Menko Maritim: Pemerintah Ingin Jadikan Natuna Kota Perikanan serta ‘Hub’ Gas dan Industri

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 29 Juni 2016
Kategori: Berita
Dibaca: 33.295 Kali
Menko Kemaritiman memberikan keterangan kepada pers usai mengikuti Rapat Terbatas di Kantor Presiden, Jakarta (29/6). (Foto: Humas/Deni)

Menko Kemaritiman memberikan keterangan  usai mengikuti Rapat Terbatas di Kantor Presiden, Jakarta (29/6). (Foto: Humas/Deni)

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli menyampaikan bahwa laut Natuna adalah wilayah Indonesia. “Keberadaan dan integritas wilayah Indonesia di Kepulauan Natuna dan sekitarnya itu diakui oleh PBB, oleh UNCLOS, dan kita tidak ada tawar-menawar soal itu,” ujar Rizal usai mengikuti Rapat Terbatas di Kantor Presiden Rabu (29/6).

Lebih lanjut Rizal menyampaikan bahwa untuk menegakkan integritas, kedaulatan wilayah kita di kawasan Natuna, maka perlu diambil dan dilakukan sejumlah langkah-langkah agar supaya Natuna juga bisa lebih cepat pembangunan ekonominya dan peningkatan kesejahteraan rakyat.

“Yang pertama kita mesti percepat pengembangan sektor perikanan di Kepulauan Natuna. Selama ini kapasitas tangkap hanya 9% dari total potensi ikan tangkap di wilayah Natuna. Jadi ikannya banyak sekali, tapi kapasitas tangkap kita hanya 9%. Di masa lalu kebanyakan kapal-kapal asing yang masuk, yang nyolong di situ,” tambah Rizal menerangkan.

Ia menambahkan bahwa tadi menyarankan dan disepakati kapasitas tangkap ikan di Natuna harus ditingkatkan, tapi tidak dengan cara kembali ke rezim yang lama, yaitu membebaskan asing, tangkap dan mencuri di situ.

“Caranya adalah mempercepat, sekarang di lapangan masih ada masalah kapal-kapal ikan nasional kita kesulitan perizinan, karena ada dua departemen yang terkait, KKP dan Departemen Perhubungan. Perhubungan membuat grosse akta-nya, kayak sertifikatnya, KKP memberikan izin. Presiden meminta agar dua-duanya diintegrasikan agar secepat mungkin kapal-kapal yang di atas 30 DWT bisa diarahkan ke Natuna,” jelas Menko Kemaritiman.

Hal kedua, lanjut Rizal, juga meminta kepada Menteri KKP, karena di laut utara Jawa banyak sekali nelayan-nelayan tradisional yang punya kapal penangkap ikan di atas 30 DWT seperti di Jepara, pantai utara, supaya diberikan izin tangkap di Natuna.”Selama ini mereka enggak pernah diberikan izin tangkap di Natuna karena dikasih sama kapal-kapal berbendera asing atau pura-pura bendera Indonesia sebetulnya milik asing. Tadi kami minta agar supaya Menteri KKP memberikan izin nelayan-nelayan tradisional yang punya kapal di atas 30 ton itu bisa mencapai jarak jangkau 120 mil, diberikan izin untuk menangkap ikan di Kepulauan Natuna,” tambah Rizal.

Poin ketiga, tambah Rizal, meminta Menteri BUMN untuk memfasilitasi perusahaan perikanan nasional dan lokal agar supaya difasilitasi bantuan modal kerja lewat bank-bank BUMN, dan diberikan kesempatan untuk investasi supaya kapasitas tangkap makin besar.
“Jadi kami ingin menegaskan kembali strateginya. Kita tidak mau kembali ke rezim lama, di mana kapal-kapal asing pura-pura saja pakai bendera Indonesia, nangkep. Tapi kita ingin armada penangkapan ikan nasional dan lokal diberikan kesempatan untuk menangkap di situ, izin, diberikan kesempatan difasilitasi kredit, difasilitasi investasinya, supaya kapasitas tangkap yang hanya sekarang 9% bisa ditingkatkan dalam waktu dekat ini,” ujarnya.
Mengenai Kota Perikanan, Menko Kemaritiman jelaskan bahwa Presiden menegaskan kembali harus ada Kota Perikanan yang bisa jadi contoh.”Kita tiru saja yang paling baik di seluruh dunia agar supaya ikan bisa dikumpulkan di situ, ada fasilitas cold storage, kalau perlu ada tempat lelang ikan internasional, seperti Tokyo Fish Market (Tsukiji). Kenapa mesti di Tokyo wong ikannya di Indonesia? Jadi kita perlu bangun di Natuna, pusat lelang ikan regional, supaya orang dari seluruh negara bisa datang lelang di situ. Tentu kita sediakan fasilitas infrastruktur, cold storage, dan sebagainya. Itu di dalam bidang fishery,” tambah Menko Kemaritiman.

Hal kedua, menurut Rizal, Kepulauan Natuna kaya sekali dengan sumber daya alam gas dan minyak bumi dan ada sekitar 15 blok yang mandek.”Dan ini kami minta agar segera dilakukan review mana yang betul-betul mandek total, mana hanya mandek sementara karena harga lagi turun. Tetapi yang mandek sementara kita akan dorong supaya dipercepat, yang bakal mandek total lebih bagus diambil alih kembali oleh pemerintah untuk dibuka kesempatan kepada pemain-pemain baru,” tutur Rizal.

Menko Kemaritiman jelaskan bahwa salah satu ladang yang besar sekali di situ adalah blok gas Natuna Timur, itu cadangannya 4 kali Masela, tetapi ada negatifnya, 70% dari gas itu CO2, jadi harus dipisahkan dulu CO2-nya dan mahal.”Sementara Pertamina kita minta untuk take the lead dulu, untuk mempersiapkan diri, nanti tentu kita ajak para pemain internasional yang lain pada saat harga minyak, sekarang kan sudah naik sedikit, mungkin awal tahun depan sudah bisa kembali ke 67-70 dolar, pada saat itulah investasi dan eksplorasi di bidang ini menarik. Esensinya, kita mau daerah Natuna itu jadi tempat hub untuk processing gas dan industri, termasuk peralatannya,” jelas Rizal.

Kepulauan Natuna dan Anambas itu indah sekali, cantik sekali, lanjut Rizal, pantainya betul-betul virgin, betul-betul natural, pasirnya putih.

“Kita harus kembangkan menjadi bukan seperti Maldives. Maldives dalam skala yang lebih besar. Untuk dijadikan pusat turisme, pusat untuk yacht-yacht, ini bisa lebih dahsyat dari Maldives. Tentu kita akan pikirkan cara strateginya, mengajak industri pariwisata, hotel, dalam maupun internasional,” jelas Rizal.

Pemerintah, menurut Rizal, dalam proses merumuskan semua langkah-langkah yang konkrit untuk mengembangkan Natuna dan Anambas tadi.

“Mungkin sebulan setelah Lebaran kami minta kepada Setkab, kita adakan rapat lagi supaya kita bisa langsung eksekusi. Esensinya, semua ini tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di Natuna, membuat Natuna juga berkembang pesat seperti daerah lainnya di seluruh Indonesia, dan menegakkan kedaulatan dan integritas wilayah RI,” pungkas Rizal seraya menegaskan bahwa Natuna adalah wilayah Indonesia dan tidak mau negosiasi dengan siapapun. (DND/EN)

Berita Terbaru