebab kemungkinan terjadinya kerumunan massa namun yang juga bisa dianalisis adalah bahwa kontestan sudah mengetahui mengenai hal ini namun sengaja melakukan untuk show of force atau unjuk kekuatan sehingga aturan Covid-19 dilanggar maupun masih ada kontestan yang berpikir mekanisme masih menggunakan cara lama.

”Kita tentu, melakukan langkah-langkah untuk memberikan efek deteren, maka kami melakukan peneguran. Dari Kemendagri memiliki akses untuk memberikan punishment kepada kontestan yang ASN, misalnya kepala daerah petahana. Per hari ini sudah 53 kepala daerah petahana yang ikut berkontestasi dan melakukan kerumunan sosial itu kami berikan teguran kepada mereka, teguran dulu. Ini nanti implikasinya ada,” ujar Mendagri saat memberikan keterangan pers usai mengikuti Rapat Terbatas (Ratas) secara virtual, Selasa (8/9).

Untuk kontestan yang bukan dari ASN, Tito menyampaikan bahwa Kemendagri tidak memiliki akses untuk memberikan sanksi kepada bakal pasangan calon tersebut. Ia menyampaikan bahwa untuk itulah dari Bawaslu sudah melakukan, terutama beberapa Bawaslu Daerah telah melakukan peneguran kembali.

”Jadi sanksi teguran dulu yang penting untuk memberikan efek deteren jangan sampai yang sudah berlangsung ini mereka anggap enggak ada masalah. Mereka harus tahu bahwa ini bermasalah, mereka melanggar. Tahu atau tidak tahu, dalam istilah hukum kita mengenal asas fiksi dalam hukum, artinya ketika diundangkan semua orang dianggap tahu. Nah jadi kita memberikan sanksi dulu,” kata Mendagri.

Lebih lanjut, Mendagri sampaikan bahwa Menko Polhukam akan melaksanakan rapat koordinasi dengan semua stakeholder yang memiliki otoritas untuk mencegah terjadinya kerumunan sosial, yaitu mulai dari jajaran KPU dan semua KPUD tingkat I dan tingkat II diundang, Bawaslu tingkat I (dan)  tingkat II semua diundang, kemudian juga Polri sampai dengan tingkat Kapolda, Kapolres semua diundang, TNI juga Pangkotama, Kodam, Korem sampai dengan Kodim semua diundang, dan kemudian jajaran BIN, BINda semua diundang, Jaksa Agung dengan semua jajaran Kajati, Kajari diundang.

”Kemendagri juga mengundang seluruh kepala daerah didampingi oleh tiga pejabat yang berkompeten, yaitu BPBD/Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang mereka bagian dari Gugus Tugas utama Covid-19, kemudian Kesbangpol, yang ketiga adalah Satpol PP dan Linmas,” imbuhnya.

Ditegaskan Mendagri bahwa tahapan yang rawan, itu adalah tahapan verifikasi calon kontestan/paslon nanti tanggal 23 September paling lambat itu sudah ada pengumuman pasangan calon yang memenuhi syarat, yang tidak memenuhi syarat. ”Yang memenuhi syarat bisa saja nanti kalau tidak diingatkan mereka nanti euforia, arak-arakan, yang tidak memenuhi syarat marah. Nah tidak boleh terjadi aksi anarkis, tidak boleh mengumpulkan massa. Mereka disalurkan melalui proses hukum, yaitu boleh melakukan gugatan sengketa,” imbuhnya.

Kerawanan lainnya, sambung Mendagri, pada saat kampanye yang cukup panjang, 26 September-5 Desember 2020 sehingga perlu ada keseragaman langkah dari semua stakeholder. ”Ini harus didukung oleh TNI, Polri, BIN, dan Satpol PP, semua harus bergerak. Kemudian kampanye pun sudah diatur oleh Ketua KPU, tapi ini perlu disosialisasikan. Kemudian juga pemungutan suara, teknisnya sangat teknis sekali. Kalau diikuti teknis itu sebetulnya saya melihat sama dengan cara yang dilakukan Korea Selatan, persis dan itu kalau diikuti sebetulnya aman,” katanya.

Pakta Integritas

Sementara itu, Tito juga menyampaikan terus mengantisipasi potensi kerawanan dan di tiap daerah melakukan rapat koordinasi pengamanan pilkada. ”Intinya, tiap-tiap daerah ini harus melaksanakan rapat internal dan dengan melibatkan semua stakeholder tadi dan setelah itu mengundang para partai-partai/pengurus parpol di tiap-tiap daerah itu dan para kontestannya. Menyampaikan tentang aturan-aturan PKPU itu sehingga mereka betul-betul well informed. Dan setelah itu besok kami juga akan menyarankan supaya mereka membuat pakta integritas, jadi semua tanda tangan para kontestan dan partai politiknya ini,” ujarnya.

Pakta integritas, menurut Tito, yang isinya bukan hanya siap menang siap kalah seperti yang selama ini, tapi patuh kepada semua ketentuan peraturan pilkada, ketentuan peraturan undang-undang, dan patuh kepada protokol Covid-19. ”Karena ada beberapa daerah yang sudah membuat perda dan perkada tentang Covid-19, nah perda dan perkada ini juga menjadi dasar dari Satpol PP dan Polri untuk bertindak di luar hal-hal yang tidak terjangkau oleh PKPU. Jadi Pakta integritas ini tolong nanti teman-teman media sampaikan bahwa nanti para kontestan akan diminta menandatangani pakta integritas,” imbuh Mendagri.

Selain telah memberikan teguran, Tito sampaikan sudah mengingatkan bahwa dalam catatan Bawaslu jika terjadi 3 kali pelanggaran atau lebih oleh satu kontestan dan kontestan itu terpilih, maka sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Peraturan Pemerintah daerah, Presiden dapat memerintahkan Mendagri untuk menunda pelantikan selama 6 bulan. ”Kemudian mereka disekolahkan dulu, kami akan siapkan mungkin IPDN/jaringan IPDN, mereka sekolah dulu 6 bulan sampai bisa menjadi pemimpin yang baik,” imbuhnya.

Kemendagri, menurut Tito, dapat memberikan sanksi atau mempertimbangkan memberikan sanksi kepada kontestan yang berkali-kali melanggar protokol Covid-19 termasuk pengumpulan massa di luar aturan KPU, maka pelantikannya ditunda 6 bulan dan disekolahkan. ”Itu kalau dilihat Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 silakan di browsing tentang sanksi kepala daerah, itu ada,” ungkap Tito.

Pada masa kampanye tanggal 26 September-5 Desember (71 hari), Tito menyampaikan bahwa beberapa daerah yang dianggap bahwa petahananya yang ikut bertanding dan kemudian melakukan pelanggaran, berpotensi atau berkali-kali melakukan pelanggaran seperti kasus yang di Bulukumba misalnya yang mengadakan konser.

“Saya sudah komunikasi dengan gubernur, pada masa itu mereka (petahana) cuti 71 hari (untuk kampanye) dan menurut aturan, penggantinya dapat dari provinsi atau dapat ditentukan oleh Mendagri. Saya berpikir mempertimbangkan untuk menunjuk Pjs (Pejabat Sementara)-nya adalah dari Kemendagri, jadi bukan dari daerah, (tapi) dari pusat supaya bisa mengendalikan kampanye di daerah itu sesuai protokol Covid-19. Ini akan kami lakukan secara tegas,” pungkas Mendagri. (FID/EN)

Berita Terbaru