Menlu: Penyelesaian Kasus ISIS Harus Komprehensif
Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty Natalegawa mengemukakan, terkait berkembangnya gerakan Islam radikal melalu Islamic State of Iraqi and Syria (ISIS), sikap pemerintah Indonesia sudah sangat tegas, yaitu menolak gerakan tersebut dan menyatakan sikap bahwa ancaman tersebut harus diatasi. Namun demikian, Indonesia menginginkan penyelesaian yang komprehensif terhadap masalah ISIS itu.
Secara prinsip, pemerintah mendukung upaya-upaya untuk mengatasi ancaman ini. Namun, upaya-upaya ini harus bersifat komprehensif, tidak dengan kekuatan semata, kata Marty kepada wartawan di New York, Amerika Serikat, kemarin.
Menlu menggarisbawahi, bahwa upaya-upaya menyelesaikan berkembangnya paham radikal melalui ISIS yang hanya mengunakan pendekatan kekuatan semata akan sulit bisa langgeng sifatnya, karena kemungkinan besar akan menciptakan masalah-masalah baru.
Karena itu, lanjut Marty, Pemerintah Indonesia mengharapkan agar upaya-upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah ISIS saat ini sifatnya hanya sebahagian dari satu paket upaya yang lebih komprehensif dan menyeluruh.
“Kita tidak menginginkan adanya siklus kekerasan yang akan berakibat pada kerugian yang dialami masyarakat biasa,” tegas Marty.
Soft Power
Pernyataan Menlu RI Marty Natalegawa itu merupakan penegasan pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di hadapan seribuan kadet Akademi Militer West Point, Orange Country, Amerika Serikat, Senin (22/9) siang waktu setempat.
Saat itu, Presiden SBY menyatakan, bahwa langkah militer tak selalu bisa menjadi solusi dalam penyelesaian konflik di berbagai belahan dunia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lebih percaya pada pendekatan soft power, penyelesaian yang komprehensif yang membutuhkan seperangkat solusi politik dan lainnya.
Dalam menghadapi tantangan gerakan Islamic State on Iraq and Syria (ISIS) dan tindakan terorisme di berbagai belahan dunia misalnya, Presiden SBY mengaku lebih percaya yang dibutuhkan adalah menerapkan pendekatan soft power atau smart power.
Menurut Presiden SBY, dalam persoalan ISIS, setelah mereka dapat dikalahkan secara militer, diperlukan langkah-langkah berikutnya guna memastikan bahwa generasi mendatang tidak melakukan tindakan serupa.
Ini bukan tugas militer tetapi tugas politisi, diplomat, tokoh agama, dan masyarakat sipil, jelas Presiden SBY.
Ia mengingatkan, mengakhiri perang jauh lebih sulit daripada saat memulainya. Di sinilah politik dan diplomasi yang efektif sangat diperlukan, berdasarkan komitmen yang kuat oleh para pemimpin politik dunia untuk membuat pilihan politik dan diplomatik dalam mengejar kepentingan nasional mereka, papar SBY. (GMD/ES)