Menlu: Tekanannya, Indonesia Ingin Perdamaian di Kawasan Laut China Selatan Terwujud
Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno L.P. Marsudi memberikan penjelasan terkait pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai Laut China Selatan yang dikutip sejumlah media massa.
Kepada wartawan yang mencegatnya di sela-sela mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Jepang, Menlu menjelaskan, bahwa pernyataan Presiden Jokowi yang mengatakan, bahwa klaim teritorial China di Laut China Selatan tidak memiliki dasar dalam hukum internasional itu tekanannya adalah bagaimana perdamaian di kawasan itu terwujud.
Tekanan bagi Indonesia bahwa stabilitas dan perdamaian di kawasan itu terwujud. Jadi itu yang terus-terus ditekankan bagi Indonesia, dan sebagaimana yang Bapak Presiden tadi sampaikan bahwa satu, Indonesia tidak mempunyai claim tumpang tindih apapun dengan Tiongkok. Itu yang perlu digaris bawahi, kata Retno kepada wartawan di Hotel Imperial, Tokyo, Jepang, Selasa (24/3).
Dengan tidak adanya claim tumpang tindih itu, kata Menlu, membuat kita menjadi lebih mudah untuk bergerak. Sehingga sebagaimana yang disampaikan Bapak Presiden, kita dari awal sudah menawarkan menjadi broker, broker atau membantu memfasilitasi, fasilitator apabila diperlukan.
Menlu menegaskan, dalam rangka untuk menjamin bahwa perdamaian dan stabilitas di kawasan Laut China Selatan itu terwujud, maka menjadi kewajiban dari ASEAN untuk terus mendorong implementasi dari declaration of conduct, dan juga segera memulai negosiasi untuk code of conduct (COC).
Indonesia juga sudah sangat terlibat didalam pembicaraan-pembicaraan tersebut. Saya kira dengan pernyataan yang disampaikan Bapak Presiden dan saya hanya tambahkan sedikit, message yang kita keluarkan jelas bagi Indonesia stabilitas perdamaian penting. Indonesia siap untuk membantu untuk menciptakan suasana yang stabil dan damai di kawasan, tegas Menlu Retno Marsudi.
Diakui Menlu, pada tahun pada awal tahun 2010 memang pemerintah Indonesia dan ini juga dilakukan oleh beberapa negara lain, mengirim surat kepada Sekjen PBB untuk menanyakan mengenai dasar pembuatan nine dot line tersebut.
Jadi itu yang dilakukan Indonesia pada tahun 2010 yang lalu. Jadi semuanya sudah jelas, tidak ada salah interpretasi dari apa yang posisi Indonesia terhadap Laut China Selatan, papar Retno. (Humas Setkab/ES)