Mengenal Koleksi Benda Seni Kenegaraan (Bag-6)

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 4 Mei 2015
Kategori: Opini
Dibaca: 121.407 Kali

Oleh: Kukuh Pamuji

Foto.1: Dik Kedah, Sudarso (1952),  132 x 162 cm  (Sumber: Bagian Pengelolaan  Seni Budaya dan Tata Graha, Sekretariat Presiden)

Foto.1: Dik Kedah, Sudarso (1952), (Sumber: Bagian Pengelolaan Seni Budaya dan Tata Graha, Sekretariat Presiden)

Pada bagian ini  kita akan mengenal lebih dekat koleksi lukisan bertema wanita. Dari sekian banyak pelukis yang menjadikan wanita sebagai  tema dalam karya lukisnya, penulis mencoba menampilkan dua orang tokoh yang sangat dikenal di jagat seni, yaitu Sudarso dan Dr.Ir. Soekarno. Penulisan dua tokoh  sengaja dipilih karena apabila dilihat dari jiwa dan kesukaan mereka, banyak memiliki kesamaan. Soekarno adalah seorang pejuang yang militan, demikian juga Sudarso yang juga merupakan seorang pejuang dan pelukis yang militan.

Kesamaan lainnya adalah keduanya sama-sama menyukai dunia pewayangan. Jika Soekarno menyukai alam Indonesia, Sudarso juga membuktikan kecintaannya pada pemandangan dengan melukiskannya di atas kanvas. Hubungan kedua tokoh ini sudah terjalin sepanjang tiga dasawarsa, sehingga diantara mereka sangat dekat. Bukti kedekatan mereka ditunjukkan dengan banyaknya lukisan Sudarso yang kemudian dikoleksi oleh Soekarno.

Foto.2: Wanita Berkebaya Kuning, Sudarso (1950-1970),  79,5 x 100 cm  (Sumber: Bagian Pengelolaan  Seni Budaya dan Tata Graha, Sekretariat Presiden)

Foto.2: Wanita Berkebaya Kuning, Sudarso (1950-1970), (Sumber: Bagian Pengelolaan Seni Budaya dan Tata Graha, Sekretariat Presiden)

Sudarso adalah seorang pelukis otodidak yang pernah menjadi penjual susu di Bandung saat sebelum dirinya menjadi seorang pelukis terkenal. Salah satu pelanggan susunya adalah pelukis Affandi. Dari pertemuannya dengan Affandi itulah kemudian ia mulai mengenal dan kemudian berkarir dalam dunia seni lukis. Bersama Affandi, Hendra Gunawan, Barli Sasmitawinata, dan Wahdi Sumanta ia bergabung dalam Kelompok Lima (Group of Five) di Bandung.

Meskipun Sudarso banyak melukis objek selain perempuan, akan tetapi ciri khas lukisan Sudarso adalah lukisan berobjek perempuan. Perempuan yang menjadi objek lukisannya adalah perempuan mengenakan pakaian tradisional Jawa yang merupakan tipikal dari karya-karya pelukis Yogyakarta yang mengusung estetika kerakyatan. Lukisannya seringkali menggunakan latar belakang pemandangan atau ruang kosong. Warna-warna yang digunakan dalam lukisannya senada antara satu dan yang lainnya, dengan paduan dan pengolahan warna yang sangat matang.

Sudarso ingin menciptakan sebuah kesan kesederhanaan, tetapi penjiwaannya sangat mendalam.  Pandangan estetika yang berkembang dari kondisi sosio kultural yang galau dan berat, menjadi cerminan suatu jiwa zaman yang sedang tumbuh pasa saat itu. Ia ingin menyuguhkan karyanya kepada para penikmatnya untuk mencermati spirit ruang dan karakter dari setiap perempuan yang ditampilkan dalam lukisannya.

Berselendang Pelangi, Sudarso (1950-1970),   (Sumber: Bagian Pengelolaan  Seni Budaya dan Tata Graha, Sekretariat Presiden)

Berselendang Pelangi, Sudarso (1950-1970),
(Sumber: Bagian Pengelolaan Seni Budaya dan Tata Graha, Sekretariat Presiden)

Dalam setiap karya-karya yang dihasilkannya Sudarso melukiskan model dan pola hias yang berbeda pada pakaian yang dikenakan oleh perempuan yang menjadi objek lukisannya. Dengan penguasaan teknik melukis yang dimilikinya, setiap objek ditampilkan secara realis. Dik Kedah misalnya adalah salah satu contoh lukisan bergaya realisme yang menggambarkan seorang perempuan pekerja keras dengan wajah yang menyiratkan kesan tajam dalam menjalani kehidupan. Lukisan yang saat ini menjadi koleksi Istana Kepresidenan, menurut penilaian asset yang dilakukan pada tahun 2011 bernilai Rp 1.237.000.000,-

Lukisan yang lain adalah Wanita Berkebaya Kuning. Lukisan yang saat ini tersimpan di Ruang Kaca Paviliun Sayap Kiri Istana Kepresidenan Bogor, memiliki asset Rp 685.000.000,- . Lukisan ini menghadirkan  ekspresi seorang perempuan desa yang lugu dengan pakaian kebaya dan kain panjang, serta alam pedesaan yang hijau dan sunyi. Gaya realisme yang halus yang dimiliki Sudarso mampu menampilkan sosok perempuan desa yang lugu tetapi memiliki keistimewaan bentuk tangan dan kaki yang begitu indah.

