Pemerintah Percepat Vaksinasi COVID-19 Berbasis Risiko
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, pemerintah terus mempercepat program vaksinasi nasional yang dilaksanakan dengan prioritas berbasis risiko.
“Kita memberikan prioritas vaksinasi ini berbasis risiko, provinsi-provinsi yang kasus aktifnya tinggi akan kita berikan lebih banyak. Yang tinggi itu, Banten, DKI, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, dan Bali. Itu yang paling tinggi karena kemungkinan terkenanya juga banyak, masuk ke rumah sakitnya juga banyak, dan yang wafatnya juga paling banyak. Provinsi-provinsi itu otomatis akan mendapatkan prioritas,” kata Menkes, dalam keterangan pers bersama, Senin (26/07/2021).
Selain itu, pemerintah juga memrioritaskan vaksinasi kepada masyarakat dengan risiko tinggi, yaitu kelompok lanjut usia (lansia) dan masyarakat yang mempunyai komorbid.
“Kita juga akan memprioritaskan orang-orang yang risiko tinggi, orang yang usianya lanjut, orang yang punya komorbid. Itu yang harus kita utamakan. Kita lindungi mereka dahulu, kita berikan mereka [vaksin],” ujar Budi.
Menkes memaparkan, hingga 26 Juli cakupan vaksinasi telah mencapai sekitar 60 juta dosis vaksin, baik untuk dosis pertama maupun dosis kedua. Untuk percepatan program vaksinasi ini pemerintah pun terus berupaya untuk mengamankan stok vaksin.
“Sampai akhir bulan Juli akan datang sekitar 8 juta vaksin Sinovac dan 4 juta vaksin AstraZeneca, jadi 12 juta akan datang,” ujarnya. Selain itu, akan tiba juga sekitar 45 juta vaksin produksi Sinovac, Astrazeneca, Moderna, maupun Pfizer pada bulan Agustus mendatang.
Selain percepatan vaksinasi, pemerintah juga terus meningkatkan pengetesan (testing) dan pelacakan (tracing) secara masif untuk menekan laju penyebaran COVID-19. “Menko Marinves sudah mencanangkan bahwa program testing dan tracing yang nanti akan dipimpin oleh Panglima TNI akan mulai minggu ini,” ujar Menkes.
Budi pun mengimbau masyarakat untuk tidak menghindar jika dilakukan pelacakan dan pengetesan. “Kita perlu naikkan [tes harian] itu terus supaya kita tahu kalau ada yang kena (COVID-19), kita bisa ukur oksimeternya (saturasinya), apakah memang perlu dirawat atau tidak, lebih dini. Jadi testing ini jangan ditakuti, jangan dicemasi, jangan dihindari, tapi cepat dilakukan,” pungkasnya. (DND/UN)