Menkeu: Reformasi Perpajakan Upaya Kemudahan Berusaha di Indonesia

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 20 November 2020
Kategori: Berita
Dibaca: 955 Kali

Paparan Menkeu Sri Mulyani dalam seminar “Serap Aspirasi Implementasi UU Cipta Kerja Bidang Perpajakan”, yang diselenggarakan secara virtual pada Kamis (19/11). (Foto: ekon.go.id)

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menilai perlu dilakukan redesigning dan reformasi pada peraturan perundangan di bidang perpajakan, termasuk Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN), dan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan (UU KUP). Hal tersebut tertuang di dalam Undang-Undang Cipta Kerja.

“Sekarang adalah tren digitalisasi, kita perlu untuk meyakinkan bahwa kita bisa mengoleksi pajak di era digital. Kita juga perlu untuk meyakinkan bahwa kita bisa menjaga hak perpajakan Indonesia dan tidak terjadi erosi perpajakan kita karena orang bisa melakukan tax avoidance dan tax allowance, di sisi lain kita juga perlu untuk membuat daya tahan Indonesia di bidang perpajakan yang kompetitif. Inilah yang coba untuk kita masukkan di dalam Undang-Undang Cipta Kerja di bidang perpajakan,” tegas Menkeu.

Beberapa latar belakang dalam klaster kemudahan berusaha yang di dalamnya menyangkut bidang perpajakan adalah upaya untuk memperkuat perekonomian Indonesia dan mendorong investasi di tengah perlambatan ekonomi dunia agar dapat menyerap tenaga kerja seluas-luasnya.

“Maka, diperlukan berbagai perubahan berbagai ketentuan perundang-undangan termasuk tiga undang-undang perpajakan yaitu UU PPh, UU PPN, dan UU KUP dalam waktu yang tidak terlalu lama. Hal ini juga perlu dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan penerimaan pajak melalui peningkatan investasi, kepatuhan sukarela, kepastian hukum, dan keadilan iklim usaha,” ujar Menkeu.

Pada UU PPh dilakukan perubahan di mana subjek pajak orang pribadi makin diperjelas. Ini semua menurut Menkeu untuk memberikan klarifikasi dan kepastian status dari subjek pajak tersebut.

“Apabila mereka tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari, maka mereka menjadi wajib pajak atau subjek pajak dalam negeri. Apabila warga negara Indonesia berada di luar Indonesia lebih dari 183 hari mereka bisa menjadi subjek pajak di luar negeri dengan syarat-syarat yang tertentu,” ujar Menkeu.

Perubahan juga dilakukan pada pengenaan PPh untuk warga negara asing yang merupakan subjek pajak dalam negeri dengan keahlian tertentu, hanya atas penghasilannya di Indonesia saja.

“Kita membutuhkan pertukaran teknologi, knowledge yang makin tinggi, dan ilmu pengetahuan yang terus berkembang dan ini muncul apabila ada interaksi antara warga negara Indonesia dengan warga negara asing di bidang yang memang mereka kuasai pada teknologi dan pengetahuan. Untuk bisa menarik mereka ke dalam negeri, maka dibutuhkan kepastian pajak bagi mereka,” sebut Menkeu.

Perubahan pada UU PPh juga ada pada penghapusan PPh atas deviden dari dalam negeri. Deviden dan penghasilan setelah pajak dari luar negeri tidak dikenakan PPh sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk kegiatan usaha lainnya di Indonesia.

“Penghasilan dari luar negeri selain BUT juga akan diberikan insentif apabila mereka diinvestasikan di Indonesia,” ujar Menkeu.

Di dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja ini, imbuhnya, juga dimasukkan berbagai non objek PPh yang bagi laba atau sisa hasil usaha dari koperasi. Hal ini untuk mendorong agar masyarakat berlomba untuk membuat koperasi dan jumlah dari keanggotaan diperkecil sehingga bisa menciptakan  koperasi yang makin produktif.

“Non objek PPh juga dikenakan untuk Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Untuk PPh pasal 26 mengenai tarif atas bunga juga dilakukan penyesuaian, dan penyertaan modal yang dalam bentuknya aset (inbreng) tidak terutang PPN,” imbuhnya.

Selanjutnya pada UU PPN, Menkeu juga mengatakan bahwa dilakukan beberapa perubahan. Masyarakat terutama usaha kecil menengah yang selama ini sering melakukan konsinyasi dalam usahanya, kini konsinyasi bukan merupakan kategori penyerahan barang kena pajak.

“Ada relaksasi hak pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kena pajak, pencantuman NIK pembeli dibolehkan yang tidak memiliki NPWP dalam faktur pajak, dan adanya pengaturan mengenai faktur pajak untuk PKP ((Pengusaha Kena Pajak) pedagang eceran,” ujarnya.

Menkeu melanjutkan bahwa di bidang KUP, sanksi administrasi pengungkapan sendiri dan ketidakbenaran perbuatan wajib pajak juga telah diatur. Pemerintah juga melakukan pengaturan ulang mengenai sanksi administrasi pajak dan imbal bunga yang dilihat agar lebih adil, sehingga bisa menimbulkan sikap dari pengusaha yang lebih kooperatif dan produktif. Pemerintah mencoba merasionalkan ini untuk mendorong sikap yang lebih positif dan kooperatif, tapi tetap akan melakukan enforcement apabila ada wajib pajak yang tidak patuh.

“Kepastian mengenai perpajakan merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi dunia usaha dan kami mencoba untuk betul-betul menciptakan kepastian sehingga kita betul-betul menciptakan playing field yang makin pasti dan makin baik. Sekali lagi saya ingin menyampaikan bahwa omnibus law di bidang cipta kerja adalah upaya yang nyata bagi Indonesia untuk melakukan langkah fundamental secara struktural agar Indonesia bisa benar-benar maju menjadi negara yang makin sejahtera dengan income per kapita makin tinggi dan tentu makin adil,” tutup Menkeu. (HUMAS KEMENKEU/UN)

Berita Terbaru