Menjaga Skala Usaha Industri Nasional Di Tengah Pandemi COVID-19
Oleh: Oktavio Nugrayasa*
Sektor Industri di Indonesia menghadapi pukulan sangat berat akibat dampak mewabahnya pandemi COVID-19. Sebagai penyumbang 20% di PDB (Produk Domestik Bruto) Nasional, hal tersebut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional 2020 serta menurunnya permintaan atas barang/jasa dari pasar domestik maupun global. Akibatnya neraca keuangan perusahaan terganggu dan terjadi pemutusan hubungan kerja pegawai.
Data dari Badan Pusat Statistik menunjukan terjadi penurunan ekonomi dan industri non-migas pada Triwulan I 2020 dibanding tahun-tahun sebelumnya. Bila tahun sebelumnya selalu diatas 5 persen, pertumbuhan ekonomi di tahun 2020 anjlok menjadi 2,97 persen. Begitu pula dengan pertumbuhan industri non-migas atau manufaktur yang mengalami penurunan sampai 2,01 persen, berbeda dengan periode sebelumnya yang selalu di atas 4 persen. Selanjutnya catatan pada Triwulan II 2020 menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi yang cukup dalam tumbuh minus 5,32 persen. Angka ini lebih besar kontraksinya yang dialami oleh industri pengolahan non migas dengan tumbuh minus -5,74 persen.
Sementara terkait pengurangan tenaga kerja di sektor industri, data dari Kemenperin menunjukkan bahwa kurang lebih dari 5,5 juta tenaga kerja industri sudah dalam status tidak bekerja karena terkena PHK ataupun dirumahkan tanpa mendapatkan hak gajinya. Dari angka tersebut, sekitar 3 juta merupakan tenaga kerja industri kecil dan menengah dan sekitar 2 juta berasal dari sektor indutri sedang dan besar. Angka ini merupakan 28 persen dari total tenaga kerja industri nasional yang secara keseluruhan mencapai 19,8 juta tenaga kerja.
Sejak Februari 2020, dampak COVID-19 sudah mulai dirasakan di sektor industri, beberapa lokasi ekspor mengalami lockdown dan pembatasan jarak fisik diterapkan serta industri bertahap mengurangi jumlah produknya akibat situasi dan permintaan terhadap produksi yang menurun. Ditambah kenaikan kurs dollar yang sangat signifikan terhadap rupiah sehingga sektor industri semakin kesulitan mendapatkan bahan baku dan terpaksa memilih mengurangi impor.
Menjaga Kapasitas Produksi Industri
Penurunan kapasitas produksi di sektor industri ini juga terjadi di 5 (lima) subsektor yang menjadi unggulan selama ini seperti industri makanan dan minuman, industri kimia dan farmasi, industri otomotif atau alat angkutan, industri barang logam dan elektronik, serta industri tekstil dan pakaian jadi. Padahal selama ini subsektor industri inilah yang banyak berkontribusi pada penyumbang PDB (Produk Domestik Bruto) Nasional dan menghasilkan devisa negara dari ekspor.
Dampak COVID-19 dirasakan juga oleh industri mikro dan kecil meskipun tidak menyumbang porsi yang besar untuk PDB tetapi sektor inilah yang paling banyak menyerap tenaga kerja terutama pekerja perempuan di sektor informal.
Pemerintah telah membuat strategi agar industri non-migas bisa bertahan di tengah pandemi COVID-19 dengan cara memberikan stimulus ekonomi berupa bantuan sosial kepada kelompok miskin rentan agar memastikan upaya daya beli masyarakat sehingga permintaan terhadap barang industri non-migas terjaga dan produksi tetap berjalan.
Disamping itu, langkah strategi yang lain adalah mengoptimalkan pemanfaatan bahan baku industri dalam negeri serta memberikan insentif pajak dan cukai industri. Hal ini diharapkan industri tetap berjalan dengan memperhatikan protokol kesehatan karena keselamatan pekerja tetaplah yang paling utama. Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Operasional Pabrik dalam Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 untuk Perusahaan dan Kawasan Industri agar produksi berjalan tetap mengutamakan keselamatan kerja.
Wabah COVID-19 saat ini, merupakan krisis yang sangat berat di sektor industri namun Pemerintah terus berupaya tetap menjaga kerjasama yang baik dengan pelaku industri untuk dapat melewati krisis ini. Beberapa penyesuaian tentunya harus dilakukan dengan lebih baik lagi terutama di tataran kebijakan termasuk penerapan protokol kesehatan yang harus diutamakan.
Disamping itu, perlu adanya kerja sama dan sinergi antar lintas sektoral, diantaranya kementerian dan lembaga-lembaga di Pusat, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta Pemerintah dengan pihak industri, terlebih lagi sinergitas juga diperlukan pada tataran internal pelaku industri, seperti pengusaha dan serikat pekerja perlu ada harmonisasi yang baik. Penyesuaian tersebut perlu segera direalisasikan karena mempercepat recovery phase yang diproyeksikan akan berlangsung pada tahun 2021.
*) Kepala Bidang Industri dan Ekraf, Sekretariat Kabinet RI