Menggalakkan Penerjemahan Peraturan Perundang-Undangan

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 3 September 2019
Kategori: Opini
Dibaca: 3.065 Kali

Oleh: Purnomo Sucipto *)

Saat ini, penerjemahan peraturan perundang-undangan (PUU) tampaknya belum mendapatkan perhatian yang memadai sebagai cara untuk menyebarluaskan PUU. Penyebarluasan masih didominasi oleh PUU dalam bahasa Indonesia. Tidak ada portal/website khusus yang dapat dituju dan diakses untuk mendapatkan dokumen PUU berbahasa asing. Sedikit sekali PUU (termasuk rancangan PUU) yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing.

Dari sedikit PUU hasil terjemahan itu, masing-masing kementerian/lembaga secara parsial dan sendiri-sendiri menyediakannya di dalam website mereka. Tentu saja website kementerian/lembaga itu hanya akan menampilkan peraturan berbahasa asing sesuai bidangnya. Itupun hanya peraturan berbahasa Inggeris dan tidak semua kementerian/lembaga menyediakan. Padahal, pengguna PUU tidak saja mereka yang berbahasa Indonesia, tetapi juga mereka yang berbahasa asing.
Dikaitkan dengan upaya pemerintah untuk menarik modal asing, investor akan lebih bersemangat ketika memahami aturan main berinvestasi di Indonesia. Pengetahuan itu tentunya berasal dari PUU Indonesia yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa mereka. Melihat pada laporan Badan Koordinasi Penanaman Modal Semester Pertama Tahun 2019, empat negara di antara sepuluh begara investor terbesar adalah Jepang, Tiongkok, Hongkong, dan Korea Selatan. Keempat negara ini tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Oleh karena itu, terjemahan juga hendaknya tidak saja dalam bahasa Inggris tetapi juga ke dalam bahasa asing lainnya seperti bahasa Jepang, China, dan Korea.

Tidak perlu dijelaskan lagi pentingnya penerjemahan bagi kemajuan suatu bangsa. Penerjemahan merupakan proses dan sarana diplomasi dan pengembangan hubungan antar negara, transfer pengetahuan, reservasi budaya, dan tentu saja komunikasi lisan dan tulisan. Keinginan Indonesia menjadi pemain global dan kekuatan ekonomi terbesar dunia memerlukan dukungan kegiatan penerjemahan yang agresif.

Sebenarnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan memuat pengaturan yang mendorong penerjemahan PUU. Penerjemahan PUU ke dalam bahasa asing dilaksanakan berdasarkan inisiatif Menteri Hukum dan HAM atau berdasarkan permohonan Pemrakarsa. Penerjemahan PUU berdasarkan inisiatif Menteri Hukum dan HAM belum banyak disebarluaskan. Sementara yang dibuat berdasarkan permohonan pemrakarsa (kementerian/lembaga) sulit diakses atau tidak tersedia secara lengkap. Salah satu yang tampaknya menjadi masalah adalah tidak tersedianya penerjemah PUU dan kurangnya dukungan otoritas yang berwenang.

Namun demikian, pengaturan dalam Undang-Undang tersebut di atas ternyata belum dapat menjadikan PUU dalam bahasa asing tersedia dan dapat diakses dengan mudah.

Untuk mengatasi kondisi di atas, berikut kami sampaikan pendapat apa upaya dan langkah-langkah dapat ditempuh. Pertama, Menteri Hukum dan HAM mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan kementerian/lembaga membuat terjemahan peraturan bersamaan atau tidak lama setelah pengundangan suatu peraturan. Dengan dilaksanakannya kebijakan ini setidaknya akan terdapat terjemahan untuk peraturan yang baru diundangkan. Selanjutnya, secara bertahap dapat diterjemahkan PUU mulai dari yang termuda sampai peraturan yang lebih tua. Peraturan yang paling akhir ditetapkan merupakan kebijakan baru yang biasanya perlu penyebarluasan segera.

Kedua, memperbanyak jumlah pejabat fungsional penerjemah yang memiliki keahlian khusus menerjemahkan PUU. Saat ini, berdasarkan informasi, terdapat sekitar 185 orang penerjemah Pegawai Negeri Sipil yang disebut dengan pejabat fungsional penerjemah. Angka tersebut sangat sedikit dibandingkan dengan jumah penduduk Indonesia yang 265 juta jiwa. Penerjemah tersebut tersebar di instansi pusat di Jakarta dan di sebagian besar provinsi di Indonesia. Jumlah tersebut masihlah jauh dari jumlah yang ideal. Dari jumlah tersebut sangat sedikit yang memiliki kemampuan penerjemahan khusus PUU. Kondisi ini mempersulit terwujudnya ketersediaan PUU dalam bahasa asing sebagaimana yang diharapkan.

