Menristek: BPPT Kembangkan ‘Tes Kit’ Berbasis PCR maupun ‘Rapid Test’

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 16 April 2020
Kategori: Berita
Dibaca: 1.076 Kali

Menristek memberikan keterangan usai mengikuti Rapat Terbatas, Rabu (15/4). (Foto: Humas/Rahmat)

Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro menyampaikan bahwa perkembangan pengembangan beberapa alkes (alat kesehatan) yang saat ini sangat dibutuhkan dalam rangka penanganan Covid-19, khususnya portable ventilator dan satu lagi adalah tes kit.

“Mengenai test kit, ada 2 test kit baik yang berbasis PCR maupun yang rapid test. Untuk rapid test kami sudah laporkan kepada Bapak Presiden (bahwa) 1,5 bulan dari sekarang atau 6 minggu dari sekarang,” ujar Menristek usai mengikuti Rapat Terbatas, Rabu (15/4).

Rencananya, menurut Menristek, sudah ada 100 ribu unit rapid test yang merupakan hasil kerja sama dari BPPT, UGM yang kemudian diproduksi oleh PT Hematika di Yogyakarta dan nanti sudah akan diproduksi lagi dalam jumlah yang lebih besar lagi untuk kebutuhan rapid test dalam rangka penanganan Covid-19.

“Untuk yang PCR, ini kerja sama antara BPPT dengan startup Nusantics dan PT Biofarma. Rencananya pengujian di BPOM dan Kementerian Kesehatan, dan setelahnya tentunya akan dilakukan produksi yang akan dilakukan oleh PT Biofarma,” urai Kepala BRIN.

Dengan demikian, Menristek sampaikan tidak lama lagi Indonesia akan punya PCR test kit yang basisnya adalah virus yang merupakan local transmission atau virus Covid-19 yang terjadi di Indonesia jadi bukan yang berasal dari luar dan tentunya diharapkan bisa meningkatkan akurasi dari pengujian PCR tersebut.

Untuk portable ventilator, Menristek sampaikan bahwa ventilator yang saat ini sedang diuji oleh Kementerian Kesehatan, dimana prototipenya sudah dibuat oleh tim yang dipimpin oleh BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi).

”Rencananya minggu ini selesai pengujian di Kementerian Kesehatan dan kemudian masuk kepada produksi, di mana 2 perusahaan sudah siap memproduksi, yaitu PT Len Industri (BUMN) dan PT Poly Jaya Medikal (swasta) yang masing-masing mempunyai kapasitas memproduksi  sekitar 100 unit portable ventilator per minggu, masing-masing pabrik,” imbuh Menristek.

Jadi diharapkan, sambung Menristek, 25 April bisa mendapatkan 200 unit pertama ventilator buatan Indonesia yang dibuat oleh Len dan Poly Jaya dan didesain oleh tim yang dipimpin oleh BPPT.

Selain yang dikembangkan oleh BPPT, menurut Menristek, ada 15 usulan desain ventilator lainnya yang datang dari berbagai perguruan tinggi, lembaga penelitian, maupun dari masyarakat dan swasta.

”Saat ini tentunya mereka semua harus melakukan pengujian di Kementerian Kesehatan. Dan di dalam Ratas tadi kami meminta dukungan dari Menteri Perindustrian dan Menteri BUMN agar ada partner atau mitra industri yang nantinya bisa memproduksi prototipe-prototipe yang sudah diuji,” jelas Menristek

Adanya dua produk tersebut, menurut Menristek, tentunya tujuan akhirnya adalah mengurangi ketergantungan terhadap impor alkes maupun obat yang saat ini sangat dominan di Indonesia.

Mengenai ventilator 200 unit, Menristek menjelaskan nanti adalah hasil produksi pertama dari 2 mitra industri yang sudah siap memproduksi portable ventilator yang didesain oleh BPPT.

”Rencananya paling lambat akhir April ini, akhir bulan ini. Jadi perkiraan paling cepatnya 25 April, sampai akhir April itu sudah bisa diproduksi 200 unit. Dan kapasitas produksi dari para mitra industri tersebut adalah 100 unit portable ventilator per minggu, jadi kapasitasnya cukup besar,” kata Menristek.

Sekarang ini, menurut Bambang, Kemenristek punya 2 mitra industri, dan 2 lagi juga sudah menyatakan siap, dari BUMN salah satunya PT Indofarma sehingga nanti diharapkan bisa 400 unit per minggu apabila tentunya disesuaikan dengan kebutuhan.

”Kebetulan Gugus Tugas/BNPB itu punya data kebutuhan ventilator seluruh Indonesia. Tentunya kami akan mengikuti apa yang menjadi kebutuhan dari BNPB. Dan tentunya kami membutuhkan dukungan Kementerian Kesehatan untuk pengadaan ventilator yang diproduksi tersebut sehingga membuat para industri dan  juga pencipta ventilator itu menjadi bersemangat,” sambung Bambang.

Kemenrintek, menurut Bambang, tidak hanya berfokus pada ventilator yang dikembangkan oleh BPPT, tapi akan juga memfasilitasi dan mengakomodasi usulan-usulan desain ventilator yang datang dari berbagai pihak, kebanyakan dari perguruan tinggi, tentunya setiap ventilator tersebut masih perlu pengujian.

”Kami akan membantu mereka untuk membantu melakukan pengujian di Kementerian Kesehatan, namanya BPFK (Balai Pengaman Fasilitas Kesehatan). Dan kemudian juga kami akan mencoba membantu mencari mitra industrinya, karena untuk pertanyaan dari Jawa Pos, tidak gampang mencari mitra industri karena mereka mungkin belum terbiasa dengan produksi ventilator tersebut. Jadi itu kira-kira,” tambahnya.

Target produksi, menurut Bambang, tentu disesuaikan dengan berapa yang nantinya dibutuhkan oleh Gugus Tugas yang nasional, karena fokus dulu pada penanganan untuk Covid-19.

Sedangkan untuk test kit, Menristek sampaikan ada 2 yakni PCR dan rapid. ”Yang rapid test kit itu 100 ribu sudah siap 6 minggu ke depan. Dan rapid tes kit tetap diperlukan untuk pengujian yang sifatnya massal bagi deteksi awal/screening awal dari pengujian lebih lanjut dengan yang PCR,” ujarnya.

PCR saat ini tahapannya, menurut Menristek, kalau yang pengujian dengan virus yang strain Asia itu sudah dilakukan. Kami sekarang sedang mencoba pengujian dengan virus strain lokal/local transmision,” tambahnya.

Tim dari BPPT, menurut Menristek, saat ini sedang bekerja sama dengan Lembaga Eijkman untuk mendapatkan virus strain lokal tersebut dan setelah itu kemudian baru kita bisa masuk ke tahap produksi.

”Biofarma kebetulan sudah menjadi mitra industri yang siap untuk memproduksi PCR tes kit tersebut, mudah-mudahan bulan depan sudah bisa dimulai produksi pertama. Dan melihat kapasitas Biofarma, tampaknya produksi bisa dilakukan dengan jumlah yang cukup besar,” pungkas Menristek. (FID/EN)

Berita Terbaru