Selanjutnya, lukisan Wanita Berselendang Pelangi menggambarkan seorang perempuan desa yang sedang duduk dengan pakaian kebaya berwarna biru dan kain panjang batik berwarna merah dengan selendang berwarna hijau berpadu dengan merah bercorak titik-titik kuning dengan latar belakang kosong. Lukisan yang saat ini tersimpan di Ruang Tamu Keluarga Gedung Induk Istana Kepresidenan Bogor, memiliki asset Rp 823.000.000,-

Soekarno yang menjadi koleganya, adalah seorang tokoh yang sangat menyukai sosok wanita cantik, termasuk didalamnya lukisan wanita dengan keindahan yang melekat pada tubuhnya. Ketertarikannya dengan para wanita cantik seringkali menjadi pembicaraan media Barat. Ia pernah meralat pemberitaan media Barat yang mengejeknya…“Bung Karno selalu melirik setiap melihat wanita cantik….” Ejekan itu ditimpali beliau dengan mengatakan: Yang benar, … “Bung Karno menatap setiap wanita cantik dengan kedua buah matanya bulat-bulat!“.

Khusus terhadap kesenangannya akan lukisan wanita cantik, Bung Karno pernah menerangkan, “Aku memang dilahirkan dengan sifat yang demikian, dan aku tidak memungkirinya. Bahkan aku mensyukurinya karena itu pemberian Tuhan. Tuhan memang menciptakan wanita penuh dengan keindahan. Saya kira setiap laki-laki normal pasti senang melihat wanita cantik atau senang melihat keindahan yang ada pada diri wanita itu.” Kecintaan Soekarno terhadap  keindahan wanita ini jugalah yang kemudian mempererat jalinan kedekatannya dengan Basoeki Abdullah yang memang mahir dalam melukis wanita. Tidak mengherankan apabila  sekitar 200-an karya Basoeki Abdullah yang kebanyakan bertema wanita dijadikan sebagai koleksinya.

Sebagai seorang pecinta seni yang sarat  dengan nilai-nilai keindahan, Soekarno tidak hanya memposisikan dirinya sebagai penikmat seni, beliau juga membuat karya seni sendiri. Lukisan yang berjudul Rini adalah salah satunya. Lukisan yang berukuran 89 x 70 cm ini sketsanya dikerjakan oleh Dullah, seorang pelukis yang kemudian diangkatnya menjadi seorang pelukis Istana. Lukisan ini diselesaikan Bung Karno pada 2 November 1958. Rini dilukiskan mengenakan kebaya sederhana berwarna hijau muda dan kain bernuansa cokelat ornamen-ornamen batik. Sedangkan latar dari lukisan ini terlihat polos dengan sapuan campuran cat berwarna putih dan kuning muda. Rini digambarkan dengan air muka yang sayu sambil memangku sebuah buku tua berwarna cokelat. Duduk dengan santai, wanita ini meletakan tangannya menyilang diatas paha.

Foto.4. Rini, Ir  Soekarno  (1 958),  (Sumber: Bagian Pengelolaan  Seni Budaya dan Tata Graha, Sekretariat Presiden)

Foto.4.
Rini, Ir Soekarno (1 958),
(Sumber: Bagian Pengelolaan Seni Budaya dan Tata Graha, Sekretariat Presiden)

Lukisan yang menggambarkan seorang wanita yang sedang duduk menghadap ke sebelah kanan, dengan rambut disanggul dan sekuntum bunga yang diletakkan di belakang telinga kirinya saat ini ditempatkan di Ruang Keluarga Gedung Induk Istana Kepresidenan Bogor. Sebelumnya lukisan ini pernah dipasang di Ruang Kerja Presiden dan Ruang Film.

Banyak penafsiran mengenai sosok yang bernama Rini dalam lukisan Bung Karno ini. Salah satunya menyatakan bahwa Rini diambil dari nama Sarinah, seorang wanita  sederhana, wanita desa yang bekerja di keluarga Soekarno sebagai pengasuh Seokarno semasa kecil. Wanita inilah yang selalu mengajarkan cinta kepada Soekarno. Ia jugalah yang menanamkan rasa hormat terhadap wanita di hati Soekarno. Selain jasanya yang besar karena sudah mengasuh Soekarno, Sarinah juga telah berjasa karena ia berhasil menanamkan doktrin di dalam pikiran Soekarno untuk mencintai rakyat dan kelak rakyatlah yang akan mencintai Bung Karno.

 

Opini Terbaru