Pejabat, penerjemah, dan masyarakat umum perlu diberi pemahaman penting dan strategisnya kegunaan dari produk terjemahan PUU bagi kemajuan masyarakat dan kemajuan bangsa. Mereka perlu memahami bahwa apabila tersedia peraturan dalam bahasa asing, maka akan membawa banyak keuntungan di berbagai bidang antara lain investasi, budaya, ilmu pengetahuan, dan dikenalnya sistem hukum Indonesia yang mungkin dapat dipelajari negara lain.

Perlu dipahamkan juga kepada masyarakat bahwa jenjang karir sebagai penerjemah sangatlah menantang. Telah diatur adanya jabatan penerjemah ahli pertama, muda, madya, dan utama. Seorang yang telah mendapat jabatan penerjemah dapat memilih spesialisasi penerjemah PUU yang saat ini sangat diperlukan, disamping spesialisasi lain seperti penerjemah bidang sastra, ekonomi, sosial, atau Jawa Kuno. Pemahaman ini kiranya dapat menarik minat Pegawai Negeri Sipil dan masyarakat umum untuk menjadi penerjemah khususnya penerjemah PUU.

Hal lain yang dapat menarik minat untuk berkarir sebagai penerjemah, termasuk penerjemah PUU, adalah akan adanya tunjangan jabatan yang besarnya tidak kalah dengan jabatan fungsional lainnya. Tunjangan tersebut selain untuk meningkatkan kesejahteraan penerjemah juga merupakan ukuran penghargaan profesi penerjemah.

Dalam kenyataannya,  banyak orang yang memiliki kemampuan penerjemahan peraturan, namun biasanya kemampuan itu ditujukan untuk kepentingan pribadi atau perusahaan swasta, misalnya penerjemah peraturan di kantor pengacara yang menyusun, menerjemahkan, atau mengintepretasi peraturan berbahasa asing untuk kepentingan kantor pengacarannya.

Mungkin diperlukan rekrutmen besar-besaran untuk mencukupi jumlah ideal penerjemah khususnya penerjemah PUU. Tentu saja dengan memberi gambaran kepada masyarakat dan pihak-pihak terkait mengenai jenjang karir ke depannya dan kesejahteraan yang memadai.

Ketiga, menaikkan kemampuan penerjemah PUU dengan memperbanyak pelatihan penerjemahan PUU di dalam maupun luar negeri secara berkesinambungan. Berbeda dengan pelatihan bahasa, pelatihan penerjemahan tidak banyak diadakan. Pelatihan penerjemahan haruslah berkesinambungan karena keahlian menerjemahkan, termasuk menerjemahkan PUU, bukanlah sesuatu yang instan yang bisa didapat dari satu pelatihan atau dengan satu sertifikat. Keahlian penerjemahan didapat dari proses yang setiap saat harus dipupuk dan dijaga progresnya. Dapat dicatat disini bahwa sebagai Instansi Pembina Jabatan Fungsional Penerjemah, Sekretariat Kabinet telah melakukan upaya dalam rangka meningkatkan kompetensi penerjemah untuk penerjemahan naskah hukum pemerintah, di antaranya dengan menyelenggarakan pelatihan teknis Terjemahan Naskah Hukum Pemerintahan sejak tahun 2016.

Keempat, menetapkan satu portal/website pemerintah atau membangun baru portal/website yang memiliki contentPUU dalam bahasa asing. Portal/website ini diharapkan memuat PUU dalam bahasa asing secara lengkap, sehingga menjadi rujukan pengguna. Portal/website ini dapat dikelola oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional atau badan lain yang merupakan pusat Jaringan Dokumentasi Hukum Nasional.

Kelima, menguatkan kelembagaan unit kerja jabatan fungsional penerjemah. Pengelolaan penerjemah saat ini dilaksanakan oleh Sekretariat Kabinet sebagai Instansi Pembina Jabatan Fungsional Penerjemah. Unit kerja tersebut perlu dikuatkan baik struktur maupun tugas fungsinya. Unit kerja ini perlu segera menyusun roadmap, kurikulum, modul, dan action plan dalam rangka percepatan kegiatan penerjemahan, termasuk penerjemahan PUU. Khusus untuk penerjemahan PUU, unit kerja ini dalam waktu dekat perlu melakukan langkah-langkah antara lain, mempercepat rekrutmen penerjemah PUU, mengadakan pendidikan dan pelatihan fungsional dan teknis yang akan dilaksanakan untuk waktu setahun sampai dengan lima tahun, serta melaksanakan atau mengkoordinasikan penerjemahan peraturan PUU secara masalbaik diminta atau tidak.

Semoga upaya dan langkah-langkah di atas dapat dilaksanakan atau setidaknya menginspirasi penerjemahan PUU Indonesia.

*) Penulis adalah Asisten Deputi Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Aparatur Negara, Sekretariat Kabinet.

Opini Terbaru