Menkeu: Semua Negara Harus Kolaborasi Tingkatkan Produksi Agar Terjadi ‘Supply Chains’
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, menyampaikan bahwa salah satu masalah supply chains terutama alat kesehatan sehingga dalam suasana ini semua negara harus saling terus berkolaborasi dengan meningkatkan kapasitas produksi.
“Memang ini masalahnya adalah masalah pada bottleneck sisi suplai, yaitu terutama alat-alat kesehatan, oleh karena itu perlu di-upgrade,” ujar Menkeu saat memberikan keterangan usai mendampingi Presiden dalam acara KTT LB G20 secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, Provinsi Jawa Barat, Kamis (26/3).
Dari RRT, lanjut Menkeu, sebagai negara yang pertama kali mengalami serangan dari Virus Korona (Covid-19), sekarang berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas produksinya bagi alat-alat kesehatan.
“Negara-negara lain seperti Indonesia yang memiliki kapasitas untuk menghasilkan alat kesehatan juga akan melakukan peningkatan, sehingga kemudian akan memungkinkan terjadinya supply chain yang kemudian di-restore,” kata Menkeu.
Untuk yang berhubungan dengan non-kesehatan, Menkeu akan melihat bagaimana trade barrier selama ini banyak yang sudah dilakukan relaksasi.
“Ini yang harus ditingkatkan agar momentum untuk kerja sama di bidang perdagangan dan terutama suplai-suplai barang yang sangat penting dibutuhkan semua negara bisa disediakan,” ujarnya.
Kondisi tahun 2020 ini, menurut Menkeu, sudah dinilai negatif oleh IMF meski belum diprediksi seberapa dalam dan seberapa lama dan ini tergantung dari kemampuan semua negara untuk bersama-sama melawan pelemahan ekonomi.
“Untuk Indonesia, kita akan melakukan seluruh instrumen bersama-sama dengan Bank Indonesia, OJK, dan seluruh instrumen di bidang ekonomi,” sambung Menkeu.
Untuk itu, beberapa langkah yang Pemerintah sudah lakukan adalah, pertama merelaksasi dari sisi moneter dan fiscal policy.
“Saat ini kami sedang memfinalkan keseluruhan paket yang sudah disampaikan oleh berbagai pihak, berbagai kementerian, dan pemerintah daerah waktu Bapak Presiden bertemu dengan para Gubernur untuk bisa memformulasikan kebijakan fiskal yang tepat,” sambung Menkeu.
Hal ini, lanjut Menkeu, termasuk paket ketiga atau paket keseluruhan untuk bisa mendukung: pertama, penanganan masalah Covid-19 dari sisi kesehatan; kedua, melindungi masyarakat miskin dan masyarakat yang sekarang terancam dari masalah PHK atau terancam dari sisi nafkah.
“Sumber nafkahnya karena adanya pengurangan aktivitas masyarakat dengan adanya isolation atau self-distancing and social-distancing dan penurunan mobilitas masyarakat pasti banyak masyarakat yang terkena,” katanya.
Pemerintah, lanjut Menkeu, saat ini sedang akan terus melakukan formulasi untuk bisa mendukung kelompok masyarakat tersebut yang sebentar lagi akan disampaikan di dalam Sidang Kabinet dan tentu akan menambah defisit di dalam APBN.
“Kita juga sudah bertemu dengan DPR untuk bisa menyampaikan apabila defisitnya di atas 3 persen maka kita akan melakukan relaksasi terhadap batasan defisit tersebut. Ini yang sedang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, kita, di dalam rangka untuk meminimalkan kemungkinan dampak,” sambungnya.
Di sisi lain, menurut Menkeu, karena beberapa sektor industri kita bisa melihat adanya kesempatan untuk menghasilkan alat-alat kesehatan yang sekarang dibutuhkan secara sangat-sangat urgent seluruh dunia mereka bisa meningkatkan kemampuan kapasitas produksinya.
Bantuan IMF atau World Bank
Seperti tadi disampaikan, Menkeu menambahkan bahwa dari sisi lembaga lembaga multilateral, World Bank bersama multilateral institution seperti ADB (Asian Development Bank) bahkan AIIB (Asian Infrastructure Investment Bank) dan regional development banks, akan meningkatkan resource-nya bagi negara-negara yang sekarang berhadapan dengan ancaman pandemik ini, baik di bidang kesehatan, baik di bidang social safety net, dan dari sisi untuk mendukung industri dan trade.
“Ini yang sekarang sedang dilakukan oleh lembaga-lembaga seperti Bank Dunia, ADB, (dan) AIIB. Mereka bisa memberikan dalam bentuk program loan supaya negara-negara mampu untuk menyiapkan dari sisi kesehatan, dari sisi memberikan perlindungan kepada kelompok miskin yaitu social safety net, dan dari sisi kemampuan untuk membangun kembali industrinya,” jelasnya.
Untuk IMF, seperti yang sudah disampaikan, Menkeu jelaskan bahwa saat ini sedang melakukan upaya untuk meningkatkan resource-nya sehingga mampu memberikan apa yang disebut swap line kepada seluruh bank sentral di dunia yang membutuhkan.
Terkait bantuan dari negara yang sudah hadapi Covid-19, Presiden Xi Jinping, sebagai negara pertama yang menghadapi dan sekarang dalam situasi yang dianggap relatif sudah akan membaik, telah menawarkan knowledge maupun pengalaman dari RRT di dalam menangani Covid-19 ini,
“Termasuk juga respons untuk meningkatkan kemampuan produksinya karena banyak sekali supply chain yang selama ini ada di RRT berhenti karena mereka melakukan lockdown,” imbuhnya.
Pertemuan extraordinary para leader G20 secara virtual ini, menurut Menkeu, menunjukkan bahwa soliditas itu sangat kuat yang didahului dengan pertemuan G20 untuk tingkat menteri dan bank sentral.
“Ini mengingatkan kejadian seperti tahun 2008-2009, jadi sebetulnya di dalam ujian yang sifatnya global dan tidak mengenal batas, G20 maupun kerja sama melalui United Nations, melalui IMF-World Bank, dan WHO menjadi sangat-sangat penting dan itu disadari oleh semua leader,” terang Menkeu.
Jadi dalam jangka pendek, sambung Menkeu, adalah menggunakan seluruh resource untuk bersama-sama memerangi Covid-19 ini.
“Dalam jangka menengah, bagaimana kita terus mendukung pemulihan, baik di sektor kesehatan, sektor ekonomi dan sosial, dan di sektor keuangan agar mereka bisa mendukung pemulihan semua negara yang sekarang ini sangat negatif diterpa oleh Covid-19,” jelas Menkeu akhiri jawaban kepada wartawan. (TGH/EN)